"Bu hari ini masak sop daging aja ya aku lagi pengen makan itu" aku bertanya pada ibu sambil mengeluarkan bahan makanan dari kulkas, iya pagi ini kami masak bersama masakan ibu sangat enak dibanding masakanku yang gak terlalu pintar tentang masak memasak. Riki sedang menemani Enza dikamar
"Iya apa kata kamu aja Ra, kok tumben nginep apa kamu ada masalah sama Arfan?" tanya ibu sambil memotong daging
"Gak kok bu lagi pengen disini aja" aku terpaksa berbohong nanti jika waktunya sudah tepat akan aku beritahu yang sebenarnya
"Oh kirain lagi berantem"
"Bu nanti siang kita ke taman ya sekalian jemput Enza" aku mengalihkan pembicaraan takutnya ibu akan bertanya lebih lanjut dan kebohonganku semakin banyak
"Boleh ra, ibu juga pengen keluar jenuh dirumah terus apalagi Riki juga sibuk kerja"
"Suruh Riki cepet nikah bu lagian kan dia juga udah berumur entar malah jadi perjaka lapuk" aku menata makanan di meja makan
"Baru juga 25 mbak udah dibilang perjaka lapuk aja" nah kan yang diomongin muncul juga
"Mama" teriak Enza berlari menghampiriku
"Eh sayangnya mama,ayuk mandi dulu tadi nenek masakin sup daging kesukaan Enza habis mandi sarapan bareng ya"
Aku meneggandeng Enza menuju kamar mandi,
"Mbak habis ini ke butik apa pulang?" pertanyaan Riki memecah keheningan saat semua sibuk menyuapkan sarapan
"Biasah ke butik sekalian nganter Enza,kamu mau bareng?" tawarku mungkin Riki lagi pengen barangkat bareng
"Boleh soalnya nanti aku ada perlu sama Devan jadi nanti pulang sama Devan mbak"
"Bukannya kantor kamu jauh sama Cafe tempat kerja Devan, apa gak ngrepotin" Riki kerja di perusahaan furnitur dan Cafe tempat Devan juga gak searah malah jaraknya cukup jauh
"Iya mbak tapi dia sering kok ke Kantor aku katanya sih nganter pesanan"
"Oh iya sih minumannya juga enak kok kalau makanan sih mbak belum cobain entar kalau senggang kita kesana bareng sama ibu juga," ajakku pada ibu dan Riki
Setelah sarapan aku dan Riki berpamitan pada ibu,aku tak banyak bicara dalam perjalanan karena Riki sibuk dengan Enza yang kulakukan hanya fokus menyetir sambil sesekali aku melihat mereka dari kaca spion.
Aku mengantar Enza ke sekolah setelah itu mengantar Riki ke kantor dan yang terahir ke butik.
Saat sedang berhenti di lampu merah kuedarkan pandangan menikmati kemacetan apa salahnya
"Loh itu kan Devan" gumamku,ingin kuhampiri tapi lampu sudah menghijau.
"jadi dia punya mobil lalu kenapa kalau kerumah pake motor apalagi mobil yang dipakainya juga bukan mobil kelas bawah apa sebaiknya aku tanya Riki aja ya"
kuputuskan untuk menanyakannya pada Riki
kuambil headset lalu mendial nomor Riki tak berselang lama panggilanku tersambung
"Ya mbak kenapa?" tanyanya saat mengangkat telpon
"Tadi mbak ketemu Devan di lampu merah arah ke Butik mbak tapi dia pake mobil Ki" kuceritakan apa yang kulihat padanya
"Mbak salah lihat kali setahuku Devan kemana-mana selalu pake motor mbak aku gak pernah lihat dia pake mobil"
"Tapi tadi mukanya mirip sama Devan" Sangkalku,wajahnya saja mirip apa mungkin saudaranya
"Apa mungkin kakaknya Devan ya ki" sambungku
"Devan anak tunggal mbak gak punya saudara,emang tadi mbak nyamperin dia apa gak?"
"Enggak sih soalnya tadi mau nyamperin lampunya udah keburu hijau,tapi tadi penampilan nya rapi gitu pake jas terus dia juga naik Maseratti,apa mungkin itu orang yang mirip sama Devan ya ki"
"Ya kali aja mbak mukanya mirip,udah jangan dipikirin,aku mau lanjut kerja dulu mbak." Riki mematikan sambungan telepon tanpa basa basi dulu salam juga enggak
Sesampainya di Butik aku menyapa karyawan ku, walaupun aku pemilik Butik aku tidak pernah berlaku seperti bos mereka. Aku menganggap mereka partner kerja,tanpa ada mereka yang melayani pelanggan aku pasti kewalahan sendiri.
"Pagi semuanya" sapaku
"Selamat pagi bu Nayra"
"Saya mau ke atas dulu ya" mereka hanya menganggukkan kepala, aku berlalu menuju kantorku yang terletak di lantai dua,tak hanya kantor disana juga ada waiting room khusus untuk pelanggan VIP.
Saat aku sedang mengkroscek laporan ponselku berdering dan kulihat siapa yang menelepon ternyata mantan suamiku,tak apakan kusebut mantan meski belum resmi bercerai
"Halo"
"Ra kamu dimana ada yang mau aku bicarakan" mas Arfan bertanya tentang keberadaanku
"Ada apa bicara saja ditelepon aku sedang sibuk" aku berkata dengan nada ketus
"aku tidak mau kita cerai" ungkapnya
"Kenapa?"
"Aku masih cinta sama kamu Ra" akunya.
Bohong kamu saja sudah berhianat mas
"Tapi aku sudah tidak cinta sama kamu, jadi lebih baik kamu ceraikan aku dan kamu nikah saja sama pacar kamu "
"Ra aku khilaf tolong maafin aku"
"Aku gak peduli kamu khilaf atau sengaja yang terpenting aku sama kamu selesai,masalah Enza dia tetap anak kamu dan aku gak ngelarang kamu buat ketemu sama dia" Aku menutup panggilan nya dan menghembuskan nafas kasar berulang kali.
Daripada aku stres mikirin mas Arfan mending aku ke Cafe,aku butuh me time mungkin ngajak Tasya bisa balikin moodku, dia satu-satunya sahabat yang bisa mendengar keluh kesahku, yah walaupun aku tak menyukai sifatnya yang sering gonta ganti pasangan tapi dia orang yang baik.
"Halo Sya temenin aku ya di Green Cafe ini aku mau otw kesana lagi gak mood nih" aku menuruni tangga sambil menelepon Tasya
"Siap cantik" balasnya
"Nita,tolong titip Butik ya saya mau keluar sebentar nanti kalau ada yang nyariin kamu telfon saya ya" Pesanku pada karyawan kepercayaanku
"Baik bu" jawabnya
Aku mengendarai mobilku menuju Cafe tempat Devan bekerja,aku jadi teringat kejadian tadi pagi jika dia ada di Cafe berarti tadi bukan Devan.
Sesampainya di Cafe aku melihat mobil Tasya sudah terparkir di depan,ah ternyata dia paling semangat kalau ada berondong dasar Tante Girang
"Ra.." Tasya berteriak memanggilku dan melambaikan tangannya
"Gercep banget ya kalau ada berondong" Godaku saat sudah duduk di kursi depan Tasya
"Jelas dong dia tuh cowok yang perfect siapa tau aja bisa diajakin one night stand" Ucapnya pelan setengah berbisik
Aku tertawa mendengar ucapan Tasya"Gila lo doyan banget gituan" aku membuang muka mengedarkan pandangan mencari Devan,dan ternyata benar dia menghampiri meja kami,apa itu artinya yang dilampu merah bukan dia
"Permisi" ucapnya
"Mas aku pesen hatinya ya" Goda Tasya dengan senyum yang dibuat-buat sedikit menjijikkan bagiku
"Jangan bikin malu deh Sya buruan mau pesen apa" Makiku
"Mas Green Tea yang Cold ya 2" Ucapku tak menghiraukan Tasya yang sudah membuk mulutnya ingin berbicara akhirnya ia urungkan
"Siap mbak tambahnya apalagi?" Devan bertanya sambil mencatat pesanan kami
"Udah mas itu aja"
"Baik silahkan ditunggu" Devan berlalu meninggalkan meja kami
"Sya sebenernya nih ada yang bikin aku penasaran selama ini,tapi kalau aku tanya jangan marah atau tersinggung ya"
"Apa Ra?" Tasya mendongak menatapku
"Pas lagi one night stand kan gak cinta tuh sama orangnya kok bisa ngelakuin itu tanpa perasaan cinta." Ucapku setengah berbisik
Tasya malah tertawa mendengar pertanyaanku yang mungkin terdengar lucu baginya
"Aduh ra mikirnya kejauhan, gini ya lo tau kan Gigolo,PSK gitu mereka ngelakuin atas dasar apa,bukan karena cinta kan dan mereka juga gak saling kenal tapi kenapa bisa ngelakuin gitu aja, yah kalau aku sih buat have fun aja akunya puas dan dia juga puas udah, lo mau coba Ra?"
Aku bergidik mendengar pertanyaan Tasya,mana mungkin aku bisa melakukannya
"Gak berminat" jawabku
"Permisi,ini pesanannya 2 Green Tea yang cold ya mbak silahkan" Ucapan Devan membuyarkan obrolan kami
"Iya makasih" jawabku