Ada satu masa ketika SMA, Rembulan jatuh cinta pada laki-laki yang saat ini sedang menatap matanya.
"Psstt, anak baru ya?" Laki-laki itu berbisik, sambil mencolek punggungnya.
Rembulan menoleh sekilas, dari tadi kumpulan siswa laki-laki yang duduk di bagian belakang terdengar berisik. Rembulan sebagai anak baru hanya bisa mendengarkan mereka bicara, tertawa dan saling mengusili satu sama lain.
Rembulan merasa menyesal sudah menjadi salah satu perwakilan dari kelasnya untuk mengikuti rapat panitia natal sekolah. Ntah apa yang membuat dirinya menyetujui permintaan sang ketua kelas untuk ikut dalam kepanitiaan natal. Dan sekarang disinilah dirinya berada, mendengarkan percakapan tiada henti baik dari bagian belakang maupun dari bagian depan.
Adrian terpilih sebagai ketua panitia dan di siang yang terik ini, Adrian menyampaikan susunan panitia beserta dengan kegiatan yang akan mereka lakukan. Dari mulai bakti sosial hingga acara puncak perayaan natal.
Adrian tidak berani menegur kumpulan siswa laki-laki yang sedikit berisik di bagian belakang. Mungkin karena mereka lebih senior. Adrian membiarkan saja mereka bicara.
Rembulan merasa gemas, seharusnya mereka bisa memberikan contoh yang baik kepada adik kelas. Bukan malah bertingkah seenaknya.
"Pssttt, kelas satu apa?" Sekali lagi laki-laki yang tadi mencolek dirinya bertanya. Rembulan menoleh sekilas, dia tidak berminat menjawab. Dia memilih berdiri dari tempat duduknya dan pindah ke bagian depan. Rembulan merasa beruntung masih ada kursi kosong untuk dia menghindar.
***
Sedari tadi Ari sudah melihat Rembulan, matanya tak lepas memandang Rembulan dari sejak memasuki ruang rapat sampai duduk didepannya. Sejak melihat Rembulan berjalan mencari tempat duduk, Ari berharap gadis itu akan duduk didekatnya.
Menurut Ari, Rembulan memiliki daya tarik tersendiri yang seolah menyihirnya untuk mengenal gadis itu. Ari sangat percaya diri dan yakin Rembulan akan dengan senang hati menjawab pertanyaannya.
Ari yakin Rembulan anak kelas satu, karena dia baru melihat gadis itu. Selama ini Ari tidak terlalu berminat mendekati adik kelas. Apalagi kelas tiga letaknya berada di lantai tiga. Ari malas kalau setiap jam istirahat harus turun ke lantai satu.
Dia juga tidak terlalu suka ngobrol di kantin sekolah yang letaknya di bawah. Sesekali saja, kalau dia sedang kepingin. Makanya dia tidak terlalu kenal dengan wajah anak-anak baru di kelas satu.
Hari ini dia akhirnya mau menuruti keinginan Siska untuk mengikuti rapat perayaan natal.
"Ayolah Ri, kamu jadi perwakilan dari kelas kita bareng sama Nando dan Oscar."
"Kenapa bukan kamu aja sih ,Sis?" Ari menjawab, nada suaranya sedikit jengkel.
"Aku sudah jadi ketua kelas, masakan aku harus ikut lagi jadi pantia. Kayak kelas kita kekurangan orang untuk dikirim jadi panita. Mau ya Ri?"
"Oscar sama Nando?"
"Mereka udah oke....kamu aja nih yang susah banget dirayu." Siska berdiri dihadapan Ari sambil berkacak pinggang.
"Aku nggak mempan sama rayuan, mungkin kalau dengan ciuman aku mau." Ari menjawab seenaknya, sambil tersenyum usil. Siska menatapnya tajam, matanya penuh kemarahan. Ari menikmati pemandangan Siska yang sedang menatap marah.
"Ya sudah kalau kamu nggak mau!" Siska beranjak pergi meninggalkan Ari. Dengan sigap Ari memegang kuat tangan Siska. " Oke aku mau!" Dia tersenyum lebar sambil mengedipkan sebelah matanya.
Siska tidak pernah bisa berlama-lama marah pada Ari. Sebenarnya siapapun yang mengenal Ari, akan sulit untuk marah atau membenci dirinya. Terutama yang berjenis perempuan. Ari memiliki pesona tersendiri.
"Eh, tapi kalau kamu mau cium, aku juga nggak nolak." Siska memilih berlalu, dan hanya tersenyum singkat pada Ari.
***
Ari terkejut saat Rembulan lebih memilih menjauh darinya daripada menjawab pertanyaan.
Sombong! Memangnya dia sudah secantik Dewi? Sudah seterkenal apa sih dia di sekolah ini? Sombongnya setinggi langit!.
Dari belakang dia melihat Rembulan duduk diam mendengarkan, sesekali gadis itu mencatat keterangan Adrian. Dan beberapa kali Ari memperhatikan Adrian melirik ke arah Rembulan, kadang juga melemparkan beberapa pertanyaan. Gadis itu menjawab sambil tersenyum. Ari merasa terganggu dengan semua itu.
"Ri, kamu suka sama anak baru itu?Namanya Rembulan." Oscar beringsut mendekati Ari dan memilih duduk disamping Ari.
"Nggak, biasa aja."
"Dari tadi matamu lihat dia terus, apanya yang biasa aja." Oscar terkekeh. "Nggak usah malu!"
"Sombong begitu, ngapain dekati dia."
"Anaknya baik kok, kamu aja yang salah cara pendekatan."
"Sok tau!"
"Tau lah, aku kan sepupunya." Oscar tersenyum lebar.
"Serius, kamu sepupunya?"
"Iya, makanya aku tahu dia baik. Anaknya pendiam, tertutup. Coba ajak ngomong soal novel atau komik pasti dia mau ngobrol sama kamu."
Ari tersenyum lebar, "Thank's Bro!"
"Tapi awas kalau macam-macam sama dia!" ancam Oscar. Ari menepuk punggung Oscar dan senyumnya semakin lebar.
***
Ari mulai rajin ke perpustakaan sekolah di lantai satu. Dia dapat bocoran dari Oscar kalau Rembulan sering ke perpustakaan, bahkan ditunjuk sebagai pengurus perpustakaan oleh Guru Bahasa Indonesia.
Suatu hari Rembulan sedang melayani peminjaman buku di perpustakaan. Ari yang sudah melihat Rembulan duduk disitu, langsung mengambil beberapa buku untuk dipinjam.
"Maksimal dua buku yang boleh dipinjam." Rembulan bicara sambil mencatat di buku besar, "Buku yang mana yang mau dipinjam?"
"Menurut kamu, yang mana buku yang bagus?"
"Semua buku bagus, tinggal tergantung kebutuhannya saja."
"Kalau kamu harus memilih, dari beberapa buku ini, kamu akan pilih yang mana?" Ari sengaja mengulur waktu. Dia suka mendengar Rembulan bicara.
"Kelima buku ini novel. Apa genre yang kamu suka?Biasanya cowok akan lebih suka membaca Sherlock Holmes, Eiji Yoshikawa, Agatha Christie dan yang sejenis itu." Rembulan bicara sambil melihat deretan buku yang dipegang Ari.
"Kamu sudah pernah membaca semua buku ini?"
"Aku sudah membaca buku ini, ini dan ini. " Rembulan bicara sambil menunjuk beberapa buku yang disodorkan Ari.
"Baiklah, aku akan meminjam buku yang ini. Sisanya aku ingin kamu menceritakannya padaku."
"Itu tidak akan mungkin bisa diceritakan dalam waktu lima menit." Rembulan memandang jam tangannya, nada suaranya agak sedikit jengkel. Cowok satu ini mempermainkannya.
"Kamu nggak perlu menceritakannya sekarang, nanti aku akan ke rumahmu untuk mendengarkan ceritamu. Catat saja kedua buku yang aku pinjam."
Ari tersenyum lebar sedangkan Rembulan hanya bisa menghembuskan nafas. Dia tidak tahu bagaimana lagi menghadapi laki-laki yang berdiri didepannya.
"Oh ya, nggak perlu khawatir....aku tahu alamat rumahmu." Lalu laki-laki itu keluar dari ruang perpustakaan sambil melambaikan buku yang dipegangnya. Rembulan hanya bisa terdiam memandangi laki-laki itu.
***
"Apa kabarmu?"
"Baik ,Bang!" Rembulan menjawab singkat, dia masih terkejut bertemu Ari di tempat yang jauhnya beratus kilo meter dari Medan.
Ada perasaan canggung diantara mereka berdua. Setelah sekian tahun terpisah akhirnya bertemu lagi. Ari memandangi Rembulan lekat, matanya yang tajam berpadu dengan alis mata yang tebal terus menatap Rembulan. Dengan matanya dia menelusuri garis wajah Rembulan.
"Aku rindu bicara denganmu," katanya.