Rembulan merebahkan tubuhnya di atas kasur. Dia rindu rumah. Begitu sampai di rumah, Rembulan langsung merapikan barang bawaan berupa koper dan sedikit oleh-oleh buat Sarah. Tadi dia sempatkan menelpon Sarah sebelum akhirnya berbaring.
"Hai, aku sudah pulang, rasanya melelahkan.Kapan ketemu sama produser?"
"Hai Sayang! Pasti baru sampai. Aku sih bikin janji ketemu besok. Nanti malam ada waktu? Kita ngopi-ngopi ya?"
"Kenapa nggak lusa aja sih? Aku masih butuh istirahat," Rembulan protes dengan sedikit cemberut.
"Mereka sudah mendesak aku sejak dari seminggu yang lalu."
Ngopi-ngopi dengan Sarah adalah nongkrong di suatu kafe sambil membicarakan novelnya yang akan dijadikan sinetron. Rembulan tidak akan menemui produser atau pihak manapun yang berurusan dengan sinetron dan novelnya. Seperti biasa dia akan memberikan kuasa kepada Sarah. Sebelum bertemu dengan pihak produser, mereka berdua akan bicara dan Rembulan akan memberikan beberapa syarat agar Sarah menyampaikan kepada produser atau penerbit atau siapapun itu.
Rembulan hanya ingin beristirahat, ingin tidur sampai malam dan entah bangun jam berapa. Tapi kalau sudah begini, berarti Rembulan tidak bisa beristirahat panjang dan harus menyalakan alarm agar tidak terlambat memenuhi janjinya pada Sarah untuk bertemu di kafe langganan mereka.
***
Rembulan melihat Sarah dengan ruffle dress berwarna biru sudah duduk manis menantinya. Dihadapan Sarah sudah terhidang secangkir kopi favoritnya, espreso. Sedangkan Rembulan seperti biasa akan memesan secangkir americano. Kebiasaan mereka berdua tidak berubah selama bertahun-tahun bersahabat.
"Maaf aku terlambat, aku nggak mendengar alarm yang aku pasang." Rembulan terbiasa tepat waktu, kalau kali ini dia terlambat dia merasa sangat bersalah pada Sarah.
"Aku tahu kamu pasti capek banget, aku yang harusnya minta maaf sudah salah mengatur jadwal." Sarah menggenggam tangan Rembulan.
"Lan, mau pesan apa selain kopi?Muffin?" tawarnya.
"Iya, kayak biasanya aja." Sambil menunggu Sarah memesan kopi dan muffin, matanya terpaku pada sebuah iklan televisi.
"Tumben nonton tv?" Sarah bertanya sambil melirik Rembulan yang sedang menonton, "Raditya, artis yang lagi hits saat ini." Sarah menunjuk ke arah layar.
"Aku bertemu dengannya di pesawat, dia duduk disampingku."
"Eh, gimana orangnya?Dia seatletis itu?" Sarah tersenyum lebar.
"Aku nggak tahu, dia nggak buka baju didepanku." Rembulan menjawab seenaknya. Lalu dia teringat Raditya dengan kaos putih yang dipakainya saat bertemu di pesawat, tanpa perlu membuka baju tubuh atletis itu terpampang nyata di depan mata.
"Kok kamu bisa satu pesawat dengan dia?" Sarah semakin penasaran.
"Itu juga karena kamu membelikan aku tiket pesawat kelas bisnis, kemungkinan untuk bertemu selebritis, pejabat, politisi atau pengusaha pasti lebih besar." Rembulan mengarahkan jari telunjuknya ke dada Sarah, "Dia lagi syuting di daerah dekat villa."
"Wah, seru dong bisa ketemu dia terus. Kok kamu nggak cerita sih?"
"Apa yang harus diceritakan? Aku baru tahu dia syuting di daerah itu pas hari terakhir aku di villa. Niatku ke sana kan mau menyelesaikan novelku."
"Eh, sudah bagaimana novelmu? Sudah selesai kan? Aku merasa bersalah kalau memintamu pulang padahal novelmu belum selesai." Rembulan hanya mengangguk.
"Lan, besok aku ketemu produser, apa syarat yang kamu tetapkan?"
"Syarat lain seperti biasa, tapi untuk syarat tambahannya. Aku nggak mau cerita di novelku dijadikan sinetron kejar tayang, itu bisa merusak cerita aslinya. Maksudnya, aku nggak mau sinetron dipanjangin sampai berseri dan berjilid-jilid sehingga keluar dari cerita asli demi mengejar rating. Sinetron kita kan seringnya seperti itu."
"Oke, aku paham maksudmu."
"Karena mereka membuat sinetron ini berdasarkan novel, kalau dipanjangin sampai ratusan episode kan udah nggak sesuai dengan novelku."
Sarah mengangguk, dia sangat paham maksud Rembulan.
"Kalau mereka nggak mau?"
"Batalkan saja, aku bukan penulis yang terobsesi dengan uang."
"Sar, aku bertemu Bang Ari." Lalu Rembulan bicara lagi, nada bicaranya terdengar ragu. Sebenarnya dia belum ingin menceritakannya pada Sarah malam ini, karena ceritanya panjang sedangkan dia ingin segera pulang untuk beristirahat. Tapi Rembulan tak bisa menyimpannya lagi. Apalagi ini menyangkut soal cinta pertamanya. Dulu Rembulan pernah menceritakan soal Ari pada Sarah. Hanya sambil lalu. Tapi ternyata Sarah mengingat cerita Rembulan.
"Ari cinta pertamamu itu?" Rembulan mengangguk lalu menyesap kopinya, "Bagaimana ceritanya bisa ketemu dia?Kok kamu bisa ketemu sama orang-orang di luar dugaan sih?"
"Mana aku tahu, mungkin takdir." Rembulan tersenyum lebar.
"Semua terasa serba kebetulan. Ayo cerita, aku penasaran!"
Lalu meluncurlah cerita dari bibir Rembulan tentang pertemuannya dengan Ari, tentang perasaannya, tentang perasaan Ari dan tentang dugaan Rembulan bahwa Ari ingin kembali padanya.
"Kamu mau menerima dia kembali?"
"Nggak, aku juga nggak memberikan alamatku padanya. Bagiku Bang Ari adalah masa lalu. Aku hanya sekadar bercerita, nggak ada niatan untuk balik sama dia."
"Aku juga nggak setuju kalau kamu balik sama dia. Laki-laki apaan tuh?Dia, datang dan pergi sesukanya.Masih mending jelangkung, datang karena diundang, perginya aja minta dianter."
Rembulan tertawa demi mendengar Sarah bicara. Lalu Rembulan menandaskan kopi dan muffin, dia ingin cepat pulang. Rembulan berharap Sarah mengerti kondisinya.
"Sar, aku pulang ya?Aku benar-benar capek. Nanti kalau ada yang mau kamu tanyakan lagi, kamu bisa telpon aku. Oh ya, ini ada oleh-oleh buat kamu." Rembulan memberikan tas kertas yang sedari tadi diletakkan disampingnya,"Dibukanya nanti aja," bisiknya sambil memeluk Sarah.
***
Rumah terasa sunyi, Rembulan melihat jam dinding menunjukkan pukul 11. Dia merebahkan tubuhnya di sofa. Nikmat.
Rembulan melihat langit-langit ruang tengah, tiba-tiba dia teringat dengan tetangga sebelahnya yang menyebalkan. Kenapa dari tadi sore tidak ada suara-suara yang dia dengar?
Biasanya Rembulan akan mendengar suara musik yang dipasang keras, atau suara orang -orang tertawa. Selalu ada suara, namun kali ini sunyi. Sampai berapa lama akan merasakan kedamaian seperti ini?
***
Dua hari kemudian Sarah mengabarkan urusan novel dengan pihak produser sudah selesai dan mereka menyetujui syarat yang diberikan oleh Rembulan.
"Makasih ya Sar, sudah mau mewakili diriku."
"Traktir aku dong."
"Dimana?"
"Aku lagi pengen makan dimsum dan suki. Kamu mau ya?Kapan?"
"Besok aja ya, tempat yang dulu kan?" Rembulan tersenyum senang. Dia berjalan ke arah balkon, memandangi senja yang mulai turun. Kemudian dia menoleh ke balkon rumah tetangganya.
Rumah tetangganya masih sunyi seperti tak ada tanda-tanda kehidupan. Rembulan mulai bertanya-tanya apa yang terjadi dengan tetangga barunya? Apakah sedang berada di luar kota?
Komplek perumahan Rembulan lumayan elite. Tetangga kanan kiri tak terlalu saling mengenal. Apalagi disebelahnya ini tetangga baru. Rembulan hanya khawatir apabila terjadi sesuatu. Sudah banyak cerita karena tetangga tidak saling mengenal, ternyata harus mati mengenaskan di dalam rumah tanpa ada yang menolong.