Setelah itu sunyi, berkali-kali Rembulan memanggil nama Raditya. Tak ada jawaban. Mungkin dia tertidur. Tadi Raditya bilang apa? Dia rindu?
***
Balkon menjadi tempat pertemuan Raditya dan Rembulan, walaupun berseberangan mereka berdua akan saling memandang lalu tersenyum lebar. Seperti pagi ini, Raditya sudah berdiri di balkon rumahnya memandangi Rembulan yang sedang berdiri di balkon rumah. Raditya menunjuk ke arah rumah Rembulan, kemudian melambaikan tangan. Rembulan tak mengerti arti isyarat dari Raditya, dia hanya mengangkat kedua tangan dan bahunya seolah berkata "Aku nggak mengerti maksudmu." Sejenak kemudian Raditya tidak terlihat.
Rembulan turun dari balkon setelah mendengar suara pintu diketuk. Raditya berdiri di depan pintu- tersenyum- kedua tangannya dimasukkan ke dalam kantong celana, "Aku harus minum kopimu sebelum berangkat syuting."
Rembulan memasang mimik wajah seolah-olah marah, "Sepertinya aku punya tetangga yang berkulit tebal," katanya.
"Begitulah...dan kamu pasti bersyukur punya tetangga yang seperti itu. Kamu tau tidak, kopimu seperti candu."
"Hmm, tidak perlu memujiku hanya karena ingin dibuatkan kopi dan sarapan pagi."
"Semakin lama kamu semakin mengerti aku. Tidak perlu repot-repot menjelaskannya padamu." Raditya masuk ke dalam rumah dan langsung duduk di ruang makan.
"Kemarin musik yang kamu pasang keras sekali, bagaimana kamu bisa beristirahat kalau musik yang dipasang sangat keras seperti itu?"
"Oh itu, maafkan aku. Tadi malam aku membutuhkannya." Raditya memasang wajah bersalah.
"Kamu tau, dulu aku sampai menyebutmu tetangga reseh karena selalu berisik." Rembulan menuangkan kopi. Raditya pura-pura menggaruk kepalanya, mendadak merasa canggung dihadapan Rembulan.
Dia tidak menduga kalau Rembulan sangat tidak suka dengan musik yang dipasangnya. Memang selama ini Raditya tidak pernah mendengar suara musik apapun dari rumah Rembulan kecuali denting piano. Sedangkan Raditya akan memasang musik rock, hip hop, disko dan semua itu disesuaikan dengan suasana hatinya saat itu, atau saat berkumpul dengan teman-temannya. Raditya merasa bersalah lalu mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Tadi malam aku melihat Bang Ari ke sini. Ada apa?" akhirnya Raditya bertanya juga. Dia sudah menyimpannya sejak tadi malam.
"Nggak ada apa-apa cuma berkunjung. Apa yang kamu tau soal aku dan Bang Ari?" Raut Wajah Rembulan tampak serius.
"Dia pernah jadi pacarmu waktu SMA."
"Oh...hanya itu?"
"Hanya itu, ada cerita yang lain?" Raditya menjadi penasaran.
"Cepat habiskan sarapanmu, nanti terlambat." Rembulan membalikkan badan sambil membawa cangkir kopi dan piring ke bak tempat mencuci piring. Raditya menghabiskan sarapannya tanpa bicara, hanya matanya yang menatap lurus perempuan yang memunggungi dirinya. Raditya tahu pasti ada kisah yang disimpan Rembulan, dan tak berhasrat untuk membaginya dengan orang lain.
***
"Siapa sih perempuan yang bareng kamu kemarin?"
Begitu bertemu Raditya, Venita langsung mencecar Raditya dengan pertanyaan soal perempuan yang bersama Raditya di mall. Venita cemburu dan ingin memuaskan rasa penasarannya.
Tadi pagi dia melihat berita infotaiment sebelum berangkat ke tempat syuting. Saat berita itu muncul, Venita sedang sarapan sereal dengan susu. Dia berhenti menyendok serealnya dan memilih terpaku menatap layar tv.
Perempuan itu terlihat biasa saja bahkan penampilannya cenderung sederhana. Sepertinya bukan dari kalangan selebriti. Raditya mencampakkan aku hanya demi perempuan seperti itu? Venita tak percaya.
***
Raditya melihat sekilas, tak berminat menjawab pertanyaan Venita. Apalagi Venita bukanlah seorang yang sangat berarti dalam kehidupan Raditya. Dia tahu pertanyaan Venita adalah pertanyaan perempuan yang sedang cemburu. Tak ada gunanya menjelaskan.
"Dit, aku bertanya padamu!" Nada bicaranya terdengar seperti seorang atasan yang memerintah bawahannya dan bawahan itu diharuskan menjawab.
"Tidak semua pertanyaan membutuhkan jawaban, dan tidak semua pertanyaan harus aku jawab!" Raditya menjauh dari Venita dan mulai berkonsentrasi dengan naskahnya.
Raditya tidak suka cara Venita memperlakukan dirinya, seolah-olah dia adalah milik Venita. Apalagi Raditya menganut paham kebebasan. Dia tidak suka dikekang, dia bukan jenis laki-laki yang menyukai komitmen. Kalaupun dia menyukai seorang perempuan, hanya sebatas hubungan percintaan biasa. Setelah dia merasa jenuh, Raditya akan mencari berbagai alasan untuk berpisah. Hingga saat ini dia sudah berkali-kali berganti pacar, bahkan ada yang hanya sekedar teman tapi mesra. Disaat dia membutuhkan, dia akan datang pada perempuan itu.
Raditya akan memandang sinis perempuan-perempuan seperti Venita. Perempuan yang baru merasa dekat tapi seakan berhak mengaturnya. Dia akan menjauh dari perempuan seperti ini. Raditya lebih menghargai perempuan yang ditolaknya tapi masih bisa berteman dengannya dalam batasan yang dibuat oleh Raditya. Tidak untuk Venita.
"Dia pacarmu?" Venita mencecarnya lagi.
"Ven, kamu tahu kan nggak ada apa-apa diantara kita? Kita hanya berteman biasa." Raditya mulai kesal. Sebentar lagi syuting akan dimulai, dan dia masih harus disibukkan dengan kecemburuan Venita yang tak beralasan.
"Aku hanya ingin kepastian, dia pacarmu atau bukan?Kamu ini laki-laki bukan? Hanya menjawab seperti itu saja nggak bisa." Venita tetap kukuh, tak mundur sedikitpun.
"Bukan!" Raditya ingin cepat mengakhiri, walaupun dalam hatinya mempertanyakan jawaban yang dia berikan pada Venita. Bahwa dia merasa Rembulan sudah menjadi bagian dari dirinya.
Venita tersenyum, "Berarti aku masih punya harapan untuk mendapatkanmu," katanya.
Venita berlalu, sambil berkata lirih," Raditya....aku akan membuatmu jatuh cinta kepadaku."
***
Saat Raditya berkata, "Bukan!"..aku tahu tidak mungkin Raditya menyukai perempuan seperti itu. Perempuan itu hanya sekedar pansos belaka, numpang tenar.
Venita kembali tersenyum, bahkan saat harus beradegan sedih pun dia tersenyum. Sampai adegan itu harus diulang berkali-kali dan membuat Sang sutradara menjadi muntap. Bahkan Raditya memasang ekspresi jengkel, menarik tangan Venita agar menjauh dan mulai menceramahi Venita.
"Ven, serius dong...melelahkan harus mengulang adegan yang sama berkali-kali hanya karena kamu nggak bisa menghilangkan sementara senyummu."
Venita hanya mengangguk, tapi tetap tidak bisa menghilangkan senyuman di wajahnya. Dia butuh waktu sepuluh menit untuk menghayati perannya.
***
Selesai syuting Raditya langsung pulang ke rumah, dia ingin bertemu Rembulan, duduk di balkon atau di ruang makannya yang terasa hangat sambil minum kopi. Raditya merasa Rembulan adalah rumah keduanya, tempat dia ingin pulang.
Biasanya dia akan menghubungi teman-temannya lalu ngobrol sambil minum-minum di klub.
"Dit, ke Gym!" Ruben menepuk pundaknya, dia salah satu pemeran figuran.
"Males, gue mau pulang!"
"Sebentar aja, temenin gue." Ruben menarik tangan Raditya.
"Di mobil lo ada baju sama sepatu kan?"
"Ada sih....ya udahlah!" Raditya menyetujui ajakan Ruben. Aktor seperti Raditya, apalagi untuk peran-peran laga harus selalu bugar dan menjaga bentuk tubuhnya. Hanya sebentar, Rembulan bisa menungguku.
"Kita ketemu di tempat biasa ya?" Ruben melambai dari mobilnya.
"Oke!" Raditya mengangkat ibu jarinya.
***
Dua jam yang begitu melelahkan, keringat menetes dari sekujur tubuh. Raditya segera pulang, dia sudah ingin beristirahat. Dia ingin melihat Rembulan walau hanya sebentar.
Dari kejauhan dia melihat mobil Ari di depan rumah Rembulan. Raditya menghentikan mobilnya lalu melihat Rembulan dan Ari berjalan memasuki mobil. Raditya hanya bisa mengeraskan rahangnya dan mencengkram setir, kemudian berbalik pergi.