Chereads / Secangkir kopi untuk Raditya / Chapter 19 - Aku ingin melihatmu

Chapter 19 - Aku ingin melihatmu

"Kok, balik lagi? Dia nggak ada di rumah?" Sarah bertanya sedikit heran.

"Lebih baik aku menelpon dia dulu." Rembulan berjalan cepat lalu mengambil ponselnya yang tergeletak di meja makan. Raut wajahnya terlihat ragu, kemudian dia menghembuskan napas lalu mulai menelpon Raditya. Sarah yang melihat hanya tersenyum lebar.

***

Terdengar nada sambung, pada dering kesekian Raditya baru menjawab.

"Ada apa Bulan?"

"Kamu belum berangkat?"

"Belum. Kenapa? Kamu merindukan aku?"

"Sudah pasti bukan karena itu aku menelponmu."

"Kalau bukan karena rindu lalu karena apa?"

"Aku membuat kue dan ingin memberikannya padamu. Jadi tolong keluarlah, aku..."

"Bulan, bukan aku menolak pemberianmu, tapi bisakah kamu menyimpannya dulu. Aku akan memakannya nanti malam atau besok pagi. Sambil menikmati kopimu seperti biasa."

"Oh, baiklah kalau begitu. Kamu sedang terburu-buru?"

"Ya begitulah. Tapi soal kue bukan karena aku terburu-buru, aku benar-benar ingin menikmatinya bersama kamu sambil minum kopi. Tolong simpankan ya." Suara Raditya terdengar lembut di telinga Rembulan.

***

Tak lama kemudian terdengar suara mobil Raditya keluar dari rumah, mobil itu berhenti di depan rumah Rembulan. Raditya keluar dari mobilnya. Rembulan keluar dari rumah, dahinya sedikit berkerut. Ada apa lagi?

Saat berhadapan dengan Raditya, laki-laki itu tersenyum lebar, "Aku hanya ingin melihat kamu."

"Oh..." Rembulan memandang dengan tatapan tak mengerti.

Sarah yang penasaran mengintip ke luar. Matanya bertemu dengan mata Raditya.

"Siapa? Temanmu?" Raditya bertanya dengan rasa ingin tahu.

"Sahabatku, Sarah."

Raditya melambaikan tangan dan tersenyum, sebagai tanda perkenalan dengan Sarah dan Sarah hanya mengangguk membalas lambaian tangan Raditya.

"Aku pergi dulu ya. Sampai ketemu nanti." Raditya masuk ke dalam mobil dan pergi berlalu.

***

Sarah sedari tadi senyum-senyum melihat Rembulan. Sedangkan Rembulan tampak salah tingkah, dia menyibukkan diri dengan berbagai macam bumbu sesekali melihat ke arah Sarah.

"Jadi kan makan siang disini?"

"Jadi dong, masakanmu cukup enak kok."

"Cukup enak? Nggak bisa lebih lagi dari kata cukup enak...pelit sekali!" Sarah tertawa.

"Sejak kapan kamu jatuh cinta sama Raditya?"

"Aku nggak jatuh cinta padanya." Rembulan sedang menggeprek bawang putih dengan sekuat tenaga.

"Bola matamu yang bagus itu terlihat bercahaya, berbinar-binar. " Sarah menunjuk mata Rembulan.

"Nggak ada hubungannya." Rembulan membalas.

"Kau tahu, aku dan dia itu seperti langit dengan bumi...jauh!"

"Bagian mana yang seperti langit dengan bumi?"

"Masak kamu nggak melihat perbedaannya. Dunianya dan duniaku jauh berbeda. Duniaku adalah dunia yang sepi dan tenang. Jauh dari segala hiruk pikuk. Kamu punya teman orang-orang seperti Raditya kan? Kamu tahu sendiri kebanyakan seperti apa mereka...bagaimana dunianya. Kemarin kamu lihat sendiri berita infotaiment saat aku ketahuan jalan dengannya. Aku nggak nyaman dengan semua itu." Rembulan mendesah lalu meletakkan pisaunya, duduk di samping Sarah.

"Sesekali keluarlah dari duniamu yang sepi itu ,Bulan. Terkadang dunia yang hiruk pikuk itu menyenangkan kok. Sesekali keluarlah dari sarangmu, dari zona nyamanmu. Dunia di luar sana tidak seseram yang kamu pikirkan." Sarah menepuk paha Rembulan.

"Dan jangan pernah mengingkari hatimu, perasaanmu. Aku tahu kalian berdua saling jatuh cinta."

"Terlalu banyak perempuan dalam hidupnya dan aku tak suka bila harus bersaing dengan perempuan-perempuan itu. Mau aku tambah kopimu?"

Kalau sudah begitu berarti Rembulan sudah tidak ingin membahas soal Raditya. Dia menutup pembicaraan mengenai perasaannya.

***

Sarah belajar untuk memahami Rembulan, pribadi yang sangat bertolak belakang dengannya. Tapi justru persahabatan mereka jadi saling melengkapi.

Sebenarnya Rembulan adalah sosok yang hangat dan menyenangkan tapi semua itu berhasil dia tutupi dengan diamnya.

Sarah mulai mengenalkan kehidupan nongkrong di kafe pada Rembulan. Sarah mengingat betapa susah membawa Rembulan keluar dari cangkangnya untuk pertama kali. Rembulan berusaha menolak ajakan Sarah dengan berbagai alasan. "Aku tak suka keramaian," katanya. Sarah berjanji kafe yang mereka datangi kafe yang sepi. "Aku nggak suka kalau harus keluar malam." Sarah mengajaknya pergi di siang hari sampai lama-lama Rembulan mulai terbiasa pergi di waktu kapan pun. Kecuali keramaian, Rembulan hanya mentolerir tempat seperti mall.

"Kamu unik banget sih?" Suatu hari Sarah berkata gemas. Menurut Sarah perempuan-perempuan seumur mereka adalah perempuan-perempuan yang sedang senang-senangnya bergaul dan mencoba berbagai hal. Termasuk mendatangi tempat-tempat yang lagi hits. Apalagi tinggal di kota besar seperti Jakarta. Rembulan hanya mengangkat kedua pundaknya saat Sarah mempertanyakan keunikan Rembulan.

Sarah tahu ada cerita dibalik itu yang membuat Rembulan bersikap seperti ini.

Namun pada akhirnya Sarah tidak pernah lagi mengungkit-ungkit soal itu. Rembulan juga tak ingin membahasnya. Makanya persahabatan mereka baik-baik saja karena ada saling pengertian diantara keduanya.

"Bang Ari sudah dua kali datang ke sini." Rembulan tiba-tiba bicara. Dari tadi mereka berdua sibuk dengan urusan masing-masing.

Sarah menengadahkan wajahnya dari buku yang dia baca.

"Lalu?"

"Dari mana Bang Ari tahu alamat rumahku ya?"

"Kamu tidak tanya."

"Sudah..dan Bang Ari tidak menjawab. Aku hanya merasa terganggu, selama ini aku hanya memberitahukan alamat rumahku pada orang-orang tertentu saja." Rembulan terlihat resah.

"Dia berniat jahat padamu? Atau dia memperlakukanmu dengan buruk?"

"Nggak, dia baik-baik saja dan dia masih seperti dulu. Aku hanya merasa terganggu soal alamatku, siapa yang memberitahukannya."

Mendadak Sarah teringat saat dia sedang nongkrong di klub dan sedikit mabuk, Rian bertanya soal A-Luna. Sarah yang sering tidak dapat mengontrol mulutnya saat sedang mabuk sepertinya keceplosan bicara. Dia menceritakan semua tentang A-Luna, yaitu Rembulan, kepada Rian.

Sarah yakin Rian yang mengatakannya pada Ari semua yang dikatakan Sarah.

Rian salah satu teman Ari, Sarah tahu itu. Karena terkadang Sarah melihat Rian datang ke klub bersama Ari.

Wajahnya berubah pias, Sarah merasa bersalah pada Rembulan. Kali ini Sarah bimbang, haruskah dia mengatakannya pada Rembulan atau lebih baik menyimpannya sendiri. Sarah takut kalau mengatakannya, persahabatan mereka bisa rusak. Sarah sangat memahami Rembulan yang sangat tidak suka apabila sesuatu yang disimpannya harus dibuka pada orang lain. Namun Sarah yakin tak akan sanggup menyimpan rahasia ini.

Dia memandangi Rembulan yang sudah disibukkan dengan masakannya. Mendadak Sarah ingin pulang saja dan tak berselera untuk makan. Tapi bagaimana dengan Rembulan?

Sarah menenangkan diri, lalu pura-pura sibuk dengan bacaannya padahal pikirannya menerawang ntah kemana. Maafkan aku Rembulan.

Sarah ingin mengutuki kebodohannya dan marah pada dirinya yang tidak bisa menjaga mulut.

"Sar, kamu kenapa?Dari tadi aku dengar berkali-kali mendesah? Ada yang dipikirkan?" Rembulan menatap Sarah lekat.

Sarah membalas tatapan Rembulan, "Nggak, aku nggak apa-apa. Mungkin karena aku sudah lapar. Cepatlah selesaikan masakanmu !" Sarah tertawa pendek. Belum saatnya aku bicara.