"Mau ke mana, Nay?" tanya Ibunya saat melihat Naya sudah rapi malam-malam begini.
"Main."
"Oh yaudah. Oiya, Nay. Uang belanja bulanan kemarin udah habis. Papamu kalau ngasih cuma dikit," ucap Mamanya.
"Kemarin aku baru ngasih ke kamu Diana masa udah habis lagi. Kamu buat apa?" tanya Papanya yang tiba-tiba muncul juga.
"Mas kamu ngasih cuma segitu ya mana cukup. Kebutuhan kita kan makin banyak."
"Setidaknya kan kamu bisa lebih irit, Dian."
"Udahlah aku enggak pengen denger kalian ribut. Nanti aku transfer, Ma. Aku pergi dulu." Naya memilih cepat-cepat pergi sebelum mendengar kedua orang tuanya ribut lagi.
"Kamu sih dia jadi kelihatan marah 'kan."
"Lagian kamu juga minta duit mulu sama Naya," saut suaminya.
"Ya kan duit itu juga dipake buat kebutuhan rumah. Kamu juga entar kamu pake."
"Terserah kamu lah." Suaminya lantas meninggalkan istrinya.
***
Naya menuju ke club seperti biasa. Dia perlu refreshing sejenak. Sehingga dia datang ke sini.
"Naya gue ada cowo nih dia kaya. Sesuai lah sama tipe lo," ucap temannya Sherly.
"Punya mobil?"
"Punya. Dia bos tambang, Nay."
"Oh boleh deh. Suruh aja nemuin gue."
"Nah gitu dong. Ntar kalo udah gue kenalin jangan lu tolak. Biar lo enggak jomblo lagi."
"Ya kalau dia bisa Menuhin kebutuhan gue ya bakal gue pertahanin sama gue bosen." Naya menjawab hal itu dengan santai.
"Biasaan lo."
"Hahaha ... duit is number one Sher. Common lo pasti juga kayak gitu kan. Buktinya lo deketin om-om."
"Hmm yayayaya...." Naya tertawa. Ya, Sherly 11 12 dengan dirinya yang matre. Sherly yang biasanya juga sering bersamanya ke luar masuk club untuk menemaninya. Bukan teman kuliah hanya teman bertemu secara tidak sengaja.
***
Esok harinya Naya sudah siap dengan dress selutunya untuk bertemu dengan laki-laki yang dikenalkan Sherly.
"Di mana?" tanya Naya saat bertelepon dengan laki-laki itu.
"Di cafe xxxx meja nomor 5." Naya pun mengangguk walaupun laki-laki itu tidak melihatnya dan mematikan teleponnya sepihak.
Naya mencari kafe yang diucapkan laki-laki tadi. Setelah dia ketemu dia.masuk dan mencari laki-laki yang tadi di teleponnya.
"Rangga?" tanya Naya saat melihat laki-laki berjas duduk di bangku nomor 5.
"Naya?" tanya balik laki-laki itu.
"Iya."
"Duduk, Nay," ucap laki-laki itu. Naya mengangguk lantas duduk di kursi tersebut. Ternyata laki-laki terlihat tua. Naya perkirakan umur laki-laki itu sekitar 30 an. Baru kali ini Naya kencan dengan seorang om-om biasanya Naya hanya berkencan dengan teman kampusnya walaupun beda-beda jurusan.
"Kamu cantik juga, Nay," ucap laki-laki itu genit. Naya hanya mengangguk singkat.
"Kamu mau pesen makan atau minuman dulu? Pesen aja semau kamu nanti biar aku yang bayarin."
"Yang mahal gapapa?" tanya Naya sambil mengangkat alisnya.
"Gapapa pilih aja makanan sama minuman mahal yang kamu suka." Naya menyunggingkan bibirnya. Dia membuka buku menunya. Cukup mahal-mahal makanan di sini untuk sekedar dessert.
"Hmm boleh juga ni cowo," batin Naya.
"Wajar sih om-om," lanjut dalam hatinya.
Naya memesan banyak makanan dan minuman. Laki-laki itu terlihat tidak masalah. Ah mungkin Sherly benar-benar mencarikan laki-laki kaya kepadanya.
"Udah pesennya segitu doang?" tanya Rangga. Padahal, tadi sudah cukup banyak tapi Rangga bilang segitu doang.
"Udah nanti enggak habis mending aku buat belanja yang lain."
"Oke enggak papa belanja apa aja yang nanti kamu suka."
"Beneran?" tanya Naya lagi.
"Iyalah. Emang muka aku kelihatan lagi main-main?" tanya Naya lagi. Naya pun menggelengkan kepalanya.
"Kamu masih kuliah ya?" tanya Rangga.
"Iya."
"Masih kecil ternyata. Umur berapa kamu?" tanya Rangga.
"20 om."
"Kok om sih manggilnya. Emang saya kelihatan kayak om-om? Panggil aja Rangga."
"Eng ... oke Rangga." Dasar gak sadar diri. Udah jelas dari muka kelihatan tua. Eh tapi Naya tidak boleh menjudge laki-laki itu begitu saja. Siapa tahu dia masih kuliah juga tapi mukanya tua wkwkw.
"Kenapa malah senyum-senyum? Senyum kamu Manis tahu enggak bikin saya jadi enggak kuat."
"Hmm ... Gapapa. Kamu kerja atau apa?"
"Kerja. Kuliah udah selesai."
"Umur berapa?" tanya Naya lagi.
"Emm menurut kamu?" tanya laki-laki.
"I don't know maybe around 30 years."
"Hahaha ... aku enggak setua itu Nay. Ya emang sebentar lagi segitu sih cuma aku masih 28." Naya menganggukkan kepalanya. Tetap saja segitu om-om bagi Naya. Beberapa saat pesan makanan mereka datang. Naya memesan banyak makanan bahkan meja mereka hampir tidak cukup.
"Banyak juga kamu pesennya. Ampe mejanya enggak cukup."
"Kenapa? Enggak bisa bayarnya?"
"Hahaha ... segini aja bahkan kecil menurut saya, Nay. Kalau mau saya bisa beli kafenya sekalian. Emang kamu enggak dikasih tahu Sherly kalau saya bos tambang?"
"Hmm ... dikasih tahu sih. Cuma 'kan ya memastikan aja takut gakuat bayar gue masih bisa bayar kalau cuma segini juga."
"Waw kamu anak orang kaya?"
"Gak juga. Cuma gue kerja juga bisa ngasilin duit sendiri jadi kalau ketemu cowo yang enggak sanggup nurutin mau gue ya mending gue enggak usah sama dia. Dari pada gue makin susah. Nambah tanggungan aja," ucap Naya sambil memakan makanannya.
"Hahaha ... kalau kamu sama saya pasti bakal saya turutin mau kamu. Apapun itu mungkin duit saya juga enggak bakal habis." Naya hanya mengangguk dan mencoba percaya saja. Kita lihat saja nanti sejauh mana laki-laki itu bisa mencukupi kematrean Naya.
"Oke Naya lihat nanti. Semampu apa kamu nurutin mau Naya," ucap Naya lagi.
"Kamu nantangin saya? Berarti kalau kamu sudah mau. Sekarang jadi pacar saya ya."
"Gak. Kenal aja baru hari ini enak aja pacar."
"Tapi, kamu udah berani minta apa-apa tadi."
"Ya kalau enggak sanggup yaudah."
"Hmmm ... enggak kok. Sanggup." Naya hanya menghendikkan bahunya acuh. Lagian kalau laki-laki itu tidak sanggup cat sekali lagi Naya mampu mencukupi kebutuhannya sendiri dari pada harus memiliki cowo kere yang tidak bisa mencukupi kebutuhannya.
Ingat ya cewe itu kebutuhannya banyak. Kalau mau dapet cewe cantik ya modalnya harus gede. Jangan mau makan cinta. Ingat harta is Everything.
Biarkan saja orang lain mengatakannya matre. Dia menganggap dirinya realistis untuk ukuran cewe jaman sekarang. Jangan mau diperbudak cinta. Cinta tidak membuat kenyang. Apalagi yang kalian dekati Naya. Perempuan Mandiri, wanita karir yang bisa mencukupi kebutuhannya sendiri. Tidak layak disandingkan dengan laki-laki kere dengan dekat bermodalkan cinta saja.