Chereads / My name 's Hero / Chapter 2 - Dendam membara.

Chapter 2 - Dendam membara.

Beberapa jam sebelum penculikan.

"Lo yakin kalau itu dia? Cewek yang nampar Lo di Starlite?"

Anton mengangguk sambil menatap lurus dan tajam seorang gadis bergaun biru yang tengah masuk ke sebuah toko buku terkenal.

"Gue nggak bisa lupain wajah songongnya waktu nampar gue. Dasar muna'! sok suci! jangan main ke klub kalau cuma duduk diem sama minum soda doang," gerutu lelaki bertampang sangar. Tangan kanannya yang memegang steer mobil, seluruhnya di penuhi tato bergambar naga.

Riko yang duduk di samping lelaki sangar, tidak mampu menahan tawanya. Lelaki berwajah tampan itu terbahak-bahak sambil memegangi perut. "Gue bayangin wajah Lo yang merah, entah karena gampar tangan itu cewek atau karena malu. Sumpah, itu cewek, kecil-kecil tapi berani lawan preman sangar macam Lo."

"Shut up!"

"Terus rencana Lo apa? Balas dendam dengan nampar balik itu cewek di muka umum?"

"Gue mau kasih itu cewek ke Bos."

Riko yang mendengar itu terkejut, menegakkan tubuh sambil menghadap kearah Anton. "Serius, Lo? Harus gitu?"

"Apa yang keluar dari mulutku nggak ada yang bercanda, Rik dan Lo harus bantuin gue!" tegas Anton sembari menoleh sebentar kearah Riko.

"Kasihan banget itu cewek. Mana kelihatannya cantik begitu. Gimana kalau kita pake aja?" usul lelaki tampan itu sambil nyengir.

"Gue bukan pemerkosa!" geram Anton sambil menatap sinis teman disebelahnya.

"Yah ... kalau Lo nggak mau 'kan bisa oper ke gue," kekeh Riko.

"Lo bantuin gue, pakai cara gue atau Lo keluar dari mobil sekarang dan urusan kita bakalan panjang!" ancam Anton dengan mata yang menyorot tajam kearah Riko.

Sambil mendesah panjang, akhirnya lelaki tampan berkulit bersih itu mengangguk sambil berkata, "you're the boss."

"kita tunggu itu cewek keluar. Lo cepet samperin, terus hipnotis dia, giring itu cewek muna' ke gang yang ada di samping toko. Gue stand bye di sana."

"As you wish."

Lalu mereka pun terdiam, tenggelam dalam pikirannya masing-masing, namun dengan mata yang terus menatap kearah pintu toko buku.

Mobil warna hitam produksi Amerika tahun 2015 itu terparkir di samping pintu gerbang toko, tepat di bawah pohon besar. Posisi yang strategis untuk mengamati tanpa dicurigai.

Satu jam kemudian, setelah kedua lelaki itu kesal menahan bosan, akhirnya gadis bergaun terusan berwarna biru, terlihat keluar melewati pintu. sebelah tangannya membawa bungkusan plastik berlogo huruf G.

"Rik," ucap Anton mengode.

"Oke," jawab Riko cepat, sambil tangannya membuka pintu. Dengan gaya yang tenang, lelaki itu melangkahkan kakinya mendekati gadis manis yang sedang berdiri di tepi jalan yang berjarak lima meter darinya.

Sementara itu Anton mulai melajukan mobilnya melewati si gadis, kemudian berbelok ke sebuah gang yang berada persis di samping toko buku.

"Maaf, permisi."

Gadis itupun menoleh kearah Riko yang tengah tersenyum manis kepadanya, tanpa bersuara.

'Yah ... gue di kacangin. Untung manis coy. Busyet dah si Anton, kenapa nggak di pake aja sih. Apes banget nasib gue nggak bisa ngicip.'

"Maaf, Dik, bisa bantu kasih tahu alamat ini dimana ya?" Riko mengulurkan sebuah kartu nama dihadapan si gadis.

Gadis manis yang semula memandangi wajah Riko, segera menjatuhkan pandangannya ke arah kartu. Bersamaan dengan itu, tangan Riko menepuk punggung si gadis hingga membuat kepalanya terkulai lemas dalam rangkulannya.

Riko membisikan kata sugesti ke telinga si gadis, sehingga membuatnya berjalan mengikuti langkah kaki Riko, menuju ke sebuah gang di samping toko buku.

Sesampainya mereka di gang, mobil sedan hitam itu sudah menunggu. Riko dengan si gadis itu akhirnya sampai di depan mobil, lalu Anton segera keluar menyambutnya.

"Suruh masuk ke bagasi. Cepat!"

"What?! Are you Mad?" Mata Riko terbelalak mendengar perintah tidak waras temannya itu.

"Anton! Ikuti cara gue!" bentak Anton tidak sabar.

"Fine!"

Dan seperti sebelumnya, cewek itupun menurut saja ketika Riko menyuruhnya untuk masuk ke dalam bagasi. Meski lelaki itu tidak setuju dengan cara Anton memperlakukan si gadis, tetapi Riko sangat malas jika harus berurusan panjang dengan Anton yang notabene terkenal kejam dan pendendam.

Mobil hitam itu segera melaju ke jalan utama dengan cepat. Riko yang masih kesal, kemudian menghidupkan musik dengan keras.

"Lo, Budeg?" teriak Anton sambil menahan marah atas sikap pembangkang Riko.

Riko tidak menjawab, justru semakin memperbesar volumenya.

"Terserah, Lo. Selama kaca mobil gue aman-aman aja, dan Lo nggak ngerecoki," putus Anton jengah.

Riko mencibir kemudian bernyanyi dengan keras mengikuti suara James Heathfield yang sangat metal.

(Long live machine)

(Our future supreme)

(Your man overthrown)

(Spit out the bone, yeaahhh)

Anton memandang Riko dengan datar dan membiarkan lelaki aneh tersebut berteriak, seolah hal itu sama sekali tidak mengusiknya dan membuat sakit di telinga. Benar-benar dua orang lelaki yang aneh.

Mobil hitam itu terus melaju dengan cepat, membelah jalanan ibukota menjelang tengah hari, dimana lalu-lintas belum begitu padat.

Sementara itu gadis yang berada di dalam bagasi, mulai sadar dari pengaruh hipnotis. Wajahnya terlihat linglung dan bingung, kemudian berubah menjadi panik saat mengetahui tempatnya berbaring saat ini sempit dan gelap.

Gadis itu berteriak meminta tolong sambil memukul pintu bagasi berulang kali, namun hingga tenggorokannya sakit tidak ada Satu pun yang datang untuk membukanya.

Anton, sejatinya mendengar samar bunyi gedoran pada dinding yang berasal dari bagasi, tetapi lelaki itu mengacuhkan dan memilih fokus memacu lebih kencang mobilnya.

Si gadis hampir saja putus asa, namun tiba-tiba dia mengingat sebuah artikel otomotif yang membahas tentang mobil. Tangan gemetar itu meraba-raba bagian atas kepalanya untuk mencari sebuah tuas. Tuas yang akan membuatnya terbebas dari bagasi akhirnya teraba. Jantung berdebar kencang serta tangan gemetar, gadis itu menarik kuat tuas tersebut, hingga terdengar bunyi 'klik' dan berbarengan dengan itu, pintu bagasi pun mulai sedikit terbuka.

Mata yang bersinar terlihat pada wajah pucatnya, namun laju mobil yang kencang membuat nyali si gadis untuk melompat menjadi ciut seketika. Tubuhnya kembali lunglai dan yakin tidak akan mampu untuk meloncat keluar bila mobil berpacu sangat cepat. Dia pun mulai berharap tentang sebuah keajaiban.

Menit demi menit berlalu, Anton yang tidak lagi mendengar gedoran dari dalam bagasi mulai terusik dan menjadi penasaran dengan keadaan gadis yang membuatnya mendendam.

"Rik. Lo cek ke belakang, pastiin itu cewek aman."

Riko yang sudah tidak merasa kesal segera melompat ke tempat duduk belakang, tetapi pemandangan yang terlihat membuat rahangnya mengetat serta kedua matanya terbelalak. "Brengssek!" teriaknya marah.

"Rik, kenapa ... woy?"

"Bagasi jebol! Itu cewek, diculik sama bikers," teriak Riko sambil melompat kembali ke kursi depan.

"What?! Gimana bisa ... o, jerk!" Anton melihat dari spion, sebuah motor sport dengan gadis itu duduk memeluk erat si pengendara. Motor sport hitam itu melaju kencang melewati mobilnya.

"Itu mereka, Ton. Brengssek! Cari mati rupanya, kejar Ton."

Sambil terus mengumpat karena emosi yang sudah tidak terkendali, Anton segera memacu laju mobil, menyusul motor sport yang hampir tak terlihat lagi.

Kejar-kejaran terus terjadi hingga tanpa sadar mereka keluar dari ibukota.

Riko yang marah, segera mengambil 'Glock 20' dari dalam laci dashboard, kemudian membuka jendela dan menembaki pengendara motor sport itu berkali-kali.

Peluru yang dimuntahkan itu tidak ada satu pun yang mengenai si pengendara.

Riko yang merupakan seorang penembak jitu merasa heran dan mulai meragukan keahliannya. Menurut perhitungannya yang hampir tidak pernah meleset dalam membidik musuh, jarak diantara keduanya masih bisa dijangkau oleh laju pelor miliknya.

"Siaalan! Kagak nembus, Ton! itu orang apa jin ya? Apa gue halu?"

"Lo yang nggak becus! Tembak ban motornya dan Lo nggak OD, ngerti! Fokus, asshole!"

Riko segera mengikuti saran Anton, namun hingga butir peluru habis, tidak ada yang bisa menjatuhkan pengendara misterius itu. Hingga tiba-tiba motor si pengendara itu pun berhenti.

"Rik, dia berhenti, cepat Lo tembak."

"peluru gue habis!"

Anton menoleh cepat kearah Riko dengan tatapan membunuh, namun tiba-tiba terdengar suara yang sangat keras dari depan dan terlihat kap mobilnya ringsek berbarengan dengan mobil yang bergoyang keras.

Anton yang sangat terkejut mendapat serangan secepat dan sedahsyat ini, tidak mampu mengendalikan steer mobil. Diiringi jerit dan makian keduanya, mobil itu pun terjatuh ke dalam jurang yang tidak terlalu dalam.

Semenit kemudian.

"Ton." Riko mengguncang tubuh besar Anton yang diam dengan kepala terkulai diatas kemudi. Wajahnya bersimbah darah demikian juga dengan lengan dan beberapa bagian tubuh lainnya.

Riko mengambil ponsel di saku menggunakan tangan kiri dengan susah payah, karena sepertinya lengan kanannya retak dan berdarah serta tak bisa untuk digerakkan.

"Halo, Bos. ...."

Setelah menceritakan secara ringkas serta mengirim lokasi tempat dia jatuh, Riko terkulai lemas, tanpa sempat menutup sambungan teleponnya. Lelaki yang terluka cukup parah itu berusaha untuk tetap sadar hingga pertolongan datang.

Beberapa saat kemudian seseorang lelaki berjaket dan bertopi hitam serta menggunakan masker berwarna senada yang menutup hampir seluruh wajahnya, berjalan mendekati mobil hitam yang berada di dasar jurang. Meskipun jurang tersebut tidak curam tetapi mampu membuat mobil keluaran Amerika itu ringsek dan rusak parah.

"Syukurlah kamu cepat datang. Anton terluka dan sepertinya pingsan. Cepat keluarkan kami dari sini."

Riko langsung berucap kepada lelaki berjaket tersebut begitu menyadari kedatangannya. Lelaki tampan itu berusaha menggerakkan tubuhnya yang lemas karena banyaknya darah yang keluar.

Lelaki berjaket itu bergeming dan hanya menatap tajam Riko dan Anton. Tiba-tiba tangan lelaki itu mengambil pistol berperedam dari balik jaket dan mengarahkan moncong pistol tepat ke kepala mereka berdua.

Terdengar dua kali bunyi letusan, (masing-masing satu kali tembak) tanpa ada perlawanan dan tanpa disadari oleh keduanya. Kematian yang tragis.

Lelaki bertopi berlalu dari tempat itu dengan langkah santai sembari membuka masker di wajahnya, kemudian menelepon seseorang.

"Misi telah selesai!"