Kukira saat itu hanya kebohongan belaka, dan aku tidak lebih dari teman sekelasnya saja.
Kukira saat itu aku dimanfaatkan demi tujuan hidupnya, ternyata semua itu tidak benar!
Olivia benar-benar mengubah hidupku seperti sekarang ini.
Jika aku tidak bertemu dengannya saat itu, mungkin aku tidak pernah memiliki sesuatu yang sangat kusukai, sesuatu yang menjadi tempat ternyamanku, sesuatu yang tersembunyi di dalam diriku.
Aku bersyukur, sang pencipta mempertemukan Olivia denganku.
Dan ....
Entah kenapa ajaibnya aku memenangkan lomba yang seharusnya itu milik Olivia.
Sejak saat itu ....
Sejak saat mengenalnya ....
Aku menekuni dunia literasi tempat dirinya juga berada.
________
Waktu itu ....
Saat peserta sudah turun dari bus yang ditumpanginya, hanya tersisa dua gadis yang duduk di tengah. Beberapa guru yang menemani para peserta lomba pun turun tanpa menyadari kedua gadis yang masih tertinggal di bus itu.
Namun, tak lama setelah itu ....
"Olivia ..., kita sudah sampai. Olivia ... Olivia ...." Cynthia mencoba untuk memanggil gadis cantik yang ada di dekatnya tapi, dia tidak segera bangun, denyut nadinya lemah. Teman-temannya memang tidak menyadarinya dan mereka pikir kedua gadis itu tengah tertidur.
Untuk ke ruang perlombaan, seorang peserta harus bersiap minimal sekitar 30 menit, mereka punya waktu yang cukup karena telah tiba 2 jam sebelum perlombaan itu di mulai.
Sebenarnya, ada juga seorang anak lelaki yang polos yang masih tertidur di bus itu. Dia adalah anak kelas 3 SMP yang di mana ahli dalam bidang matematika. Begitu sadar bus berhenti dan sang senior yang merasa tertinggal di bus, dia segera beranjak untuk keluar tapi, dia mendengar seorang gadis dengan nada sedih yang memangggil temannya ....
Dia menoleh ke arah gadis itu.
"...!?" Dia pikir tidak bisa mengabaikannya, dan saat melihat arlojinya, masih ada banyak waktu untuk sampai tepat waktu ke perlombaan.
Sang senior pun menghampirinya, "Ada apa?" dan dia bertanya untuk memastikannya.
Sang gadis yang tengah panik ini menatap seorang anak lelaki yang bertanya padanya dengan memasang ekspresi sangat cemas, "A-a-ah, i-itu, tidak apa-apa." Dia tergugup ketika hendak menjelaskan. Dia bukan tidak mau menjelaskan keadaan yang sebenarnya tapi, karena dia telah berjanji pada Olivia untuk tidak mengatakan apa pun pada siapa pun.
Namun, anak lelaki yang ahli matematika itu memandang gadis yang tengah tertidur lemas dan pucat, kemudian dia menyentuh tangannya.
"E-eh, apa yang kau lakukan!?" Cynthia hendak memprotesnya, bukankah menyentuh tangan seseorang tanpa izin itu namanya tidak sopan!?
Anak lelaki itu, bukan menyentuhnya tanpa sebab, dia sedang memeriksa denyut nadi Olivia yang tengah tertidur, "Sangat lemah!" gumamnya yang sempat berseru dengan nada lirih.
Dalam hati Cynthia yang mengetahui orang tidak sembrono ini berkata, "Orang ini ... terlihat begitu peduli, dan pengertian. Tapi, tidak semua hal harus diungkapkan, terkadang ada hal yang perlu dirahasiakan terlebih lagi ... Olivia belum berterus terang padaku."
'Olivia ..., apa yang terjadi padamu ...?'
Sang anak lelaki itu kemudian menyingkirkan tangannya setelah benar-benar memeriksa keadaan Olivia. Dia adalah anak lelaki berkacamata yang kini langsung membenarkan kacamatanya dengan salah satu tangannya itu.
"Anak ini ... tidak akan bisa ikut lomba." Celetuknya dengan sangat yakin.
"...." Cynthia bergeming saat mendengar perkataan seniornya itu, dia sudah tahu kalau Olivia tidak baik-baik saja.
Lalu, sang anak lelaki itu menambahkan perkataannya lagi, "Percuma meskipun kau mencoba untuk memanggilnya, dia tidak akan bangun ...."
Mendengar perkataannya itu, membuat Cynthia membelalakkan matanya yang menunjukkan dirinya terkejut, 'Itu artinya ....'
"Denyut nadinya sangat lemah, dan dia bukan tertidur biasa ...." Tambahnya lagi.
"...."
Namun, anak lelaki itu peka dengan ekspresi kekhawatiran Cynthia pada Olivia, setelah mengatakan itu, dia meninggalkannya begitu saja.
"...!?" Cynthia pikir seorang senior ini akan menolongnya tapi, kenapa terlihat seperti mengabaikannya?
Cynthia bertanya-tanya pada dirinya sendiri, dan mulai bingung dengan keadaan tidak biasa ini, "Oi,oi, ini bukan mimpi, kan?" dia bahkan sampai menepuk-nepuk pipinya.
Sang senior yang melangkah menjauhinya itu mulai turun dari bus, dan Cynthia yang memperhatikannya mencoba untuk mengejarnya. Dilihat dari keadaan Olivia yang sangat lemah dan memprihatinkan itu, pasti tidak baik-baik saja.
"...!!" dia perlahan teringat dua perkataan Olivia untuk terakhir kalinya, "Kita tidak punya banyak waktu," dan "Waktuku tidak banyak" ... itu sebabnya dia menyerahkannya padaku?
'Ini bukan kebetulan, kan?'
Cynthia mengejarnya! Mengejar seseorang yang telah mengetahui dirinya dan Olivia yang telah tertinggal di dalam bus, "Tunggu!!" dia sempat berteriak untuk menggapainya.
Sang anak lelaki yang merasa dipanggil oleh gadis yang pernah dikenalnya barusan itu, segera menghentikan langkah kakinya kemudian menoleh ke arah gadis yang memanggilnya dengan penuh ekspresi kecemasan.
"Ng?"
"Mas, itu tadi ...."
"Ah, memangnya apa tidak masalah kau meninggalkan temanmu?" tanya seorang anak lelaki itu untuk memastikan perasaannya.
"Entahlah aku tidak tahu juga. Tapi, kupikir kamu tahu sesuatu ...." Kata Cynthia dengan agak ragu dan sempat memalingkan wajahnya ke arah lain, "Kupikir kamu juga akan panik atau berusaha memanggil guru untuk mengurusnya."
"Hmm?" gumam sang anak lelaki itu yang kini memandang heran Cynthia yang dipenuhi dengan kecemasan, "Apakah temanmu meminta hal yang seperti itu sebelumnya? Jika dia tidak menginginkannya, maka kau tidak perlu repot-repot melakukan hal yang tidak dia butuhkan." Jelasnya dengan sikap agak dingin tapi, perkataannya itu benar juga.
'Selama ini Olivia hanya memintaku untuk memenangkan perlombaan ini, bukan untuknya melainkan untukku ..., benarkah semua ini? Dan, bolehkah aku melakukan ini? Rasanya seperti aku orang yang jahat yang sedang merebut tempatnya.'
Ketika sudah tidak ada yang dikatakan lagi, sang anak lelaki itu pun segera melanjutkan langkah kakinya untuk ke tempat lomba tapi, Cynthia tidak membiarkannya pergi begitu saja.
'Apa yang sebenarnya olivia butuhkan?'
"Oh, ya, apakah mas sudah sering mengikuti lomba?" tanya Cnythia memastikan karena anak lelaki yang setahun lebih tinggi tingkatannya ini terlihat sangat tenang.
"Sering, dan ini ketiga kalinya." Jawabnya dengan singkat.
Itu artinya ....
Mungkin, senior juga sering menemukan anak yang bermasalah seperti Olivia.
Lalu, sebelum mereka berpisah dan masuk ke ruangan masing-masing, sang anak lelaki itu berkata, "Jika kau tidak sanggup untuk mengikutinya maka kau cukup meninggalkannya. Jika benar-benar mengikutinya, maka lakukanlah dengan sungguh-sungguh!" Setelah mengatakan itu, dia pun segera melambaikan tangan dan meninggalkannya.
Anak lelaki yang tenang itu melangkah tanpa keraguan.
"Lakukanlah dengan sungguh-sungguh, ya?" gumamnya pelan sembari menundukkan kepalanya saat memikirkan hal tersebut.
'Tidak apa-apa kah aku meninggalkan Olivia sejenak di sana?'
'Dia tiba-tiba saja datang di kehidupanku dan seenaknya saja mengatakan hal yang terdengar tak biasa di telingaku, dan menitipkan sesuatu padaku.'
'Olivia, aku akan mencoba mempercayaimu, dan melakukan hal ini dengan sungguh-sungguh seperti yang dikatakan oleh anak lelaki itu.'
'Dia menyadarkanku! Dari kebimbangan ini ....'
****