"Jika kau tidak sanggup untuk mengikutinya maka kau cukup meninggalkannya. Jika benar-benar mengikutinya, maka lakukanlah dengan sungguh-sungguh!"
"Lakukanlah dengan sungguh-sungguh, ya?"
'Tidak apa-apa kah aku meninggalkan Olivia sejenak di sana?'
'Dia tiba-tiba saja datang di kehidupanku dan seenaknya saja mengatakan hal yang terdengar tak biasa di telingaku, dan menitipkan sesuatu padaku.'
'Olivia, aku akan mencoba mempercayaimu, dan melakukan hal ini dengan sungguh-sungguh seperti yang dikatakan oleh anak lelaki itu.'
'Dia menyadarkanku! Dari kebimbangan ini ....'
****
Beberapa jam kemudian, lomba pun dimulai. Cynthia tidak datang ke ruang lomba menggambar desain batik melainkan ke lomba penciptaan puisi. Dia sudah mengantongi izin dari Olivia untuk menggantikan dirinya, dia akan melakukannya dengan sungguh-sungguh seperti yang Olivia harapkan. Meski sempat membuat sang guru bahasa Indonesia yang mendampinginya terkejut saat Cynthia menjelaskan keadaannya tapi, Cynthia mencoba untuk melangkah maju dan memiliki ambisi untuk memenangkan perlombaan itu.
Sang guru yang mengetahuinya pun panik dan segera menghampiri Olivia di bus, seketika gadis puisi nan cantik jelita itu dibawa ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan.
'Siapa sosok Olivia sebenarnya?'
Saat waktu perlombaan dimulai, Cynthia yang tadinya merasa terhanyut dalam kata-kata yang dicurahkan Olivia dalam puisinya itu mulai mempertajam konsentrasinya dan memfokuskan dirinya pada setiap perkataan yang tercurah layaknya seorang penulis aslinya.
Memang tidak semua orang yang menulis puisi itu percaya diri, dan terkadang lebih memilih untuk tidak membacanya di depan juri dan hanya menjelaskan isi dari tema puisi yang telah mereka tuliskan sesuai ketentuannya. Tapi, gadis yang awalnya pemalu ini tanpa ragu membaca puisinya sekaligus. Dia bukan mencari sensasi atau mencoba mengacaukan semuanya tapi, dia ingin menyampaikan semua yang telah ditulis gadis puisi nan cantik jelita itu.
Setelah dia melakukannya, beberapa saat kemudian, dia langsung keluar ruangan ....
Dia sempat terharu dan juga menangis, dia menuju ke toilet untuk menenangkan dirinya. Di dalam hatinya tersimpan keinginan yang besar untuk memenangkan sebuah perlombaan.
Dia juga sempat berkata dalam hatinya, "Jika aku mempercayainya kemudian aku tidak menang, berarti Olivia benar-benar omong kosong!! Dan dia orang yang mencoba untuk menjebakku sekaligus menurunkan semangat juangku dalam dunia menggambar, saja."
Dia sempat mengepalkan tangannya kemudian membenturkannya ke tembok dengan pelan. Dia merasa sedikit kesal dengan hal ini.
Begitu sudah merasa sedikit tenang, dia mencoba untuk melihat-lihat ruangan yang dipakai untuk lomba desain "...!!"
Dia sempat terkejut saat melihat beberapa melihat beberapa desain garapan para peserta lomba yang tampak indah di matanya, sangat indah, bahkan membuatnya terpukau. Tapi, dia juga merasa minder karena desain yang dia buat itu berbeda jauh dengan ekspektasinya.
Di dalam sana ada seorang anak lelaki yang merupakan orang seperjuangannya saat bimbingan, mungkin dia adalah satu-satunya harapan di sekolah untuk memenangkan perlombaan desain sesuai tingkatannya tapi, saat dia melihat dari kejauhan, desain yang telah ditorehkan di kertasnya itu ... terasa sangat beda jauh dengan desain beberapa orang yang telah dia lihat.
Dia merasa, teman seperjuangannya dan dirinya yang kini mulai pesimis itu tidak akan menang.
Lalu, dia kembali ke ruangan lomba puisi tadi, sayangnya lomba puisi itu berurutan dan dia yang melihat para peserta silih berganti yang menunjukkan performanya. Tapi, saat dia mencoba merasakan kata-kata yang disampaikan oleh para peserta tersebut, dia belum pernah menemukan karya yang bisa menaklukkan dirinya seperti milik Olivia.
Entah kenapa rasanya jauh berbeda.
Cynthia pun berkeliling ke tempat lainnya melihat-lihat bidang lomba lain, dan dia menemukan seorang anak lelaki yang merupakan senior yang telah di sapanya. Sang anak lelaki itu berada di depan ruang lomba matematika, dia telihat santai sambil membaca buku. Lalu, Cynthia yang masih penasaran ini kembali menghampirinya, "Masih belum mulai kah lombanya?" tanyanya memastikan.
"...!" Sang senior pun segera mengangkat wajahnya yang tadinya tertunduk membaca buku, kini menatap sunggguh-sungguh gadis yang menyapanya, "Kau lagi."
"Ehehehe," Cynthia hanya bisa tertawa kecil untuk mengurangi rasa cemasnya. Dia berpikir, sepertinya senior ini sangat baik, bahkan dia tidak sungkan untuk duduk di dekatnya.
Saat melihat ke ruangan yang ada di belakang mereka ..., terlihat para peserta lomba yang masih belum beranjak dari kursi panasnya.
"...?"
Kemudian dia menatap heran sang senior dengan penuh tanda tanya, 'Jangan-jangan dia tidak ikut lomba?'
Sang anak lelaki yang merasa belum menjawab pertanyaan dari sang gadis yang menghampirinya ini segera menutup bukunya, lalu menjawabnya dengan sejujur-jujurnya, "Aku sudah selesai mengerjakannya duluan."
"Eh!?" celetuk Cynthia yang menandakan dirinya terkejut saat mendengar perkataan sang anak lelaki tersebut. Dia sempat berpikir kalau anak lelaki yang dia temui ini adalah senior yang jenius.
"Kau sendiri bagaimana?" sang senior pun berbalik bertanya padanya, "Ah, ya, aku juga sudah selesai."
"Oh," sang senior pun teringat dengan perkataan yang telah dilontarkan sebelumnya.
*Jadi, seperti itu.
Mereka kemudian berbincang-bincang cukup lama dan saling memuji satu sama lain karena selesai mengerjakan lomba duluan. Tapi, ranahnya berbeda, jika peserta lomba puisi itu berdasarkan urutan, sedangkan peserta lomba matematika ini berdasarkan kecepatan.
Beberapa jam pun berlalu dan itu membuat mereka berdua cukup lapar.
Suasana di tempat perlombaan pun sepi, mungkin tidak lama lagi, pengumuman pemenang itu segera dibacakan.
Siapa saja yang akan mendapatkannya ...?
Dia benar-benar menantikannya bersama dengan seorang anak lelaki yang ada di dekatnya.
Lalu ....
Yang dinanti-nanti akhirnya tiba!!
Sang senior yang ada di dekatnya itu memperoleh juara 1 lomba matematika. Memang benar dia anak yang cerdas.
Dan ....
Saat giliran pembacaan pengumuman pemenang lomba puisi, jatuh kepada .... "Cynthia"
"...!!"
'Eh, apa itu benar-benar diriku?'
________
To be Continued