Chereads / Shousetsuka ni Mainichi ga Muzukashii / Chapter 9 - Harapan Terakhir Seorang Teman Bagian 2

Chapter 9 - Harapan Terakhir Seorang Teman Bagian 2

Setahun pun berlalu, kondisi Olivia benar-benar sangat parah. Ibu dan ayahnya yang melihat anaknya terbaring lemah karena penyakit yang dideritanya itu begitu sedih dan sering menyalahkan dirinya sendiri karena tidak bisa menjaganya dengan baik.

Olivia pun sering berkata kalau waktunya tidak lama lagi, apakah itu artinya ... dia akan meninggalkan dunia ini dengan cepat?

Olivia sangat meyakini hal itu, karena dia sudah melihat dirinya sendiri saat deja vu, dan dia bilang dengan sungguh-sungguh, 'Mungkin itu saat setelah aku menyelesaikan semua novelku.'

Olivia senang kalau Cynthia bersedia menjadi penulis sepertinya, dia senang jika dirinya bisa dijadikan motivasi, dia senang orang lain tergerak dan mengikuti jejaknya.

Dan ....

Di saat-saat novel yang dia tulis itu mendekati akhir, hidup Cynthia pun juga mendekati akhirnya, lalu ... untuk bab terakhirnya, dia meminta Cynthia untuk menulisnya.

"Tolong Cynthia, satu-satunya orang yang bisa meneruskan ini, adalah dirimu. Maaf selama ini aku selalu meminta tolong padamu ...."

"Olivia, tapi kemampuanku belum sebaik dirimu ...." Ucap Cynthia cemas dan ragu saat melihat Olivia yang hanya bisa terbaring di kasur rumah sakit.

"Aku pikir kau bisa, dan percayalah! Aku akan selalu bersamamu ...."

Tangan Olivia semakin kecil dan terasa seperti memegang tulang saja, keadaannya yang parah tidak menjamin dirinya untuk melakukan operasi.

Cynthia yang pernah ingat perkataan Olivia, waktunya akan segera berakhir ....

Mungkin itu saat dia akan menyelesaikan bab novel terakhirnya?

"Olivia, tolonglah!" ucapnya lirih dan semakin pelan, hanya Cynthia yang bisa mendengar kata-katanya itu. Olivia meminta tolong hal tersebut, bukan karena dirinya menginginkannya melainkan para pembaca menantikan kisahnya.

Dengan berat hati dan dipenuhi rasa sedih, akhirnya Cynthia membantu untuk mengetiknya, lalu dia membacakan hasil ketikan itu di samping Olivia dan seorang penulis aslinya ini membenarkan beberapa kata-kata yang kurang sesuai.

Alasan lain Olivia melakukan ini adalah untuk membimbing Cynthia yang terakhir kalinya.

Lalu, begitu kisah novel yang telah dia tulis benar-benar tamat, Olivia menitipkan kata-kata terakhirnya pada Cynthia.

"Cynthia, apa kau sekarang juga suka menulis?" tanya Olivia sambil memasang senyum lembutnya.

"Um, ya, sekarang suka, karena aku bisa menulis bersamamu. Kurasa kau hanya teman sekelasku, dan tak kusangka kau penulis terkenal." Jelas Cynthia yang menyimpan sedikit rasa iri di hatinya, "Pantas saja saat itu kau sangat yakin kalau dirimu menang." celetuk Cynthia dengan optimisnya.

"Dengan kemenangan yang telah kau dapatkan, kini kau bisa meyakinkan orang tuamu, kan?" tanya Olivia pada Cynthia sekali lagi.

"Ya, saat itu ibuku sangat senang. Aku juga bilang kalau aku tidak ikut lomba menggambar, aku jadi ikut lomba membuat puisi. Lalu, sejak saat itu ..., aku mencari tahu tentang dirimu, aku tergerak menjadi penulis berkat dirimu. Aku belajar di dunia literasi dan suatu saat kan ku kejar dirimu. Tapi, levelmu sangat tinggi, jauh ... sangat jauh, dan begitu jauh jarak yang harus kulalui saat mengejarmu. Entah kenapa bisa seperti itu? Padahal kita begitu dekat." Tanpa sadar Cynthia yang pemalu itu sudah berkata banyak hal.

"E-eh, maaf Olivia, aku terlalu banyak bicara."

"Eh, ya, tidak apa-apa," jawab Olivia sambil memasang senyum santainya. "Tapi, aku senang setelah menulis bersamamu. Oh, ya, kamu tidak lupa menulis judulnya sebelum skripnya dikumpulkan, kan?"

"Ya, sudah, kok." Jawabnya singkat.

"Terima kasih." Ucap Olivia dengan lembut.

"Sama-sama."

Merasa dirinya sudah cukup lama mengunjungi Olivia, dia akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah, tujuan dia melakukannya agar Olivia memiliki waktu lebih banyak untuk beristirahat.

Saat itu Cynthia tidak pernah tahu kalau itu adalah saat terakhirnya bertemu dengan Olivia.

****

Keesokan harinya, Cynthia berkunjung ke rumah sakit tempat Olivia dirawat bersama sahabatnya, tapi ....

Ruangan itu tampat gelap dan kosong, biasanya ada beberapa perkakas yang ada di sana seperti selang infus dan monitor. Tapi, kali ini dia tidak melihatnya sama sekali, bahkan dia tidak melihat batang hidung gadis cantik yang dia cari.

"Benar ini kan, ruangannya?" tanya seorang sahabatnya untuk memastikan.

"Iya, benar ini, kok." Dia tidak ingin berpikir buruk terlebih dahulu, 'Ah! Apa mungkin Olivia sudah sembuh dan keluar dari rumah sakit, ya?' kini tinggal menyambutnya!!

Saat dia berbalik dan meminta sahabatnya mengikutinya, tiba-tiba di lorong rumah sakit yang sepi itu, dia bertemu dengan ayah dan ibunya Olivia.

Muka ayahnya terlihat agak berantakan dan matanya bengap, dia memeluk istrinya lalu meninggalkannya, ibu Olivia menangis dengan air mata yang deras berlinang di pipinya saat melihat suaminya meninggalkannya itu .

'Ini aneh!'

Akhirnya Cynthia mencoba untuk menghampirinya.

Dan ....

Di sana ada sebuah peti yang dibawa oleh para petugas medis yang tak lain adalah sebuah peti mati yang berisi jasad Olivia.

"...!!"

Saat mengetahuinya, air mata Cynthia berlinang deras dan sederas-derasnya dia menangis. Dia juga tidak menyangka kalau kemarin adalah hari terakhirnya dia bersama ....

Ibunya Olivia menjelaskan kalau Olivia menghembuskan napas terakhirnya satu jam setelah Cynthia meninggalkannya.

Dan sebelum itu ....

Dia menuliskan surat yang diberikanCynthia.

Cynthia merasa sangat sedih dan batinnya serasa sesak hingga dia tergagap saat membaca surat yang ditinggalkan Olivia.

Air matanya tidak berhenti berlinang bahkan sampai merembes ke surat yang dia pegang.

Sulit sekali rasanya melepaskan kepergiannya, sosoknya adalah panutan dirinya.

Di dalam surat itu, Olivia meminta Cynthia agar tidak terlalu larut dalam kesedihan, walaupun dirinya sudah tidak ada di sisinya lagi, dia berjanji akan selalu bersama, karena 'Teman'

Dan Olivia meminta Cynthia percaya diri mulai sekarang, dia yakin Cynthia bisa mewujudkan mimpinya jika terus mengasah dirinya, dan dia mempercayakan tekad apinya pada Cynthia.

'Selanjutnya, giliran dirimu ..., Cynthia.'

________

To be Continued