Chereads / Shousetsuka ni Mainichi ga Muzukashii / Chapter 16 - Masa Lalu Fitria Bagian 1

Chapter 16 - Masa Lalu Fitria Bagian 1

"Selanjutnya, Author Mawaru akan memberi sambutan." Ucap sang MC yang mengarahkan mic nya ke Cynthia segera.

"E-eh, a-aku?" dia masih gugup dan bertanya-tanya harus mengatakan apa!?

'Eeeeeh, bagaimana ini!?'

________

Sang editor tampan itu tahu kalau penulis pilihannya itu masih gugup ketika hendak memberikan sambutan. Tapi, saat penulis yang pilihannya itu berani berdiri di panggung megah yang lebih tinggi darinya ....

Dia bersyukur, dia bangga ....

Telah memilihnya ....

'Untungnya penulis yang kupilih saat itu adalah dia, aku tahu dia punya potensi, dan pilihanku kali ini tidak pernah salah.'

'Seorang penulis dengan gaya yang unik dan pemaparan ceritanya yang luar biasa ....'

'Cerita yang lahir dari jiwa terpendamnya, dan aku bersyukur kalau penulis itu adalah dia.'

Sebenarnya, banyak fakta tentang editor Fitria yang jarang diketahui oleh orang lain bahkan dia hampir tidak dikenali oleh editor lainnya meskipun dia masih bekerja sebagai staff tetap dikantornya.

Karena ....

Editor Fitria adalah editor yang tidak pernah memiliki waktu untuk membimbing penulis, lebih tepatnya tidak ada penulis yang pernah dibimbingnya sebelumnya.

Hal itu sudah pertama kali terjadi semenjak dia melakukan penyuntingan naskah. Di mana para penulis yang menaruh naskah di kantor penerbitan itu seringkali melakukan kesalahan dalam tulisan ceritanya.

Bagi Fitria yang sudah pernah belajar menulis dan menyunting selama bertahun-tahun dan pencapaiannya di dunia literasi itu mendekati sempurna, kemampuannya bak dewa itu sulit sekali untuk menerima banyak kesalahan yang telah dilakukan oleh orang lain.

Di balik wajahnya yang bisa dibilang tampan itu, kepribadiannya sangat kalem dan pendiam walau terkadang dia terlihat seperti memandang orang sekitar dengan tatapan yang dingin.

Hal itu dimulai semenjak Fitria yang sudah lulus SMA ini memiliki pacar yang menyukai buku. Mereka kuliah bersama dan saking cintanya dengan buku melebihi cintanya pada Fitria, sang pacar ingin sekali membuat buku yang sesuai dengan dirinya. Jiwa penulis yang terpendam di dalam dirinya pun lahir dan dia mulai menuangkan tulisan hari demi hari di dalam secarik kertas.

Tapi, begitu dia menunjukkannya pada Fitria waktu itu ....

"Fitria ...!!" seru sang pacar memanggilnya dari kejauhan, dia berlari kecil menghampirinya dengan ceria.

"Eh, apa?" tanya Fitria dengan wajah datarnya.

Fitria berkata dalam hati, 'Ada apa dengannya? Tumben dia terlihat begitu senang?'

"Lihat! Lihat ini! Aku membuat cerita sendiri!" ucapnya dengan begitu ceria dan dia terlihat begitu manja berharap ingin dipuji Fitria.

"Bagaimana?" tanyanya memastikan dengan ragu-ragu saat Fitria menerima beberapa lembar cerita yang dia tuliskan.

Dalam hati Fitria berkata, 'Ini ...!' jujur saja tulisan pacarnya sangat parah tapi, Fitria tidak ingin menyakiti hati sang pacar, dia mencoba memujinya untuk pertama kalinya, "Hmm, lumayan bagus, kok. Kamu bisa melanjutkannya."

"Yeeeeaaaaay~!!"

Dia berpikir, andaikan saat itu dia jujur pada sang pacar mungkin hubungannya akan berjalan mulus dan tidak membahayakan dirinya.

Fitria bukanlah orang yang berada di Jujuran sastra bahasa maupun tidak pernah ikut ekstrakulikuler di bidang literasi sebelumnya. Tapi, melihat sang pacar adalah seorang kutu buku, dia mulai mencari beberapa sumber literatur. Terutama, sang pacar yang sekarang sudah menulis sebuah cerita tapi, tulisannya sangat parah. Dia tahu, pacarnya tidak pernah mencari sumber literasi dan hanya tergila-gila pada buku.

'Hah~' kejujuran itu benar-benar hal yang sulit untuk Fitria lakukan.

Saat itu, dengan sangat perhatiannya, Fitria sedikit demi sedikit mencoba untuk memberikan beberapa buku yang sekiranya bisa pacarnya gunakan untuk membuat ceritanya agar tampak lebih berkembang. Sang pacar pun senang karena Fitria memperhatikannya.

Tapi, semua itu menjadi hal yang sia-sia ....

Secara alur yang telah disampaikan, cerita sang pacar itu bagus namun, tidak benar-benar rapi secara keseluruhan, banyak orang di kelasnya yang memujinya.

Rupanya ....

Sang pacar menulis bukan bersungguh-sungguh menjadi penulis melainkan ingin mendapat ketenaran untuk ceritanya. Fitria berharap pacarnya tidak salah jalan, dan salah dia sendiri ... 'Kenapa waktu itu aku memujinya, ya?'

'Harusnya dia diberi masukan supaya tidak seperti itu.'

Hal yang dia sukai kini menjadi hal yang dia benci.

Saat itu, sang pacar yang sudah menggandrungi popularitas di perkuliahannya mulai memberanikan diri untuk membawa naskahnya ke penerbit.

Tapi ....

"Eh, kau benar-benar akan menyerahkannya ke penerbit?" tanya Fitria dengan ekspresi tidak percaya.

"Iya," jawabnya dengan optimis.

"Kenapa?" dia kemudian bertanya balik karena Fitria terlihat kurang yakin dengan dirinya.

"E-eh, tidak apa-apa, sih." Jawab Fitria dengan ragu.

"Bukannya karyaku ini sudah bagus?" gumamnya dengan tidak yakin karena melihat Fitria dengan ekspresi yang kurang meyakinkan itu.

"Um~ udah kok, udah. Semoga berhasil." Jawab Fitria sambil tersenyum lembut padanya. Fitria tadinya hendak bertanya bagaimana referensi bacaan yang telah dia berikan? Tapi, dia rasa itu adalah hal tabu yang ditanyakan pada pacarnya.

Ya, tentu saja.

Seseorang yang merasa bangga dengan pujian, dan merasa popularitas ada di atas segalanya, tidak butuh mempelajari sesuatu yang membuat dirinya membuang-buang waktunya.

Daripada jujur itu menyakitkan, lebih baik berbohong untuk menyenangkan hatinya ....

Dia benar-benar puas.

Namun, itu menghancurkan dirinya, harapannya seketika sirna ketika naskah sebanyak ratusan halaman yang telah dia tulis itu ditolak secara mentah-mentah.

Memang bukan suatu perkara yang sepele, namun dia terlalu meremehkan.

Dia pikir, hanya dengan mencakup popularitas di suatu tempat itu berarti bisa juga menjadi modal bagi dirinya untuk terus menjadi bintang. Kenyataannya penerbit itu keras, mereka lebih mengutamakan kualitas naskah.

Kata-kata yang menggema di hati Fitria masih sama, 'Andaikan saat itu aku jujur padanya ....'

Sang pacar sempat tidak terima bahwa naskahnya yang bisa dibilang masih buruk itu ditolak oleh penerbit, dia menghamburkannya tepat di jembatan dan hendak membuangnya ke sungai ....

Semua, apa yang telah dia tulis, dia tidak mencintai cerita dalam buku lagi walau sebenarnya ada banyak buku serial yang ingin dia beli.

Fitria mencoba menghubungi sang pacar yang depresi tapi, nahas!!

Sang pacar yang ingin menghamburkan berlembar-lembar naskahnya itu, malah jatuh tersungkur ke sungai juga!

"Aaaaaargh!!!!!" teriakan itu, teriakan seseorang dari kejauhan itu terdengar sangat familiar di telinga Fitria.

"Itu!!" Fitria bergegas untuk menghampirinya, tapi ....

Sudah terlambat!!

Pacarnya telah jatuh terbentur palang jembatan dan tersandung batu kecil lalu jatuh ke sungai.

Dan ....

Di duga setelah penolakan naskah oleh sang editor malam itu, pacarnya Fitria habis minum bersama teman-temannya yang merasa putus asa sama seperti nasibnya (*Namun, beda perkara)

Karena waktu itu, satu jam sebelum Fitria menghubungi pacarnya, teman kuliahnya sempat memposting bar tempat mereka minum (*Temannya sang pacar itu cowok dan dia juga temannya Fitria).

"...!!" Fitria pun kaget dan mengomentari postingan milik temannya, dia baru tahu kalau pacarnya seperti itu.

Ya, ini memang problema anak remaja dewasa.

Fitria kecewa dengan sikap keegoisan sang pacar, dan dia juga kecewa pada dirinya yang tidak bisa jujur dalam hal mengungkapkan sesuatu.

Bukan maksud dia jahat karena tidak jujur tapi, dia takut perkataannya itu menyakiti orang lain.

'Dia ... melangkah dengan cara yang salah ....'

'Apa mungkin aku terlalu membiarkannya, ya?'

'Atau mungkin sebenarnya dia sangat membutuhkan perhatianku ...?'

****