Chereads / Shousetsuka ni Mainichi ga Muzukashii / Chapter 20 - Masa Lalu Fitria Bagian 5

Chapter 20 - Masa Lalu Fitria Bagian 5

Sudah berapa tahun berlalu sejak saat itu ....

Dia masih belum melupakan tragedi yang membekas di ingatannya.

Dan juga semenjak saat itu hingga dirinya menjadi editor tetap di kantor penerbitan mayor ini, pacarnya belum terbangun sama sekali dari koma.

Sempat tersirat kata seperti ini dalam hati Fitria, 'Kapan ya, ada seorang penulis yang benar-benar memahami kaidah penulisan?'

Dia masih mengingat beberapa naskah dengan tulisan berantakan yang disuntingnya, entah mengapa dia tidak pernah menemukan penulis dengan tulisan serapi mungkin tanpa harus dia menyuntingnya terlalu lama ....

Mungkin suatu saat nanti ....

'Mungkin ada tapi, rasanya itu sangat jarang.'

****

Biarpun dia bekerja di kantor itu dan sempat berkenalan dengan editor lainnya, sekaligus editor yang baru direkrut, Fitria adalah editor yang kurang ramah. Namun, dia menyadari ... seseorang yang bekerja di kantor yang sama dan orangnya begitu santai.

Sebut saja orang yang menjadi editor di dekat meja kerjanya itu adalah seorang maniak otaku yang terkadang di sela-sela dia telah mengerjakan tugasnya dari sang bos, dia menonton anime di laptopnya.

Terkadang Fitria merasa heran dan agak iri, kenapa walaupun orang ini juga sama-sama editor tapi, dia kerjanya sangat santai sekali? Tidak seperti editor lainnya terutama sang manager yang kerjanya merekrut karyawan baru tapi kesannya sinis.

*Fitria pernah berada di posisi sebagai karyawan baru itu, sungguh masa-masa yang kelam beberapa tahun silam.

Dia sempat mencuri-curi pandang ke arah editor yang cukup santai yang ada di dekatnya itu.

"...." Sampai akhirnya sang editor yang cukup santai itu memalingkan pandangannya dari laptopnya ke arah Fitria kemudian menatapnya lekat-lekat.

Tentu saja editor yang tidak ramah dan dirasa memiliki aura yang cukup suram ini seketika memasang wajah kaku ketika ditatap balik oleh seseorang yang dia perhatikan.

Ah~ rasanya cukup tegang dan kaku.

Tapi, sang editor yang cukup santai itu perlahan tersenyum lembut pada Fitria, dan bertanya, "Hei, apa kau membutuhkan sesuatu?"

"Eh, tidak ada ...." Hmm, entahlah namanya siapa juga Fitria tidak ingat! Selama ini yang dia ingat hanyalah manager, bos, dan menyunting naskah.

"Hmmm ...." Tatap sang editor yang cukup santai itu lekat-lekat pada Fitria.

Kemudian Fitria mencoba menyibukkan diri kembali dengan membuka beberapa naskah yang belum disuntingnya.

"Kalau begitu semangat!" saking ramahnya, dia mencoba memberi kata-kata yang dapat menguatkan diri Fitria, tentu saja sambil mempertahankan senyum lembutnya.

"Ya, terima kasih." Fitria hanya bisa menjawabnya dengan singkat.

Sang editor yang cukup santai itu sempat berkata dalam hatinya, "Dingin sekali orang ini, padahal jarak kita cukup dekat. Nama dia 'Fitriansyah, ya?' Hmm ... Fitria ... seperti nama perempuan."

Berlanjut ke keesokan harinya ....

Saat itu, Fitria merasa pekerjaannya cukup melelahkan.

Dan entah kenapa hanya hari itu, Fitria merasa jauh lebih lelah daripada biasanya.

"...."

Sang editor yang cukup santai itu juga memperhatikan rekan kerjanya yang sangat lesu. Dia ingin sekali bercakap-cakap sambil menanyakan kabarnya tapi, dia rasa hari ini adalah pengecualian.

Tapi, di dalam benak Fitria masih tersirat pertanyaan, 'Kenapa orang ini kerjanya cukup santai?'

Ya, padahal mereka berada dalam ruangan yang sama.

Lalu, sampai pada akhirnya, bos mendatangi mereka berdua, dan memberikan naskah untuk mereka sunting.

"Fitria, ini untukmu!" seperti biasa, naskah yang diterima Fitria adalah naskah dari seorang penulis yang tulisannya berantakan sehingga dia harus menyuntingnya lebih lama.

"Ini untukmu!" Dan saat Fitria menengok, naskah yang diberikan oleh sang editor yang cukup santai itu dari para penulis yang tulisannya cukup rapi.

Sempat ada di dalam benak Fitria perasaan jengkel pada bos-nya yang membagikan naskah itu secara tidak adil, padahal porsinya sama.

Beberapa editor yang kebagian naskah yang cukup berantakan pun mereka sering mengeluh.

"Hah~" Fitria sempat menghela napas dengan lesunya kemudian dia kembali ke meja kerjanya dan mengerjakan tugasnya dengan segera.

Tapi, sekarang gantian si editor yang cukup santai itu yang mencuri-curi pandang melihatnya.

Fitria adalah orang cukup peka dan dia sempat merasakan aura dari seseorang yang menatapnya.

"Ada apa?" celetuk Fitria tiba-tiba dengan muka kakunya yang langsung menatap editor yang cukup santai itu, "Apa ada yang kau butuhkan?" dia bertanya balik dengan muka tidak ramah!

"Eh," editor yang cukup santai itu cukup kaget dengan sikap dingin editor yang ada di dekatnya tapi, justru sikap sedingin es itulah yang dia suka. Dia pikir, orang yang ada di dekatnya itu pasti orang yang cukup asyik sebenarnya.

"Ah~ tidak ada, kok." Jawab sang editor yang cukup santai itu dengan santainya.

"Oh, ya sudah." Fitria cuek seperti biasa dan dia kembali melanjutkan pekerjaannya.

"Sepertinya pekerjaanmu hari ini cukup berat, kenapa kau tidak mencoba untuk menyunting naskah dengan porsi sedikit saja?" ujarnya.

Tentu saja jika Fitria ingin menjadi editor yang baik dan yang terbaik maka dia harus melakukan banyak pekerjaan yang baik juga!

'Porsi sedikit?' Fitria merasa perkataan itu mencela harga dirinya. Bagi Fitria, orang lain yang mengatakan hal itu sama seperti mencela harga dirinya. Jauh sebelum masuk ke kantor penerbitan ini, dia adalah seorang karyawan baru namun, sudah berpengalaman dalam bidang menyunting naskah, dia juga banyak menghafal aturan kepenulisan, dan dia paham caranya menyusun kerangka cerita.

*Dia cukup pengalaman tapi, dia tidak mau diremehkan.

'Beginikah lingkungan orang dewasa?'

Ada rasa kesal tersendiri dalam hati Fitria, dia ingin sekali marah pada orang yang bilang seperti itu tapi, ini hanya soal pekerjaan jadi kalau dia marah-marah di sini akan memberikan kesan buruk pada semua orang yang telah melihatnya.

"Hmm, itu bukan urusanmu!" seru Fitria dengan serius.

"Oh~" sang editor yang cukup santai itu cukup terkesan dengan jawaban dingin yang dilontarkan Fitria.

Namun, dalam hati Fitria berkata, "Kau itu enak diberikan naskah-naskah yang sudah ditulis dengan bagus sehingga kau tidak usah menyuntingnya terlalu lama. Sedangkan aku!?"

Ternyata kinerja kantor penerbitan yang hanya besar nama dan gedungnya ini, begitu buruk! *Pikir Fitria yang sudah berkecil hati.

Fitria memang tidak pernah memperhatikan apa yang dikerjakan oleh orang sekitarnya.

Saat itu, di sore hari ....

Saat guratan senja menampakkan dirinya di ufuk barat yang terlihat di jendela kaca di ruang kerjanya ....

Perlahan beberapa orang hendak meninggalkan kantor, tapi–

Fitria .....

"Jyaaa~ kalau begitu aku pulang dulu, bye-bye Fitria!!" seru sang editor yang cukup santai pada Fitria. Setelah dia menutup laptopnya dan dia berdiri bersiap untuk pulang, tidak afdol rasanya apabila tidak menyapa rekannya yang terdekat.

"Ya." Tapi, Fitria menjawabnya dengan cukup dingin. Suara ketukan keyboard yang cukup cepat milik Fitria menunjukkan dirinya cukup memaksakan diri untuk sebuah pekerjaan ini.

Sang editor yang cukup santai itu pun cemas melihat Fitria yang seperti itu, bukannya dia segera pulang tapi, dia melihat rekannya yang bekerja secara ekstra hingga dirinya tertegun melihatnya.

Dia tidak memalingkan pandangannya sedetik pun, dan dia terus berdiam di tempat melihat Fitria.

Pikiran Fitria yang terus ditatap itu mulai tidak jernih, 'Katanya dia mau pulang tapi, masih di situ dan melihat ke arahku. Sebenarnya apa sih maunya orang ini!?'

Hingga jari Fitria menekan bilah spasi, untuk rehat sejenak dari ketikan cepatnya ....

". . . ."

Kini, keduanya saling pandang tanpa ada secercah keberanian untuk mengucapkan isi hati masing-masing.

________

To be continued