"Jyaaa~ kalau begitu aku pulang dulu, bye-bye Fitria!!" seru sang editor yang cukup santai pada Fitria. Setelah dia menutup laptopnya dan dia berdiri bersiap untuk pulang, tidak afdol rasanya apabila tidak menyapa rekannya yang terdekat.
"Ya." Tapi, Fitria menjawabnya dengan cukup dingin. Suara ketukan keyboard yang cukup cepat milik Fitria menunjukkan dirinya cukup memaksakan diri untuk sebuah pekerjaan ini.
Sang editor yang cukup santai itu pun cemas melihat Fitria yang seperti itu, bukannya dia segera pulang tapi, dia melihat rekannya yang bekerja secara ekstra hingga dirinya tertegun melihatnya.
Dia tidak memalingkan pandangannya sedetik pun, dan dia terus berdiam di tempat melihat Fitria.
Pikiran Fitria yang terus ditatap itu mulai tidak jernih, 'Katanya dia mau pulang tapi, masih di situ dan melihat ke arahku. Sebenarnya apa sih maunya orang ini!?'
Hingga jari Fitria menekan bilah spasi, untuk rehat sejenak dari ketikan cepatnya ....
". . . ."
Kini, keduanya saling pandang tanpa ada secercah keberanian untuk mengucapkan isi hati masing-masing.
Namun, Fitria yang terlalu serius memikirkan tentang lingkungan di sekitarnya semakin membuat kepalanya terasa berat, pandangannya pun mulai buram dan dia merasa dunia di sekitarnya berputar.
Dia sempat berkata di dalam hatinya, 'Eh, ada apa denganku?'
Sedangkan seorang editor yang menatap Fitria berkata dalam hatinya, 'Benar-benar ada yang aneh dengan dirinya, dia pun terlihat lelah dan semakin pucat.'
Perlahan Fitria yang merasa tak punya tenaga itu matanya terkatup-katup dan dia pun tampak seperti hendak bersandar ke kursinya tapi ... rupanya ....
Fitria telah ....
Sang editor yang ramah itu pun menyadarinya keanehan yang terjadi pada diri Fitria dan akhirnya dia mendekat dengan muka begitu panik, "Fitria ...!!"
"Fitriaaa!!"
Dia pun panik saat di ruangan ini hanya tinggal mereka berdua. Dia juga sempat mengoyak-oyak pelan tubuh Fitria. Tapi, tak ada jawaban sama sekali dari Fitria dan dia tidak sadarkan diri!!
Kini sudah dipastikan kalau Fitria ....
"Dia pingsan!!"
Nah gitu mau lembur!? Padahal kondisi badannya tidak sehat dan begitu sang editor ramah itu menyentuh kening Fitria, "Panas!!"
Dengan rasa iba-nya sang editor ramah itu mencoba membantunya. Tidak mungkin dia membiarkan orang sakit ada di dalam kantor ini! Kunci ruangan pun dibawa oleh Fitria karena dia sudah mengabari kalau dia hendak lembur. Sebenarnya di ruangan ini juga ada yang hendak lembur 1 orang namanya Icha, dia adalah gadis berkacamata dengan nama asli Annisa dan dia sedang menggarap sebuah proyek event yang acaranya minggu depan. Namun, saat sang senja di ufuk barat terlihat, orang yang bernama Icha tadi sedang keluar sejenak istirahat untuk membeli makanan di toko kelontong.
"...."
Sang editor ramah ini segera menelepon orang yang bernama Icha itu.
Beberapa menit kemudian ....
"Ke mana nih orang tidak diangkat?"
"...."
Akhirnya ....
"...!!"
CKLEEK!!
Pintu terbuka, dan ... "Anda belum pulang?" sapa sang gadis yang baru pulang dari membeli makanan beserta minuman untuk begadang.
"Icha!"
"Ng?" gadis yang masih seperempat baya itu langsung mengecek ponselnya yang sehabis berbunyi itu, "Ada apa–"
"Fitria ...."
"Eh!?"
Akhirnya kunci ruangan yang di pegang Fitria yang kebetulan ada di dekat laptopnya itu dititipkan pada Icha. Lalu, mereka hendak pulang bersama. Icha terlihat sopan pada editor yang terlihat ramah itu karena editor yang terlihat ramah itu masih lah atasannya.
"Apa aku perlu bilang tentang hal ini pada manager atau bos?" tanya Icha khawatir.
"Um ..., tidak usah! Biar aku yang bilang. Dah!" kata sang editor ramah itu dengan optimisnya.
"Baiklah." Icha hanya menurut apa katanya saja.
"Oh, ya, apa kau tidak takut untuk lembur sendirian?" tanya sang editor yang tampak ramah itu.
Icha pun menggeleng, "Tidak."
Kalau begitu berarti tidak masalah.
Akhirnya editor yang tampak ramah itu pulang sambil memikul Fitria yang pingsan di pundaknya. Dia dibantu dengan Icha yang kini membawakan barang-barangnya untuk menuju ke mobil.
Jauh sebelumnya, sebelum editor yang tampak ramah itu menelepon Icha, dia menelepon temannya yang bekerja agak dekat dengan kantor penerbit itu. Teman sang editor yang tampak ramah itu memiliki mobil dia berniat menumpang dengannya. Sebenarnya bisa saja dia menelepon temannya yang menjadi sopir taksi tapi takutnya rute yang dilalui cukup jauh saat ditempuh dan dia memilih menghubungi teman terdekat. Untung saja temannya juga mau menolongnya.
Dan ....
Saat itu temannya yang punya mobil pun datang dan menunggu di depan kantor penerbitan.
Begitu melihat mereka keluar ....
"Eh!?" matanya tertuju pada orang yang saat ini digendong oleh sang editor yang tampak ramah itu.
"Maaf, aku merepotkanmu lagi tapi, tolong, ya, temanku tampak kesulitan, dan dia masih termasuk juniorku juga. Oh, ya, perkenalkan gadis cantik ini juga juniorku namanya Icha." Jelas sang editor ramah itu dengan agak tergesa-gesa dan buru-buru membuka pintu mobil yang tengah lalu membaringkan Fitria dengan pelan di sana.
"Salam kenal." Dengan ramahnya sang gadis cantik itu menyapanya.
"Ya, salam kenal." Jawab temannya editor ramah itu tapi, dia segera memalingkan pandangannya pada orang yang dibaringkan ke dalam mobilnya ini.
"Itu temanmu?"
"Iya, itu temanku yang bekerja di dekat tempat mejaku tapi, dia (Firia) masuk setahun setelah aku. Dan dia (Icha) masuk 3 tahun setelah aku." Jelas sang editor yang tampak ramah itu.
"Gak loh, dia kan Fitriansyah!" serunya dengan muka heran.
"Oh, ya, kau mengenalnya?" tanya editor yang tampak ramah itu sambil memasang muka heran.
Setelah Icha memasukkan tas-nya Fitria ke dalam mobil (di dekat Fitria berbaring) dia segera pamit pada kedua orang ini untuk segera melanjutkan pekerjaannya yang masih terbengkalai di ruang kantor.
"Oh, ya, terima kasih Icha, dan jaga diri baik-baik!" editor yang tampak ramah ini tak lupa untuk berterima kasih dan dia juga memberikan saran untuk juniornya sekaligus, dia menitipkan kunci ruangan yang tadinya dibawa oleh Firia ke Icha.
"Ya, terima kasih kembali atas perhatian Anda." Jawab Icha dengan senyum ramahnya.
Kedua orang lelaki ini pun segera masuk mobil dan bergegas untuk pergi.
Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang karena editor yang tampak ramah itu meminta temannya untuk mengendarainya dengan cepat.
"Itu Fitiransyah kan?" tanya sang teman editor yang tampak ramah itu untuk memastikannya sekali lagi.
"Iya, benar, bagaimana kau tahu?" tanya sang editor yang tampak ramah itu balik.
"Tentu saja aku mengetahuinya karena Fitriansyah adalah teman kuliahku dulu. Eh, tidak, lebih tepatnya, dia adalah pacarnya temanku, Aini." Jelas sang teman dengan sejujur-jujurnya.
"Eh, berarti, kalian seumuran, dong? Kalau begitu aku juga ...."
________
To be Continued