Chereads / Shousetsuka ni Mainichi ga Muzukashii / Chapter 19 - Masa Lalu Fitria Bagian 4

Chapter 19 - Masa Lalu Fitria Bagian 4

Kesan pertama Fitria saat bekerja di kantor penerbitan mayor itu 'buruk' dan 'kurang nyaman' namun, karena itu adalah tempat yang Fitria inginkan maka dia melakukannya dengan sungguh-sungguh. Perlakuan pegawai senior yang sinis pada karyawan baru rasanya sangat pahit. Wajar jika mereka meremehkan Fitria karena masih baru, pasti di kantor penerbitan itu juga ada yang tidak suka dengan sosok kehadiran Fitria.

Terkadang sepulang bekerja, Fitria sering bertemu secara diam-diam dengan bos lamanya dan curhat tentang masalah di kantornya itu. Entah mengapa mereka tiba-tiba saja menjadi akrab. Mantan bos-nya hanya bisa berkata, "Yah~ begitulah yang namanya orang baru bekerja, semua diperlakukan layaknya masih belum punya kemampuan apa-apa. Kamu tidak usah mengambil hati, tetap merendah. Suatu saat nanti kamu pasti bisa menjadi senior seperti mereka. Tapi, ingat! Jangan memperlakukan junior sama seperti yang seniormu lakukan padamu!" dia menasehatinya.

"Ya, aku mengerti bos–"

"Oh, ya, aku sekarang bukan 'Bos-mu,' lagi dan kita dekat hanya sebatas rekan saja." Jelasnya dengan santai saat memotong perkataan Fitria yang tengah meresponsnya.

Melihat orang yang memiliki sikap tulus yang menjadi seorang atasannya sebelumnya, mata Fitria menjadi berkaca-kaca, padahal dia sangat sungkan walaupun sudah sedekat ini, dan dia tetap menghormati orang itu layaknya seperti masih atasannya. Bukan karena dia orang besar/orang ternama melainkan petuah yang sering orang itu sampaikan padanya membuat dirinya menjadi jauh lebih baik.

"Ka-kalau begitu aku memanggil Anda apa ...?" tanya Fitria dengan begitu gugup, "Hmm ... apa aku boleh memanggil nama kecil Anda ...?" tambahnya dengan ragu-ragu.

Mendengar Fitria yang bicara dengan begitu ragu membuat orang yang sebelumnya merupakan mantan bosnya itu tertawa begitu keras saat mereka berdua sedang bersantai di sebuah kafe.

"Ahahahahahaha~ hahahahaha~ ahahahahaha~"

"Tentu saja boleh!" dia berseru dengan memasang senyum lembutnya.

"A-ah, terima kasih–"

Masih dengan Fitria yang canggung dan sang mantan bosnya memotong perkataannya kembali, "Ah~ dan juga kau tak perlu secanggung itu, karena umurku ini masih lebih muda darimu ...."

"E-eeeeeh!! Beneran?" Fitria sedikit terkejut saat mendengarnya kemudian dia bertanya untuk memastikan hal itu.

"Iya, benar." Jawabnya serius.

Fitria sempat berkata dalam hatinya, 'Pantas saja dia terlihat begitu muda, riang, dan penuh tawa bahkan mukanya sama sekali tidak berubah saat seperti pertama kalinya aku masuk ke kantornya dulu.'

Ternyata, usianya 3 tahun lebih muda dari Fitria dan orang yang menjadi bosnya itu telah lulus kuliah di luar negeri jurusan sastra dan membuka kantor penerbitan swasta (tapi, sudah memiliki lisensi dan izin bangunan). Dia lulus dengan cepat karena merupakan orang yang memiliki beasiswa dan program sekolah akselerasi.

'Dia loyal dan ramah pada semua pekerjanya, dan tak kusangka dia orang yang hebat yang pernah aku temui ....'

Selain mendirikan kantor penerbitan, dia juga memiliki beberapa jaringan bisnis literasi di luar negeri.

****

Setahun berlabuh di kantor penerbitan mayor, Fitria sudah terbiasa dengan tetek bengek di sana. Kali ini segala macam kesulitan dapat dia atasi dengan baik, dia juga merasa jauh lebih baik dan diperlakukan dengan baik dari sebelum dia mulai bekerja di sana.

'Memang benar, kata orang itu ....' Dia masih teringat dengan sosok mantan bosnya.

Hari itu dia mengingatnya, dan mengetahui alasannya kenapa bosnya berkata seperti itu padanya? Karena dia juga merasakan hal yang serupa sebelumnya.

Roda kehidupan ini berjalan dengan terus berputar, seseorang tidak selamanya terus di atas, dan seseorang tidak selamanya terus di bawah. Jika kita bisa memutar roda kehidupan dengan baik dan benar maka akan semakin besar pula langkah kita untuk menjalani kehidupan tersebut. Namun, jika kita hanya terpaku pada keadaan, berdiam di tempat tanpa memiliki dorongan untuk memutarnya maka kita akan menjadi pasir yang hancur di sela-sela roda kehidupan itu.

Tak semua perkataan seseorang itu benar dan harus kita cerna, kadang kita juga harus memiliki rasa cuek pada mereka yang telah menginjak-injak harga diri dan martabat kita.

Kita tidak boleh goyah hanya karena kita direndahkan. Kita bukan orang kecil yang selamanya terus direndahkan. Cukup diam dan amati dari kejauhan bagaimana roda kehidupan itu berputar, dan tetap menjalani kehidupan sekonsisten mungkin.

'Kau harus optimis ...!'

'Dan, tetaplah yakin menjadi dirimu sendiri yang bisa memutar nasib dari roda kehidupan tersebut!'

Itulah kata-kata yang dia ingat dari seseorang yang pernah menjadi atasannya, dan dari kata-kata itu ... Fitria menjadi sosok yang sekarang ini.

Kala itu, ketika pertama kalinya dia diberikan tugas untuk membimbing para penulis yang mengikuti kelas menulis di suatu grup penerbitan ....

Jujur saja ...!! Fitria benar-benar kecewa dengan sifat penulis masa kini yang tidak jauh berbeda naskahnya dengan milik pacarnya itu. Bahkan banyak penulis yang tanda bacanya berantakan, tidak pada tempatnya. Fitria sering mengeluh saat mengoreksinya bukan karena dia kesulitan saat membenarkan beberapa naskah yang dia sunting melainkan sikap egois para penulis yang dibmbingnya yang telah atasannya pilih untuknya.

Dia juga sempat komplain ke atasannya saat ini kalau naskah seperti ini harusnya tidak layak untuk diterbitkan karena sang penulis enggan untuk diberikan pembenaran!

Tapi, para penulis yang naskahnya ditangani oleh editor Fitria ini juga berpikir bahwa editor di kantor penerbitan tersebut sangat egois dan beberapa penulis ada yang minta ganti editor.

*Ternyata menjadi editor itu melelahkan!!

Daripada diprotes kembali, akhirnya Fitria jarang membuka kelas menulis dan dia hanya fokus pada penyuntingan naskah. Dia tidak peduli seumpama editor lain juga mengkritik cara kerjanya, dia ingin setidaknya cerita itu ditulis dan dikemas sebaik maupun serapi mungkin sebagaimana sang pacarnya menyukai buku cetak waktu itu.

Sudah berapa tahun berlalu sejak saat itu ....

Dia masih belum melupakan tragedi yang membekas di ingatannya.

Dan juga semenjak saat itu hingga dirinya menjadi editor tetap di kantor penerbitan mayor ini, pacarnya belum terbangun sama sekali dari koma.

****