"Sementara saya tinggal di hotel," jawab Cakra sembari berjalan keluar dari rumah tersebut bersama dengan Deni dan Pak Ghofur.
"Apa kamu ada niatan ingin mencari rumah sewa?" tanya Pak Ghofur langsung.
"Ada," jawab Cakra dengan santai.
"Bagaimana kalau di tempat saya saja?" Pak Ghofur menawarkan dengan bersemangat.
Sontak saja Cakra langsung mengerutkan dahinya ketika mendengar tawaran yang mencurigakan itu.
"Maaf-maaf kalau Nak Cakra ini merasa aneh," ujar Pak Ghofur sembari menggaruk pelipisnya dan tersenyum canggung. "Soalnya begini … anak gadis saya itu, Asta yang tadi, selalu tinggal di sana. Dan sekarang ini, di sekitar sini sedang musim maling."
Cakra dan Deni mendengarkan dengan seksama cerita Pak Ghofur tersebut.
"Sebenarnya sih saya tidak khawatir pada dia, tapi ibunya itu selalu bikin saya pusing kalau malam hari terus inget sama Asta yang tidur sendirian di rumah sana," ujar Pak Ghofur sambil menggeleng pelan, mempertegas keluhan di dalam cerita tersebut.
'Sebenarnya seperti apa gadis itu, kenapa ayahnya saja sampai tidak merasa khawatir pada dia?' batin Cakra yang makin penasaran dengan gadis yang dianggapnya aneh itu.
"Iya Pak, dia mau," sahut Deni dengan cepat dan terlihat sangat bersemangat.
Sontak saja Cakra pun langsung menoleh ke arah sahabatnya itu.
"Jadi kapan sahabat saya ini bisa pindah?" tanya Deni lagi.
"Jadi benar ini?" tanya Pak Ghofur sembari menatap Cakra untuk memastikan semuanya.
Belum sempat Cakra membuka mulutnya, Deni sudah lebih dulu merangkul pundaknya sambil menjawab, "Iya Pak, tenang saja dia sudah setuju."
Sesaat kemudian Cakra langsung menatap Deni sembari mengerutkan keningnya. Cakra merasa heran dengan sikap sahabatnya itu, tidak biasanya Deni ikut campur dan bersemangat saat mendengar hal sepele seperti itu.
Melihat tanggapan Cakra tentang ucapan Deni tersebut, Pak Ghofur lalu menghela napas panjang. "Begini saja, bagaimana kalau sekarang kita melihat rumahnya dulu? Setelah itu baru Nak Cakra memutuskannya," ucap Pak Ghofur dengan bijak.
"Boleh kalau begitu. Jika cocok, apa bisa saya pindah malam ini juga?" tanya Cakra.
Pak Ghofur cukup terkejut dengan hal itu karena ia pikir Cakra tidak berminat dengan tawarannya, saat melihat ekspresinya pada Deni tadi.
"Bagaimana Pak, apa bisa?"
"Bisa-bisa," jawab Pak Ghofur dengan cepat. "Jika setuju, nanti saat kamu mengambil barang-barang di hotel, saya akan membersihkan rumahnya," imbuhnya.
Cakra lalu mengangguk mendengar ucapan laki-laki paruh baya di depannya tersebut.
Setelah itu Pak Ghofur, Cakra dan Deni pun berjalan bersama ke rumah tersebut.
Sepanjang perjalanan mereka terus mengobrol santai, membicarakan berbagai hal. Hingga 10 menit berlalu dan mereka pun sampai di depan sebuah rumah dengan desain minimalis.
"Ini Nak rumahnya," ucap Pak Ghofur sembari menatap rumah bercat abu dan ungu itu. "Ya seperti yang Nak Cakra tahu, sebelumnya rumah ini ditunggu oleh anak gadis saya. Jadi nanti kalau kamu setuju, ndak banyak yang harus dibersihkan dan mungkin hanya beberapa barang saja yang harus dipindahkan," terang Pak Ghofur.
"Iya, saya paham."
Kemudian mereka bertiga pun masuk ke dalam rumah tersebut. Pak Ghofur menunjukkan setiap bagian rumah tersebut. Rumah dengan tiga kamar tidur, satu kamar mandi, sebuah dapur dan juga ruang tamu di bagian paling depan tersebut terlihat cukup nyaman dihuni, apalagi saat ini semua benda tertata rapi di dalam rumah tersebut.
"Bagaimana?" tanya Pak Ghofur setelah selesai menunjukkan semua ruangan yang ada di rumah tersebut.
"Sudahlah Cak, ini rumah yang paling tepat. Rumah ini juga cukup dekat dengan tanah yang akan kamu jadikan restoran itu," ucap Deni, lalu menatap ke arah Pak Ghofur. "Benar kan Pak?" imbuhnya.
'Ada apa dengan anak ini, kenapa sepertinya dia lebih bersemangat dari aku,' batin Cakra ketika mendengar ucapan sahabatnya yang makin terasa aneh itu.
"Iya Den. Jarak rumah ini dan tanah itu hanya sekitar sepuluh menit kalau naik motor," jawab Pak Ghofur.
"Apa ada jalan pintas?" tanya Cakra.
"Ada Nak, apa kalian tadi tidak lewat jalan itu?" tanya Pak Ghofur balik.
Kemudian Deni pun terkekeh ketika mendengar pertanyaan tersebut. "Tadi kami nyasar Pak, saat berangkat ke sini," jawabnya terus terang.
"Masyaallah … jadi kamu lupa jalan ke rumah Bapak?"
"Ya … mau bagaimana lagi Pak, faktor U mungkin," canda Deni lalu kembali terkekeh.
Dan setelah bercanda dan membicarakan masalah Cakra dan Deni yang tersesat tadi. Akhirnya ….
"Baiklah Pak, saya akan menyewa rumah ini" ujar Adam dengan yakin.
"Alhamdulillah," ucap Pak Ghofur sembari mengelus dada.
Lalu mereka pun langsung membicarakan harga sewa dan sebagainya di ruang tamu rumah itu.
"Baik Pak, kalau begitu saya akan membayar lima bulan di muka. Tapi saya harus mengambil uangnya dulu, mungkin besok saya baru bisa memberikan uangnya kepada Anda," ucap Cakra dengan santai.
Pak Ghofur pun tersenyum mendengar ucapan pemuda yang berhadapan dengan dirinya itu. "Tidak perlu buru-buru. Yang penting, kalau malam ini Nak Cakra jadi pindah ke sini, saya harap besok pagi Nak Cakra bersedia ikut saya ke rumah Pak RT untuk melapor," ujarnya dengan tenang.
"Baik."
Seperti yang disetujui, Cakra pun segera pergi meninggalkan rumah tersebut bersama dengan Deni untuk mengambil barang-barangnya yang ada di hotel. Sementara itu, Pak Ghofur segera memanggil istrinya, Asta dan juga beberapa pemuda yang biasa bekerja memberi makan ayam di rumahnya untuk membersihkan rumah yang akan disewa oleh Cakra tersebut.
\*\*
Dua jam kemudian.
Kini Cakra dan Deni sudah sampai di depan rumah yang akan disewa itu lagi. Di teras rumah tersebut terlihat dua orang pemuda yang sedang duduk-duduk santai dengan dua cangkir kopi di atas meja yang ada di samping mereka.
Kemudian Cakra dan Deni pun berjalan ke teras rumah tersebut sembari terus menatap ke arah dua pemuda tersebut.
"Maaf, kalian ini …." Cakra menggantung kalimatnya.
"Kamu orang yang akan menyewa rumah ini?" tanya salah satu pemuda tersebut.
"Benar," jawab Cakra dengan cepat.
Mendengar jawaban Cakra tersebut, kedua pemuda itu langsung saling memandang dan sesaat kemudian mereka kembali mengarahkan pandangannya ke arah Cakra, lalu memandangnya dari ujung kepala hingga ujung kaki.
'Kenapa dengan mereka,' pikir Cakra yang langsung merasa aneh dengan sikap dua pemuda berumur 20 tahunan tersebut.
"Ngomong-ngomong, Pak Ghofurnya ke mana?" tanya Deni yang juga merasa cukup aneh dengan tingkah dua pemuda tersebut.
Lalu kedua pemuda itu pun langsung mengalihkan pandangan mereka ke arah Deni.
"Pak Ghofur, bu Susi dan Asta setengah jam yang lalu pergi Mas, paling sebentar lagi juga kembali," jawab salah seorang pemuda.
"Hem, begitu …," gumam Deni menanggapi keterangan yang baru didengarnya itu.
Setelah itu salah satu pemuda tersebut melangkah maju. "Kalau Mas mau memasukkan barang-barangnya, silahkan. Semuanya sudah selesai dibersihkan," ujar pemuda tersebut dengan ramah.
"Atau apa perlu kita bantu?" tawar pemuda lainnya.
"Tidak perlu, barang yang aku bawa hanya sedikit," sahut Cakra sembari menurukan tas yang ada dipunggungnya sedari tadi.
Lalu ….
"Ned, sekarang kamu masuk ke dalam dan buatkan kopi," ujar salah satu pemuda pada temannya.
Sontak saja, pemuda yang bernama Juned tersebut langsung menoleh ke arah temannya.
"Tadi kan aku sudah membuatkan kamu kopi, sekarang gantian," imbuh pemuda yang biasa dipanggil Bambang itu.
"Dasar kamu Mbang," ujar Juned sembari menjitak kepala Bambang, lalu ia mengalihkan pandangannya ke arah Cakra dan Deni. "Mas-nya minum kopi kan?"