Satu jam berlalu, saat ini Cakra dan pak Ghofur sudah selesai memberikan laporan pada pak RT dan berniat akan pergi meninggalkan rumah itu.
"Ya sudah kalau begitu biar bapak pulang sama Juned saja, sekalian pergi mencari Asta," ujar Pak Ghofur sembari menatap Cakra yang kini berdiri bersamanya di teras rumah Pak RT.
"Apa perlu saya bantu Pak?" tanya Cakra yang mencoba menawarkan bantuan.
Juned yang tadi tak sengaja lewat depan rumah pak RT dan dipanggil oleh pak Ghofur pun ikut menyahut, "Ndak perlu Mas, paling-paling sekarang ini dia sedang ngopi di tempatnya pak Minto."
"Hem begitu … baiklah," gumam Cakra.
Kemudian Pak Ghofur tiba-tiba menepuk pundak Cakra, hingga membuat Cakra langsung menoleh.
"Tapi kalau kamu bertemu dengannya lebih dulu dari pada kami, tolong suruh dia pulang," ujarnya dengan tenang.
"Baik Pak, saya mengerti," sahut Cakra.
Setelah itu mereka pun berpisah. Cakra pergi sendirian, sedang pak Ghofur meninggalkan rumah tersebut bersama dengan Juned.
Saat ini Cakra sedang membawa motornya dengan santai. Ia pun pergi ke beberapa toko untuk membeli pakaian dan juga kebutuhan lainnya karena saat pergi ke kota itu, selain uang dan kartu identitasnya ia benar-benar hanya membawa beberapa helai pakaian saja.
Dan ketika selesai berbelanja di salah satu toko yang cukup besar di kota itu, ia pun segera pergi ke parkiran untuk mengambil motornya. Namun ketika ia sedang berkonsentrasi memasukkan kunci motor ke dalam lubangnya, tiba-tiba ….
"Jadi kamu ke sini bersama dia, iya kan?" ucap seorang laki-laki yang tiba-tiba menarik kerah kaos Cakra yang sedang menunduk menatap lubang kunci.
Cakra pun terkejut dan langsung menatap ke arah laki-laki yang sedang mencengkeram kerah kaos yang digunakannya. 'Sepertinya aku pernah melihat orang ini, tapi di mana,' batinnya.
"Jangan sembarangan menuduh, aku tidak ada hubungan apa pun dengan dia," sahut seorang gadis yang berdiri tidak jauh dari Cakra dan laki-laki tersebut.
Merasa tidak asing dengan suara tersebut, Cakra pun langsung menoleh dan menatap gadis yang saat ini sedang menunjuk ke arahnya itu.
"Semua itu kesalahan kamu, jangan membuat alasan dan ingin menyalahkan orang lain," ujar gadis tersebut dengan penuh kemarahan. "Kamu yang ndak datang saat itu. Apa kamu ndak mikir malunya aku dan ibuk-bapak di hadapan semua orang. Dan sekarang kamu nuduh aku selingkuh dengan dia, biar kamu punya alasan supaya kelihatan bener, gitu?"
"Ini bukan alasan. Aku sudah dengar kalau kamu selingkuh dengan dia sebelumnya, jadi mana mungkin aku mau nikah sama orang yang suka nyeleweng," tukas laki-laki tersebut. "Asta … Asta, mana mungkin aku memberikan menantu yang nggak bener untuk orang tuaku," imbuh laki-laki tersebut sembari tersenyum sinis ke arah Asta.
Namun Asta langsung membalas penghinaan tersebut dengan sebuah senyum merendahkan. "Dasar goblok. Kamu tahu, dia itu datang ke sini pertama kali saat dia nabrak kamu waktu itu. Kalau kamu mau bukti, dia bisa mengambil tiket pesawatnya hari itu."
'Ah benar, dia laki-laki yang waktu itu aku tabrak. Oh jadi dia pernah punya hubungan dengan Asta … pantas saja waktu itu gadis aneh ini mengejar-ngejarnya dan bahkan sengaja menyuruhku meninggalkan laki-laki ini waktu itu, ternyata ada masalah seperti ini,' batin Cakra yang mengamati semua pembicaraan tersebut dan menyimpulkannya sendiri.
"Tapi untuk apa juga dia mengambil bukti-bukti kaya gitu, toh ini semua bukan kesalahanku, jadi aku ndak perlu membuktikan apa pun," ucap Asta sembari berjalan mendekati laki-laki tersebut.
Laki-laki itu pun langsung melepaskan cengkeramannya dari kerah Cakra dan mundur selangkah karena Asta semakin dekat dengan dirinya.
"Dan kamu, Mas Hendra." Asta menunjuk wajah laki-laki yang pernah menjadi calon suaminya itu. "Aku beri kamu waktu tiga hari, kembalikan semua uangku, atau …." Asta menggantung kalimatnya dengan nada menekan di akhir ucapnya, ia mencoba menggertak laki-laki di depannya itu.
Namun sesaat kemudian, Hendra pun tersenyum merendahkan. "Apa, kamu meminta uangmu? Apa kamu tidak punya malu, meminta uang yang cuma secuil itu," cemoohnya.
Tangan Asta langsung mengepal. "Secuil?" geramnya.
"Berapa juta yang kamu berikan itu, hah?" Hendra mengatakan hal tersebut dengan gaya tengil dan ekspresi merendahkan.
Srtttt! Asta dengan cepat mencengkeram kerah kemeja laki-laki di depannya itu.
"Kalau bagi kamu 30 juta itu sedikit, terserah. Tapi bagiku, itu besar."
Hendra pun tersentak ketika mendapat perlakuan seperti itu dari Asta. "Dasar wanita sial!" makinya sembari menepis tangan Asta dengan kuat.
Dan benar saja, tangan Asta pun terhempas. Namun sesaat kemudian dengan cepat Asta mengangkat kaki kirinya, dan …
Bughh!
"Akhh!" pekik Hendra ketika Asta menendang tepat di tengah selangkangannya.
Cakra yang melihat hal tersebut dari samping pun langsung meringis ikut merasa ngilu, membayangkan hal itu terjadi padanya.
"Sialan!" maki Hendra lagi sembari memegangi area kebanggaannya itu.
"Untung cuma aku tendang. Kalau kamu ndak segera ngembaliin uangku, siap-siap saja telurmu itu bikin telur dadar," ucap Asta sambil menunjuk ke arah selangkangan laki-laki di depannya itu.
"Kamu—" Hendra sampai tak bisa menemukan kalimat yang tepat untuk menyaingi ucapan Asta tersebut.
Dan sesaat kemudian Asta pun berbalik dan berjalan ke arah Cakra yang saat ini masih menonton adegan tersebut sembari duduk di atas motornya.
"Ayo Mas, antarkan aku ke sana," ucap Asta yang begitu saja duduk di belakang Cakra sambil menunjuk ke arah timur.
Cakra terdiam sesaat ketika mendapati hal tiba-tiba seperti itu. 'Apa dia menyamakan aku dengan ojek,' pikirnya yang kemudian menoleh ke belakang.
Namun belum sampai Cakra membuka mulutnya, Asta sudah lebih dulu dengan keras mencubit pinggangnya.
"Ayo Mas jalan saja, cepet," bisik Asta sembari memperkuat cubitannya.
Cakra pun langsung mengerutkan keningnya ketika menahan ngilu akibat cubitan tersebut.
"Ayo," bisik Asta lagi sembari memberikan tekanan di perkataannya.
Akhirnya Cakra pun kembali menatap depan dan mengikuti perintah Asta agar membawa motor tersebut meninggalkan halaman parkir toko tersebut.
\*
Beberapa saat kemudian.
'Kenapa aku bisa menuruti gadis rese' ini? Harusnya tadi aku biarkan dia di sana dan tidak ikut campur masalahnya,' batin Cakra yang merasa aneh dengan dirinya sendiri.
Saat ini Cakra sedang membonceng Asta ke arah timur, seperti permintaan Asta tadi. Namun kedua orang itu terus diam, mereka larut dalam pikirannya masing-masing.
"Mas, nanti perempatan depan belok kiri ya Mas," ucap Asta dengan suara lirih.
Cakra yang menyadari perbedaan cara bicara dan nada suara Asta dengan saat di halaman toko tadi pun langsung menyahut, "Kamu kenapa?"
"Itu … motornya ada di bengkel, tadi bocor bannya," terang Asta masih dengan nada bicara sebelumnya.
"Bukan motormu, tapi kamu. Kamu kenapa? Menangis?"
"Dih nangis … ndak sudi!"