Cakra pun dengan cepat kembali menatap ke arah wanita yang duduk tak jauh darinya itu.
"Kenapa Ma? Kenapa Mama bermain dram—"
"Apanya yang drama?" potong Nyonya Tantri sambil menatap tajam ke arah Cakra lagi.
"Baiklah-baiklah bukan drama," sahut Cakra mencoba menenangkan ibunya. "Tapi tolong jelaskan, ini sebenarnya ada apa?" tanyanya yang sangat penasaran dengan kelakuan ibunya tersebut.
"Apa yang kamu lakukan pada Sherli?" tanya Nyonya Tantri sambil menunjuk ke arah Cakra sembari memberikan tatapan tajam, seolah ingin mengintimidasi anak laki-lakinya itu.
"Sherli?" tanya Cakra dengan bingung.
"Iya Sherli, gadis yang baru saja kamu temui saat kencan buta" terang Nyonya Tantri makin kesal.
"Oh gadis itu …," gumam Cakra yang benar-benar melupakan nama wanita yang baru ditemuinya beberapa saat yang lalu.
"Katakan, apa lagi alasanmu kali ini hingga menolak gadis yang Mama jodohkan untuk kamu?"
"Ma, coba lihat dengan jelas gadis yang Mama jodohkan itu. Bagaimana bisa Mama menjodohkan aku dengan wanita palsu seperti itu," tukas Cakra sembari menggeleng pelan.
"Wanita palsu?" tanya Nyonya Tantri tidak mengerti dengan maksud perkataan Cakra.
"Tolong Mama lihat dengan jelas, apa yang ada di tubuh wanita itu sebagian adalah palsu," terang Cakra dengan santai. "Aku bahkan ragu jika dia adalah wanita asli," imbuhnya.
PFFFT! Kalimat Cakra tersebut langsung saja membuat dua pelayan di samping Nyonya Tantri tak kuat menahan tawa.
Nyonya Tantri pun dengan cepat menoleh ke kanan-kirinya sembari menatap tajam ke arah dua gadis di sampingnya itu.
"Maaf Bu," ucap kedua gadis tersebut lirih.
"Lagi pula mana ada wanita baik-baik yang mau menjadi kekasih kedua," imbuh Cakra.
"Kekasih Kedua?" Nyonya Tantri mengerutkan keningnya mendengar ucapan Cakra tersebut.
"Iya. Gadis itu mengatakan jika dia mau, bahkan jika dijadikan kekasih kedua," jawab Cakra sambil melipatkan tangannya ke depan dada.
Nyonya Tantri pun terdiam sesaat lalu kembali bertanya,
"Jika kamu mengatakan kekasih kedua, berarti kamu sudah punya kekasih saat ini?"
'Ah kenapa Mama jadi fokus pada hal itu,' gerutu Cakra di dalam hatinya.
"Jadi sebenarnya kamu itu sudah punya calon istri apa belum?" tandas Nyonya Tantri yang merasa tak sabar.
"Sudahlah, Mama tidak perlu memikirkan hal itu, aku—" Cakra mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Dengarkan Mama, tiga bulan lagi kamu akan ulang tahun yang ke-35. Saat itu Mama ingin melihat calon menantu Mama berdiri di rumah ini, jika tidak …," ucap Nyonya Tantri sambil berdiri dari tempat duduknya, "siap-siap saja melihat mama dan papa tinggal di Sinar Harapan (nama panti jompo yang ada di kota tersebut)."
"Huff …." Cakra menarik napas panjang karena sudah tidak mengerti lagi dengan ancaman wanita yang disayanginya itu.
"Kenapa, atau kamu memang sengaja ingin kami pergi ke panti jompo? Kalau iya—"
"Tidak Ma, tidak," sahut Cakra dengan cepat.
Setelah mendengar jawaban Cakra tersebut, kemudian Nyonya Tantri melangkah meninggalkan ruangan tersebut tanpa menoleh sedikit pun ke arah anak laki-lakinya yang kini sedang mengusap-ngusap wajahnya dengan frustasi.
Beberapa menit berlalu setelah kejadian tersebut. Cakra yang kini berada di dalam kamarnya pun segera masuk ke dalam kamar mandi.
"Menjengkelkan sekali," gumamnya sambil menyalakan shower di dalam kamar mandinya tersebut.
Ia pun mendongakkan kepalanya, merasakan air mengalir membasahi wajahnya sembari menutup mata.
Namun sesaat kemudian terlihat wajah seorang gadis membayang di dalam pikirannya, hingga ia pun langsung menunduk kembali.
"Sial!" teriak Cakra sembari menghantam dinding yang ada di depannya.
Wajahnya kini tiba-tiba berubah muram dengan tangan yang terus mengepal menahan segala amarah di dalam hatinya ketika mengingat wajah gadis tersebut.
\*\*
Keesokan harinya.
Pagi itu seperti biasanya Cakra berkunjung ke salah satu restorannya. Tapi kali ini sedikit berbeda, biasanya setelah melihat keadaan restoran tersebut Cakra akan langsung pergi, namun kali ini ia memilih duduk di salah satu bangku pengunjung di dalam restoran tersebut.
"Pak Cakra, apa ada yang Anda inginkan?" tanya salah satu pelayan restoran tersebut dengan gugup.
"Aku ingin kopi O" jawab Cakra singkat.
"Ba-baik Pak," sahut pelayan tersebut lalu dengan cepat meninggalkan meja yang ditempati Cakra tersebut.
Sesaat kemudian Cakra pun mengambil ponsel yang ada di sakunya, lalu mengusap-ngusap layar ponselnya tersebut dan kemudian memasang headset di telinganya.
*"Kenapa?" tanya orang yang ada di* *dalam panggilan tersebut.*
*"Datang saja ke sini," jawab Cakra lalu mematikan panggilan tersebut.*
Setelah itu ia pun dengan cepat mengirimkan lokasinya pada orang yang diteleponnya tadi.
Setelah menunggu lebih dari 10 menit, terlihat seorang laki-laki masuk ke dalam restoran tersebut dengan santai, memakai kaos oblong dan celana pendek. Rambut acak-acakan dan wajah kusam laki-laki tersebut memperlihatkan kalau ia baru saja bangun tidur.
Laki-laki itu pun berjalan ke arah Cakra bersamaan dengan pelayan yang sedang membawa secangkir kopi pesanan Cakra tadi.
Dan ketika pelayan tersebut sedang berhati-hati menurunkan kopi pesanan Cakra, dengan cepat laki-laki tersebut mengambil kopi itu dari tangan pelayan.
"Terima kasih," ucap laki-laki tersebut lalu dengan santai menyeruput kopi tersebut sembari duduk di bangku yang ada di dekatnya.
Pelayan itu pun terkejut dan langsung melongo, mulutnya terbuka seakan ingin menghentikan laki-laki tersebut namun sudah terlambat.
"Tolong bawakan lagi satu kopi yang seperti itu," ucap Cakra dengan santai sambil menatap ke arah karyawannya tersebut.
"Dan juga dua piring nasi goreng yang terkenal di restoran ini," ujar laki-laki di dekat Cakra tersebut menimpali.
Pelayan tersebut pun langsung mengangguk, lalu segera pergi meninggalkan meja tersebut.
Sesaat kemudian laki-laki yang baru datang tersebut langsung menatap ke arah Cakra. "Kamu itu pagi juga harus makan, bukan hanya minum kopi."
"Terserah kamu saja," sahut Cakra sambil menatap sahabatnya sejak SMP tersebut.
"Kamu kenapa? Wajah sudah seperti keset sekolahan, lecek sekali," ujar laki-laki tersebut mengomentari raut wajah Cakra dengan santai. "Dan juga kamu kenapa pagi-pagi begini menyuruh aku datang ke sini? Apa kamu tidak tahu, jam segini seharusnya aku sedang menggoda istriku yang sedang masak."
"Tidak bosan?" tanya Cakra dengan dingin.
"Tentu saja tidak. Bosan pamer pada kamu, itu tidak mungkin," sahutnya sambil terkekeh. "Ini sudah jadi tugas utama yang diberikan oleh Tante," imbuhnya dengan santai.
"Ck!" decakan tak senang pun tiba-tiba muncul dari bibir Cakra.
Mendengar sahutan tak biasanya dari Cakra, laki-laki itu pun langsung mengerutkan keningnya. "Ada apa, sepertinya serius sekali?" tanyanya yang kini mengubah sikapnya menjadi lebih serius dari sebelumnya.
"Aku sedang pusing Dim," jawab Cakra lalu mengacak-ngacak rambutnya.
"Tumben kamu bisa pusing, kenapa? Tante menyuruh kamu menikah?"
"Iya." Jawab Cakra singkat.
"Bukannya biasanya kamu bisa menghindar, pakai saja jurus yang biasanya," sahut Dimas memberi saran.
"Hufff …." Cakra menghela napas berat. "Kali ini dia mengancam akan pergi ke—"
"Ini Pak."