Chereads / Janji atau Hati / Chapter 2 - Jumpa Lagi

Chapter 2 - Jumpa Lagi

Liburan telah berakhir. Menyadarkan kembali realita yang akan dihadapi mahasiswa/i beberapa kampus dikarenakan hari ini adalah hari dimana perkuliahan mulai aktif kembali.

Layaknya saat ini. Tampak suasana ramai nan riuh disalah satu kampus ternama di kawasan Bandung. Sudah sewajarnya situasi di kampus memang seperti ini. Terlebih lagi saat hari pertama masa perkuliahan dimulai. Banyak yang saling bercerita tentang bagaimana libur panjang mereka kepada teman atau pun kekasih dengan banyak ekspresi yang hadir di sana. Ekspresi bahagia, terkejut, bahkan sedih. Sama seperti ekspresi salah satu mahasiswi di sana. Padahal di kampus ini masa ospek terbilang ringan, lantas perihal apa yang membuatnya tampak linglung begitu? Sedang bersedihkah atau memikirkan sesuatu yang lain sehingga ia melangkahkan kakinya tak tentu arah?

Di sisi lain, di area parkir, tampak 2 orang lelaki turun dari mobilnya. Salah satunya bersurai ash brown bermata hazel berpostur tinggi tegap dan yang satu lagi bersurai auburn bermata hazel dengan tatapannya yang tegas dan teduh dalam satu waktu bersamaan. Keduanya tampan. Hanya saja yang lebih muda selalu minder dengan penampilannya yang menurut pribadinya jauh dari sang kakak, ya walaupun tak ditunjukkannya secara gamblang.

Brak. Suara pintu ditutup dengan kuat. Terlihat Richard keluar lebih awal dari dalam mobil kakaknya.

"Buang jauh pikiran negatif lo, Chie. Lo juga ganteng plus keren kok kaya gue." ucap Leo setelah keluar dari dalam mobilnya.

"Apaan si, bang. Jijik gue dengernya." ujar Richard sambil menarik tasnya agar nyaman. Ia memutuskan untuk berjalan mendahului kakaknya.

Setelah mengunci mobil dan mengaktifkan alarm pengaman, Leo merangkul bahu adiknya seperti biasa. Tingginya tak terpaut jauh dengan sang adik, hanya 2 cm. Namun, sang adik terus saja merasa minder terhadap sang kakak atau pun orang-orang yang ada di sekitarnya. Menurut Leo adiknya ini adalah lelaki tertampan. Bahkan ia mampu mengakui hal itu dan kerap kali mengutarakannya kepada siapa pun yang perlu ia beritahu.

"Ya, gue tau lah. Kita adek abang yang diakui kegantengannya di kampus ini."

Terlihat jelas, Leo ini sosok dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Di samping memang dirinya tampan ia juga punya sisi seperti itu.

"Ya ya, abang emang selalu bilang begitu. Thank you by the way."

Keduanya berjalan beriringan dan tidak pernah absen untuk tersenyum disela-sela banyak orang yang menyapa. Tidak lupa bukan bila mereka ini kakak beradik yang ramah?

Menjadi tingkat 3 bagi Richard merupakan hal yang membanggakan, hal itu membuatnya bersenandung ria selepas perpisahannya dengan sang kakak. Ya, Leo harus masuk ke kelasnya lebih awal. Ia mendapat kabar dari temannya bila dosen kali ini agak killer. Jadi, ia tak mau membuat kesan buruk saat pertama bertatap muka.

Richard masih memiliki satu jam lagi sebelum kelasnya dimulai. Ia memilih berjalan ke arah taman belakang kampusnya, dekat dengan koridor yang mengarah ke perpustakaan. Dalam perjalanannya, banyak senior juga junior yang menyapa dirinya dan dibalas oleh sapaan ramah miliknya. Matanya menutup, melengkung keatas, diikuti sudut bibirnya yang tertarik keluar, membentuk rectangle smile yang memesona.

"Oy, Richard!"

Richard menoleh. Menilik siapa gerangan yang memanggil namanya.

"Panggil gue abang, dasar! Ternyata lo jadi kuliah di sini ya, Ray? Gue kira otak lo gak sampe haha...." canda Richard sembari menepuk bahu orang itu dengan santai.

Mereka berbicara selagi masih berdiri. Segan untuk saling menarik agar bisa duduk dan berbincang dengan nyaman. Pemilik nama lengkap Rayhan Pangestu menunjukkan cengiran khasnya. Tangannya membuat gestur mengusap leher seolah sedang gugup.

"Lo berangkat bareng abang lo?" tanya Richard yang akhirnya duduk di tepian luar sisi lobby. Ia menatap intens Rayhan.

"Oh, bang El tadi telat. Kayaknya si sebentar lagi bakal sampe. Kalau gitu gue duluan ya, bang." pamit Rayhan dengan kepala yang celingukan ke sana kemari seperti sedang dikejar sesuatu.

Rayhan, adik dari Farel Pangestu, teman sepermainan Richard sejak usia 15 tahun. Rayhan dan Farel dulu dikirim ke Bandung dan disekolahkan di sana yang membuat mereka bertemu Richard dan akhirnya menjadi akrab karena keluarga Pangestu dan Lim bertetangga. Rayhan juga sudah seperti adiknya sendiri, begitu pun sebaliknya. Mereka sudah seperti saudara sekandung.

Tampak Rayhan melambaikan tangannya dan pergi menjauh dengan langkah tergesa-gesa sedangkan Richard hanya mengedikkan bahunya cuek. Ia tak mau terlalu memikirkan anak itu.

Richard baru saja ingin melangkahkan kakinya kembali namun sosok yang dicarinya berada teramat jelas meski posisinya lumayan jauh dari tempatnya berdiri. Gadis itu, sosok yang kemarin sempat memerangkap dirinya. Bagaikan takdir, ia menemukannya kembali.

Richard berjalan mendekat. Gadis itu tampak berdiri tegak dengan kepala menengadah ke atas, menatap pohon Flamboyan yang indah.

"Bunganya cantik ya. Merah." ucap Richard dengan refleks. Ia tak sadar kalau sudah mengejutkan gadis di sampingnya.

Terkejut. Gadis itu menoleh ke kiri dan mendapati pria asing yang tiba-tiba berbicara padanya dengan senyum yang tak lepas dari belah bibirnya. Si gadis yang diajak bicara pun hanya menatap pria asing itu, tak berniat membalas. Gadis itu ingat tatapan teduh milik seseorang yang ia belum tahu namanya kala itu. Sedetik kemudian pandangannya turun, tampak mengamati dari atas hingga bawah tubuh si lelaki, Richard.

Richard yang setengah mati memberanikan diri mendekat pun merasa seperti ditelanjangi dengan tatapan sang gadis. Ia menyembunyikan rona merahnya dengan susah payah hanya untuk menyapanya. Rupanya ia harus cepat memecah aura aneh ini.

"Gue Richard, tingkat 3. Kayaknya satu fakultas sama lo."

Fakultas Ilmu Bisnis. Richard melirik sekilas beberapa panduan yang digenggam sang gadis.

"Anak Agung! Di sini lo rupanya."

Si pemilik gelar menoleh ke kanan. Mata bulatnya menangkap sosok yang sedari tadi ia cari. Sosok itu pun mendekat dan menggenggam pergelangan tangannya.

" Ayo ke ruangan lo sekarang."

"Ih, udah berapa kali gue bilang, jangan panggil gue kayak gitu. Gue 'kan gak suka!"

"Oke oke.... Tasya, cepat masuk. Mana ada maba macem lo telat?"

Si gadis yang ternyata bernama Tasya ini melepaskan genggaman sosok yang memanggilnya. Sebelum mengikuti orang itu, ia menoleh kembali ke kiri dengan sedikit mendongak, menoleh tepat di mana Richard masih senantiasa menatap dirinya.

Richard berdegup cepat. Jantungnya berpacu begitu hebat saat gadis yang ia sukai menatap matanya sekali lagi.

Namun sayang, gadis itu tampak sudah mati hati. Ucapan gadis itu membuat Richard tertegun. Seharusnya ia mendapat balasan yang baik. Ia hanya ingin berkenalan, bukan untuk membenci. Sungguh itu membuat hatinya tertohok.

"Gue gak suka cowok gendut."