Chereads / Grey to Red : 16 Millions Colors / Chapter 4 - Bidadari bertaring

Chapter 4 - Bidadari bertaring

Ketika akan mengungkapkannya, Xion mendadak kesulitan dalam merangkai kalimatnya. Ard dan Willy yang melihat Xion, merasa bingung karena dia hanya diam sembari berdiri.

"Eee ... Xion? Kau bilang ... Ingin bercerita, bukan?" tanya Willy dengan ekspresi bingung.

"Kunci lidahmu sebentar, Willy. Aku akan mengungkapkan alasanku membenci Ard hingga saat ini," balas Xion dengan kesal.

"Iya ... Tapi ... Sudah 4 menit kau belum mengatakan apapun. Biasanya dalam 5 detik, orang sudah mulai bercerita," sanggah Ard dengan heran.

"Jangan bilang ... Kau baru mau merangkai kalimatnya sekarang?" lanjut Willy dengan ekspresi canggung.

Seketika, angin yang dingin berhembus melewati mereka. Dalam momen tersebut, Xion masih berdiri sembari menahan rasa malu. Sembari mengumpulkan keberanian, Willy berpindah ke belakang Ard dan berbisik, bahwa Xion melupakan kalimatnya seusai kepalanya dipukul oleh Ard. Dengan ekspresi canggung, Ard langsung berasumsi bahwa dia sudah merusak memorinya.

"Benar. Itulah yang ingin kukatakan. Karena salahmu yang telah memukulku, bajingan!" ujar Xion sembari sedikit menunduk dan mulai melesat pada Ard dengan luapan emosi.

"Eh?! WILLY BARRIER!" seru Ard sembari menarik Willy ke depannya.

Seketika Willy terkejut karena dijadikan perisai dalam menerima pukulan Xion. Dengan cepat, Xion menyingkirkan Willy dan menangkap bahu Ard dan memukulnya di bagian perut dengan kuat. Seketika pula, Ard memuntahkan liur dan tumbang ke lantai. Dengan luapan emosi yang tersisa, Xion menendang Ard beberapa kali sembari mengungkapkan kekesalannya. Karenanya, dunia di sekitar Ard terluka dan takut akan hari-harinya yang hancur. Ard ditegaskan agar ia pergi dari sana dan membebaskan hari-hari mereka yang terbelenggu.

Seusai puas menendangi Ard, Xion memperbaiki nafasnya yang terengah-engah. Kemudian, ia menanyakan Ard, perihal perubahannya yang bertolak belakang dengan versi masa lalu. Lalu, Xion membalikkan tubuh Ard dan mencengkeram kerahnya dengan tangan kiri, sembari menatap tajam. Xion pun menanyakan niat Ard yang diduga merencanakan sesuatu. Namun, Ard justru tersenyum tipis dan mengungkapkan bahwa tak ada niat buruk yang disembunyikan.

Xion yang tetap tak percaya dengan sandiwara Ard, kembali mempersiapkan tangan kanannya untuk kembali memukul. Ketika akan dilayangkan, tangan Xion ditahan oleh seseorang hingga membuatnya terkejut dan melihat orang tersebut. Seketika, mereka terkejut karena dia adalah Dyenna. Sembari menatap serius, Dyenna meminta Xion untuk mencukupkan perkelahiannya. Tanpa pikir panjang, Xion menarik kembali tangannya dan menyingkir dari Ard.

Kemudian, Xion melangkah ke pintu atap dan terhenti di depan pintu. Sembari menatap tajam, Xion memperingati Ard bahwa urusannya belum selesai dan menegaskan bahwa ia akan mengawasi perilaku Ard. Sedangkan Ard, ia tersenyum lebar dan menanyakan minat Xion dalam makan bersama di kantin.

"Kebodohanmu memang tak ada obat," ujar Xion sembari kembali ke dalam gedung sekolah.

Seusai mendapati respon tersebut, Ard menghela nafas karena keras kepala Xion yang sulit diajak bersahabat. Seketika, Dyenna melayangkan buku pada kepala Ard hingga membuatnya sedikit kesakitan. Ketika merasa cukup dengan momen tersebut, Dyenna menghela nafas dan beranjak pergi meninggalkan mereka. Sembari memeluk buku dan berdiri di depan pintu atap, Dyenna kembali menatap Ard dengan cemas.

Dyenna meminta Ard, agar ia tidak menjadi sosok di masa lalu. Meskipun sosok Ard saat ini bertolak belakang, namun hal tersebut tak menutup kemungkinan bahwa Ard masih bisa melukai sekitar dengan perilakunya. Sembari tersenyum tipis dan berdiri, Ard mengungkapkan janji bahwa ia akan berhati-hati. Seusainya, Dyenna berpisah dengan Ard dan Willy. Sedangkan Willy yang sudah tersadar, merangkul Ard dengan tangan kiri sembari tersenyum tipis.

Ia pun menanyakan perihal ikatannya dengan gadis tersebut. Sembari tersenyum tipis, Ard mengungkapkan bahwa Dyenna adalah teman masa kecilnya.

"Begitu? Boleh kuambil?" tanya Willy sembari tersenyum tipis.

"Lupakan, kawan. Dia tak berminat dengan lawan jenis," balas Ard dengan kebohongannya.

Seketika, Dyenna mendapati bersin dikala sedang berjalan di koridor lantai tiga. Dalam gumamnya, Dyenna berkeluh kesah karena Ard membicarakan tentang dirinya. Kala itu, Ard Willy memutuskan untuk pergi ke kantin dan melupakan permasalahannya. Namun sebagai gantinya, Ard diharuskan mentraktir Willy karena sudah berbuat seenaknya. Sembari tersenyum canggung, Ard tak memiliki pilihan lain dalam menerima permintaan Willy.

Ketika sampai di kantin, Willy mencari tempat duduk, sedangkan Ard bertugas mengantarkan makanan. Kala itu, beberapa murid memperhatikan Ard dan Willy yang sering bersama, hingga terdengar desas-desus yang berlanjut. Ketika giliran Ard tiba untuk dilayani dan pelayan melakukan kalkulasi pembayaran, Ard terkejut dan panik karena D-CASH-nya tak ada di saku. Murid lain yang mengantri pun mengeluhkan perihal Ard yang tampak belum selesai dalam melakukan pembayaran.

Sembari menunggu dan menopang pipi dengan tangan kiri, Willy merasa heran karena Ard tak kunjung selesai. Kala itu, Willy berasumsi bahwa terjadi sesuatu pada Ard. Ketika baru beranjak dari kursi, Willy dikejutkan oleh murid yang tampak membicarakan kehadiran seseorang di kantin. Ketika terlihat, Willy semakin terkejut karena terdapat wanita asing yang datang ke kantin.

Wanita tersebut memiliki paras yang begitu cantik. Dengan Style rambut Bob Medium berwarna cokelat. Mengenakan Korean Outfit, dengan atasan biru yang menampilkan bahu kanan dan rok hitam. Wanita tersebut tampak berjalan menuju ke arah Ard dan memberikan D-Cash milik Ard yang tertinggal. Dengan ekspresi terkejut, Ard menerimanya dan menuturkan terima kasih.

"Dasar. Kau terlambat lagi, ya? Jangan terlalu larut dalam bermimpi, mengerti?" tegur wanita tersebut sembari tersenyum tipis.

"Ehehehe. Maaf, maaf. Ah, kakak bisa tunggu di meja Willy. Akan kubelikan sesuatu sebagai gantinya," balas Ard sembari tersenyum tipis dan menunjuk Willy.

"Ka-- KAKAK?!" tanya Willy dalam hati sembari terkejut hebat.

"Begitu. Baiklah," ujar sang kakak sembari mulai melangkah.

Ketika Ard menyebutkan bahwa wanita tersebut adalah kakaknya, seisi kantin terdiam kaku karena tak menyangka, bahwa orang seperti Ard memiliki kakak yang begitu cantik. Seusai diminta Ard untuk menunggu di meja Willy, sang kakak duduk di meja yang sama dengan Willy. Dengan senyum hangat dan nada yang lembut, sang kakak menanyakan hubungan Willy dengan Ard. Seketika, Willy mendapati canggung dan menjawabnya dengan gugup, bahwa mereka sudah berteman sedari awal masuk sekolah.

Senyumnya yang begitu hangat, membuat jantung Willy sesak dan kesulitan dalam merangkai kalimat. Seusai melakukan pembayaran dan menerima pesanan, Ard melangkah ke meja Willy dan sang kakak berada. Kala itu, menu Ard adalah daging sapi panggang yang diselimuti sayur kubis. Sedangkan Willy ialah sepuluh potongan daging ayam dengan saus barbekyu. Lalu sang kakak ialah bubur ayam dan roti.

Sembari makan bersama, Ard menanyakan sang kakak, perihal kedatangannya ke Exgalya, karena sebelumnya ia sedang tinggal di Russia. Seketika, Willy terkejut dan penasaran dengan yang dilakukannya di Russia. Sembari tersenyum tipis dan mengelap kecil mulutnya, sang kakak mengungkapkan bahwa ia bekerja sebagai Instruktur Militer. Seketika, seisi kantin kembali dibuat terkejut karena sosok yang begitu cantik, memiliki karir di medan perang.