Chereads / Grey to Red : 16 Millions Colors / Chapter 3 - Kedatangan Otak Otot

Chapter 3 - Kedatangan Otak Otot

Seusai ditegaskan untuk tenang, Guru Rixa merasa lega dan menuturkan terima kasih pada para murid dan Ard. Kemudian, Guru Rixa mempersilahkan Ard untuk kembali duduk ke bangkunya. Dalam setiap langkahnya, Ard merasakan tatapan dan tekanan negatif dari sekitar seperti dulu. Sedangkan Willy, ia semakin bingung dengan maksud dari desas-desus para murid perihal Ard.

Dengan berperilaku profesional, Guru Rixa melanjutkan absen hingga selesai dan memulai pelajaran. Selama pelajaran berlangsung, Willy tak henti-hentinya menatap Ard karena penasaran. Seusai dua mata pelajaran, waktu istirahat pun tiba. Ketika Ard bangun dari duduk, ia merasakan pegal di punggungnya. Sembari tersenyum sinis, Willy memegangi kedua lengan bawah Ard dari belakang dan menariknya bersamaan, serta mendorong punggung Ard dengan kaki kanan. Seketika, Ard terkejut dan merasakan sakit yang hebat.

"A-a-a-apa yang kau lakukan, sialan?! Sakit! Sakit!" tanya Ard sembari meronta kesakitan.

"Tahan sedikit! Ini akan membuat punggung tua mu lebih baik! WILLYYYY CHAAAAARGE!" tegur Willy sembari menambah tekanan dari kakinya.

*Kraak!*

Seusainya, Ard mengeluhkan layanan yang diberikan Willy. Namun ia langsung tersadar, karena pegalnya terasa hilang. Dengan rasa kagum, Ard menanyakan cara Willy melakukannya. Dengan penuh percaya diri, Willy mengungkapkan bahwa kakinya sudah diberkahi suatu mukjizat dalam melakukan terapi.

Ketika mendengar bualan Willy, Ard langsung mengerutkan dahi dan menyuruhnya untuk melupakan momen tersebut. Kala itu, Willy teringat hal yang harus dibicarakan dengan Ard. Dengan rayuan menggunakan kedok "Bisnis", Ard menerimanya tanpa pikir panjang. Dengan penuh antusias, Willy merangkul Ard menggunakan tangan kanan dan mengajaknya ke atap sekolah.

Sedangkan siswa berkulit cokelat yang sudah mengawasi perilaku Ard dan Willy, berdiri dari bangkunya. Ketika akan berjalan, siswa berkulit cokelat terhenti karena obrolan tiga siswi yang tampak membicarakan Ard dan Willy. Siswi yang berambut cokelat panjang dengan bando merah, mengungkapkan keluh kesah nya. Kala itu, ia tak menyangka karena Willy mau berteman dengan Ard.

Kemudian, siswi berambut hitam pendek dengan pita kupu-kupu berwarna biru mengungkapkan, bahwa ia memikirkan hal serupa. Ia berpikir, jika Willy diperalat oleh Ard, hingga mereka bisa akrab. Sedangkan siswi berambut cokelat dengan Style Braid Bun, menyanggah asumsi mereka. Ia berasumsi, bahwa Willy hanya berpura-pura akrab dan berniat menyelesaikan suatu urusan dengan Ard. Seketika, dua temannya tersebut terkejut karena berpikir bahwa asumsinya terdengar masuk akal.

Seusai merasa cukup dalam mendengar obrolan tersebut, siswa berkulit cokelat melanjutkan langkahnya dalam mengikuti Ard dan Willy. Sedangkan Ard dan Willy, mereka berjalan santai di koridor sembari berbincang hangat. Ketika berbelok ke tangga yang akan mengantar mereka ke lantai tiga, Ard bertabrakan dengan seseorang, hingga orang yang ditabrak tersebut terjatuh dan membuat buku-buku yang dibawanya tergeletak tak beraturan.

Dengan perasaan terkejut dan panik, Ard segera meminta maaf, serta menolongnya. Sedangkan Willy, ia menegur Ard untuk berhati-hati dalam berjalan. Seketika, Ard membantah dan menyalahkan Willy, karena obrolannya yang menghanyutkan.

Sembari menahan rasa sakit, siswi yang tertabrak tersebut mengungkapkan bahwa ia baik-baik saja. Dikala siswi tersebut dan Ard saling bertatapan, mereka pun saling terkejut, hingga membuat Willy terdiam kaku karena bingung.

"A-Ard?! Kau kah itu?!" tanya siswi tersebut dalam posisi duduknya.

"D-Dyenna?! Kau bersekolah di sini?!" balas tanya Ard dengan ekspresi tak menyangka.

Seketika, Dyenna mengambil salah satu buku dan berdiri, serta melayangkan buku tersebut dengan keras pada kepala Ard. Seketika pula, Ard mendapati rasa sakit hingga membuatnya terjatuh duduk. Murid yang berada di sekitar mereka, terdiam kaku karena penasaran dengan yang terjadi. Ketika mendapati situasi tersebut, Willy mengangkat Ard dan memikulnya di bahu seperti membawa beras.

Ard yang mendapati perlakuan tersebut, kembali terkejut dan dibuat berpisah dengan Dyenna, karena Willy bergegas menuju atap sekolah. Sesampainya di atap, Ard menyikut belakang kepala Willy hingga membuatnya terjatuh bersamaan. Sembari menahan rasa sakit, Willy menanyakan perilaku yang diperbuat Ard.

Dengan ekspresi kesal, Ard justru balik bertanya perihal tindakan yang diperbuat oleh Willy, karena dianggap memalukan. Sembari berdiri dan mengusap belakang kepala, Willy mengungkapkan bahwa ia tak memiliki pilihan lain. Dengan ekspresi sedikit serius, Willy langsung menanyakan perihal yang terjadi dengan Ard di masa lalu. Seketika, Ard kembali terkejut, karena Willy tak basa-basi.

Sembari menghela nafas dan bertolak sebelah pinggang dengan tangan kiri, Willy tersenyum tipis dan memperingatkan Ard, untuk tidak menyangkalnya. Ketika Ard akan berbicara, seseorang keluar dari pintu atap dan mengejutkan mereka. Siswa berkulit cokelat tersebut ialah Xion, teman sekelas mereka. Tanpa pikir panjang, Xion berlari ke arah Ard dan Willy, hingga semakin mengejutkan mereka.

Ketika sampai di depan Willy, Xion menyingkirkan Willy yang menghalangi pandangannya pada Ard. Kemudian, Xion melayangkan pukulan pada Ard dengan tangan kanan, namun Ard hindari dengan cepat. Lalu, Ard menjaga jarak dan menanyakan tindakan yang dilakukan Xion.

"Aku tak sudi menjawab pertanyaan setan di dunia ini. Kau harus kembali ke dunia bawah!" ujar Xion sembari menatap tajam dan melanjutkan serangan.

"Hah?! Jangan bercanda, sialan! Aku lahir sehat di dunia ini! Dan aku adalah manusia tulen!" bantah Ard dengan kesal sembari menghindari serangkaian serangan Xion.

"Tubuhmu memang sehat, namun jiwamu tidak. Jadilah anak baik agar dapat kuantar ke kampung halamanmu di neraka," lanjut Xion sembari melakukan tendangan berputar.

"Kampung halamanku hanya di Alya! Jangan seenaknya mengganti biodataku di sini!" bantah Ard semakin kesal.

Ketika pukulan Xion hampir mengenai Ard, Willy menerima pukulan Xion hingga mengejutkan mereka. Xion sangat tak menyangka, karena Willy begitu nekat dalam melindungi Ard. Pukulan kuat dari Xion, mampu membuat wajah Willy memar dan hidungnya mengeluarkan darah.

"Hei. Bisa, kita hentikan ini?" tanya Willy sembari tersenyum lebar.

"Kau ... Jangan bercanda!" bantah Xion dengan kesal sembari kembali menyingkirkan Willy dari hadapannya.

"Hentikan, Gorila!" tegur Ard sembari memukul kepala Xion dari atas dengan kuat dan cepat.

Seketika, Xion tumbang dan tak bereaksi seusai mendapati pukulan Ard. Willy yang melihatnya, kembali terkejut karena Ard mampu melakukan pukulan sekuat itu.

"Mati, kah?" tanya Willy dengan ekspresi lugu.

"Tak mungkin lah, tolol! Justru tanganku yang mati rasa karena kepalanya sangat keras!" bantah Ard sembari mengayunkan tangan kanannya yang menggantung di udara.

Kala itu, mereka meyakini bahwa Xion pingsan karena pukulan Ard. Lima menit kemudian, Willy membawa ember berisi air dan memberikannya pada Ard. Ketika berbalik dan menyiramkannya ke Xion, Ard dan Willy terkejut karena Xion sudah sadar lebih dulu. Seusai mendapati momen tersebut, Xion menatap sinis pada Ard, sedangkan Ard terdiam kaku karena sudah membuat Xion basah kuyup.

Secara perlahan, Ard menaruh ember ke lantai dan menunjuk Willy, serta mengungkapkan bahwa Willy lah yang memiliki ide dalam menyadarkan Xion. Seketika, Willy terkejut dan ditinggal oleh Ard. Kemudian, Willy dikejutkan dengan bahu kanannya yang ditepuk dari belakang oleh Xion.

Sembari menatap tajam, Xion menanyakan Willy perihal air yang ia gunakan untuk menyiramnya. Dengan perasaan penuh ketakutan, Willy mengungkapkan bahwa air yang ia gunakan, berasal dari ember pel lantai.

*DZIG!*

"Bagaimana? Sudah dipukul?" tanya Ard dari balik pintu atap, dengan ekspresi seolah tak berdosa.

"Sudah. Selanjutnya kelerengmu," balas Xion sembari membunyikan kepalan tangan.

Sembari tersenyum tipis, Ard mendekati mereka dan menanyakan Xion perihal permasalahannya, yang bersikeras mengincar Ard. Sembari menatap tajam, Xion meminta Ard untuk memasang pendengarannya sebaik mungkin.