Chereads / Grey to Red : 16 Millions Colors / Chapter 1 - Warna Liar

Grey to Red : 16 Millions Colors

🇮🇩Kyzera
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 17.6k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Warna Liar

Exgalya, Bagian Alya. Januari, Tanggal 1, Tahun 2306, Pukul delapan pagi, Hari Senin.

[Pastikan, untuk selalu menjadi anak baik, ya!]

Suara dalam kepala Ard, membuatnya terbangun dari tidur.

Sembari melawan rasa kantuk, Ard mengangkat tubuhnya secara perlahan.

"Nasihat keberapa ini? Sudah di dalam tanah sekalipun, kau benar-benar cerewet hingga mampu menembus dimensi yang berbeda," gumam Ard sembari tersenyum tipis.

Ketika Ard masih dalam posisi duduk, pintu dibuka oleh sang ibu. Seketika pula, Ard menoleh dan mereka terkejut satu sama lain.

"Astaga! Kau akhirnya bangun! Kenapa kau sulit sekali untuk dibangunkan, Ard?! Lihat jam berapa, sekarang!" tegur ibu sembari bertolak pinggang dengan ekspresi cemberut.

"Jam berapa? Ini tentu masih pa--" bantah Ard sembari tersenyum tipis dan mengarahkan pandangan pada Jam Digital di rak sebelah kanan kasur.

Seketika, kalimat Ard terpotong karena terkejut hebat. Tanpa pikir panjang, Ard menembus jendela kamar dan lompat ke jalanan. Di saat bersamaan, pengendara motor yang sedang melaju, dikejutkan oleh perilaku Ard, hingga ia membanting kemudi dan tercebur ke sawah. Sembari berlari, Ard meminta maaf perihal kejadian tersebut.

Ketika melihat kejadian tersebut, sang ibu dilanda kepanikan dan bergegas ke depan rumah, untuk menolong sang pengemudi motor. Dengan pakaian yang masih mengenakan Celana Boxer dan Baju Kasual, Ard berlari sekencang mungkin menuju sekolah.

"Hei! Pakai celanamu!" tegur ibu muda sembari menutup mata anak laki-lakinya dengan tangan kanan.

Seusai ditegur, Ard langsung teringat dan segera mengenakan seragam SMA Hylze-nya, sembari berlari.

Ketika akan sampai di area sekolah, Ard langsung bersembunyi di balik pagar. Dikarenakan, Petugas Keamanan Sekolah sedang berjaga untuk menangani murid yang terlambat. Dengan bertindak nekat, Ard mencari jalan masuk ke dalam sekolah. Kala itu, Ard memasuki area dalam sekolah, lewat sisi pagar di sisi kanan. Pagar setinggi tiga meter tersebut, dijangkau oleh Ard dengan mudah dan ia pun langsung melompat ke area dalam sekolah.

Dengan segera, Ard melanjutkan langkahnya menuju Aula Sekolah, secara diam-diam. Ketika sampai, Upacara Penerimaan SMA Hylze telah dimulai sedari tadi.

"Ah, sial! Aku ingin bergabung! Tapi tak sopan jika aku sembarang masuk, maupun mengucapkan 'Permisi~'. Mereka akan mengecapku sebagai Anak Aneh!" keluh Ard dalam hati, sembari mengintip keadaan.

Ketika dilanda kebingungan, Ard terpikirkan suatu hal dalam situasi tersebut. Ketika upacara masih berlangsung, murid laki-laki yang duduk di barisan paling belakang, dikejutkan oleh suatu benda yang menggelinding ke tengah.

Seketika pula, benda tersebut meledakkan cahaya yang sangat silau, hingga membuat seisi aula terkejut dan panik.

"Chance!" seru Ard dalam hati sembari melompat ke dalam aula dan segera mengambil posisi duduk.

Seusai Flashbang yang meledak secara tiba-tiba, seisi aula bertanya-tanya perihal yang terjadi. Sedangkan para Guru dan Kepala Sekolah, berusaha menenangkan keadaan. Ard yang sudah mengambil posisi duduk, ikut bertingkah seperti korban yang terkena Flashbang. Sedangkan murid laki-laki yang duduk di sebelah kiri Ard, merasa heran dengan kehadirannya.

"Hmm? Apa?" tanya Ard dengan ekspresi polos.

"Eh? Ah, tidak. (Perasaanku saja, kah?)" balas murid laki-laki dengan canggung, sembari bertanya-tanya dalam hati.

Seusai situasi teratasi, Kepala Sekolah melanjutkan pidato hingga selesai. Ketika upacara selesai, para murid keluar dari aula sembari membicarakan kejadian sebelumnya. Sedangkan Ard, ia merasa lega karena berhasil menghadiri Upacara Penerimaan. Di kala para murid akan menuju kelas masing-masing, para kakak kelas berbondong-bondong menawarkan Klub Ekstrakulikuler mereka. Dengan seketika, keadaan di luar halaman menjadi sangat ramai.

Ketika keadaan tersebut berlangsung, Ard mendapati kebingungan dalam memilih Klub Ekstrakulikuler. Di saat bersamaan, leher Ard dijepit oleh lengan kiri seseorang secara tiba-tiba. Kemudian, Ard pun langsung menoleh dan mendapati gerombolan Klub Sepak Bola. Dengan perasaan canggung, Ard berusaha menolak tawaran Klub Sepak Bola tersebut, karena bukan minatnya.

Sembari tersenyum lebar, Kakak Kelas yang menjabat sebagai Ketua Klub, menanyakan klub yang diminati oleh Ard. Dengan ekspresi malu, Ard menjawab bahwa ia mencari Klub Hewan atau Klub Dunia Air. Seketika, kawanan Klub Sepak Bola tersebut terdiam kaku, sembari tersenyum canggung.

"Bagaimana ini, Ketua?! Aku menghargai minatnya, tapi aku tak ingin menghancurkan harapannya perihal klub yang tak ada di sekolah ini!" bisik anggota klub dengan potongan rambut cepak.

"Begitu pun denganku! Kurasa tak ada pilihan lain untuk memberitahu kenyataannya!" balas Ketua Klub.

Seusai berunding secara mendadak, Ketua Klub mempersiapkan diri dalam menyampaikan kenyataannya pada Ard. Sembari meminta maaf, Ketua Klub mengungkapkan bahwa klub yang dicari oleh Ard, tidaklah ada di SMA Hylze.

"Eh? Ah, begitu. Baiklah! Terima kasih!" ujar Ard sembari tersenyum lebar dan berpamitan.

"Ekspresinya begitu berat. Seolah dia tetap percaya bahwa klub itu ada di sini," gumam anggota Klub Sepak Bola berambut Spiky, sembari menahan isak tangis.

"Kurangi tontonan dramamu, Roy. Sebelum kusepak air matamu," tegur anggota Klub Sepak Bola berambut gondrong, sembari menatap sinis.

Seusai bertemu dengan Klub Sepak Bola, Ard masuk ke dalam gedung sekolah dan melihat daftar tawaran klub yang tertera dengan teliti. Meskipun sudah dicari, Ard tetap tak menemukan klub yang diminatinya. Seketika, Ard menghela nafas dan tersenyum tipis, sembari bertolak pinggang. Kala itu, Ard memutuskan untuk tidak mencari klub sementara waktu.

Dikarenakan situasi begitu ramai dan sesak, Ard memutuskan untuk pergi ke atap sekolah. Sesampainya di sana, Ard melihat seorang siswa yang berjongkok di balik pagar pembatas.

"A-B-B-A-B-C-B-A-A-D-- WUOOOGH! B-C-D-A-A-B-D-D," ujar siswa dengan Headphone merah yang melingkar di lehernya.

Dengan rasa penasaran, Ard menghampirinya dan melihat siswa tersebut yang sedang menggunakan teropong, sembari menyebutkan alfabet aneh. Dikala siswa tersebut masih menyebutkan alfabet, Ard menyanggah bahwa ia melihat alfabet "E". Seketika, ia terkejut dan menanyakan keberadaannya. Seusai tersadar, dia menjauhkan teropong dari matanya dan melihat Ard.

Seketika pula, siswa tersebut terkejut hebat karena kegiatan bejatnya ketahuan orang. Dengan perasaan panik, ia menuturkan pamit pada Ard.

"Ah! Lihat! Itu 'G'!" ujar Ard dengan antusias.

Seketika, langkah siswa tersebut terhenti dan berjalan cepat ke arah Ard dan menanyakan keberadaannya. Dengan tingkah laku bersahabat, Ard merangkul dengan tangan kiri dan membagi pandangan teropongnya.

"Luar biasa. Itu bibit unggul!" ungkap siswa tersebut sembari memandangi siswi yang dituju.

"Jika bibitnya seperti ini, aku penasaran dengan ibunya," ungkap Ard sembari ikut memandangi siswi yang dituju.

"Dekati anaknya, ambil ibunya. Bukankah itu lebih baik?!" bantah siswa tersebut dengan kesal.

"Dasar bodoh! Ambil dua-duanya, maka hidupmu terjamin!" balas Ard dengan kesal.

Ketika larut dalam perbincangan bejat, siswa tersebut teringat suatu hal dengan menanyakan nama. Sembari tersenyum lebar, Ard memperkenalkan diri padanya dan berbalik menanyakan diri siswa tersebut. Dengan respon serupa, ia mengungkapkan bahwa namanya adalah Willy.

Kala itu, Ard dan Willy memulai ikatan persahabatan di SMA Hylze. Dengan perasaan lega, Willy mengungkapkan bahwa ia tak menyangka, karena dapat menemukan teman pertama yang selaras dengannya. Seketika, Ard tertawa lepas karena merasakan hal serupa. Sembari saling merangkul dan tersenyum sinis, Willy menanyakan aktris favorit Ard.

"Tentu saja, Nona Uehara Ai. Medium is Premium," ungkap Ard dengan perasaan bangga.

"Kasta-mu boleh dibicarakan juga sialan. Nona Yuzu Sakurai. Bentuknya seperti angsa! Menawan dan proporsional! Terlebih visualnya yang natural!" ungkap Willy dengan penuh percaya diri.

Seusai mengetahuinya, Ard menepuk pundak kanan Willy dengan tangan kiri dan meminta perbincangan bisnis. Dengan perasaan senang tak terbendung, Willy menerima permintaan Ard. Namun, bel sekolah berbunyi terlebih dulu, hingga membuat transaksi mereka ditunda.