Laras teringat akan pertemuan pertama dengan Nenek Atmajaya. Beliau sama sekali tak memberikan meski hanya seulas senyuman.
Yang ada hanya bola mata menatap nyalang. Seakan Nenek Atmajaya benar-benar membencinya.
Sementara itu di kediaman Santi, wanita yang tengah berbadan dua itu tak juga dapat memejamkan mata.
Sekilas netranya melirik kepada sang suami yang tengah menopang dagu, dengan pandangan seakan kosong.
Meski Tuan muda Tonny tengah menemaninya. Tak ada perbincangan yang terjadi antara mereka berdua.
Tonny sibuk dengan dunianya sendiri. Raga Tonny berapa di sini. Namun jiwanya melanglang buana entah kemana.
Santi tahu Tonny terpaksa menemaninya hanya demi memenuhi permintaan Nenek Wendi.
"Seandainya saja kamu mau membuka hatimu, Tuan Tonny," Gumam Santi lirih nyaris tak terdengar.
Dalam diam Santi berharap agar tugasnya melahirkan penerus keluarga Wendi segera berakhir.
Dia ingin segera bebas dari jeratan pesona Tonny yang semakin membiusnya.
Mendadak Santi terpikir akan Edo. Kekasih hatinya. Santi memutuskan hubungan dengan Edo secara sepihak.
Usai menandatangani perjanjian kontrak pernikahan. Semua yang berhubungan dengan Edo entah akun Facebook, Instagram, telah Santi hapus.
Dari lubuk hati terdalam Santi sebenarnya masih merindukan Edo. Tapi dia tahu diri, akan keadaannya sekarang.
Santi merasa tak pantas untuk lelaki sebaik Edo. Edo adalah pria baik, dia berhak mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dari dirinya.
Ingatan Santi berkelebat, teringat akan kisah hidup yang membuatnya harus menerima takdir menikah dengan Tuan Tonny.
Santi terlahir dari keluarga berkecukupan. Dulu Kehidupannya terbilang bahagia tak kurang satu apa pun. Hingga suatu hari kecelakaan yang di alami sang ayah merenggut satu demi satu kebahagiaan hingga tak menyisakan setitik pun bahagia.
Beberapa jam pasca pemakaman ayah, Ibu Santi mengalami serangan jantung pingsan hingga tak sadarkan diri.
Satu demi satu harta peninggalan ayah habis terjual untuk membiayai pengobatan ibu, yang dirawat di ruang iccu.
Kuliah Santi jadi terbengkalai. Gadis itu tak bersemangat menghadapi cobaan yang menurutnya terasa sungguh menyesalkan dada.
Kehilangan figur seorang ayah sekaligus ibu di waktu yang bersamaan buat Santi jadi patah arang. Tiada lagi tempat bermanja atau pun berkeluh kesah.
Disela waktu menjenguk ibu, Santi putuskan bekerja paruh waktu sebagai cleaning servis. Sayangnya gajinya masih jauh dari kata cukup, Untuk membayar biaya perawatan ibu.
Sudah tiga hari Santi belum dapat membayar biaya perawatan ibu. Perempuan itu bimbang tak tahu harus pinjam ke mana lagi.
Yang dikhawatirkan akhirnya terjadi. Hari berikutnya salah seorang perawat memanggil Santi menuju ruang administrasi.
Setibanya di sana Santi di sambut petugas dengan raut masam tak bersahabat.
"Maaf, Mbak . Kami akan berikan kamu waktu sampai besok siang. Kalau juga belum dapat melunasi biaya perawatan, Dengan terpaksa kami akan menncabut seluruh peralatan medis yang menempel pada tubuh ibu, Mbak!"
Hening sejenak.
Sekujur tubuh Santi lemah seakan berdiri tanpa tiang penyangga. Santi sungguh tak sanggup jika harus kehilangan sang ibu. Hanya ibulah satu-satunya keluarga yang dia miliki saat ini.
Perempuan bermanik cokelat itu bimbang tak tahu harus berkata apa.
"Bagaimana, Mbak?"
Suara petugas administrasi buat Santi tersentak dari lamunan.
"Iya, Kak. Aku akan mengusahakan pembayaran pengobatan ibu," Cetus Santi dengan nada lemah.
Santi pun berjalan dengan gontai. Dia sungguh tak tahu harus bagaimana lagi. Untuk meminjam kepada teman-teman Santi sudah tak punya muka lagi.
Deretan hutang yang belum terbayar buat Santi tak berani untuk terus meminjam.
Santi juga tak sampai hati membebani Edo. Kekasihnya tengah fokus mengumpulkan uang untuk biaya kuliah. Di tambah harus mengirimkan uang buat ibunya yang telah berusia 70 tahun di kampung nan jauh di sana.
Di tengah kekalutan datanglah seorang wanita berusia senja menghampiri Santi.
Dandanan wanita yang terlihat mewah nan anggun, Cukup untuk menjelaskan bahwa perempuan itu berasal dari kalangan high class.
"Aku bisa bantu kamu melunasi bahkan membiayai seluruh perawatan ibumu sampai sembuh."
"Tapi kamu juga harus bisa membantuku anak manis!"
Santi menatap penuh takjub akan sosok wanita yang tengah berdiri tepat di hadapannya.
Sementara perempuan itu seakan dapat membaca isi hati Santi. Tanpa diminta beliau lantas menjelaskan.
"Aku adalah pemimpin klinik ini. Tadi sebelum kamu datang, salah seorang pekerjaku memberitahu tentang kamu yang menunggak pembayaran."
"Seperti kataku tadi kamu tak usah pusing kamu hanya cukup menjadi istri kontrak cucuku. Mengandung anaknya. Setelah bayinya lahir tugas kamu selesai."
"Aku akan membayar kamu sembilan milyar. Setengah dari pembayaran akan aku berikan setelah kamu bersedia menandatangani kontrak perjanjian!"
"Ini kartu namaku jika kamu tertarik silahkan hubungi nomor yang tertera disitu. Ingat waktu kamu tak banyak." Ucap Nenek Wendi sembari menyodorkan sebuah kartu nama kepada Santi.
Sementara Santi masih diam terpaku di tempat. Santi masih berusaha mencerna pembicaraan wanita sosialisasi tadi.
" Nyonya Wendi," gumam Santi mengeja nama pada kartu yang masih di genggaman nya dengan erat.
Usai mempertimbangkan dengan matang, Akhirnya Santi memutuskan menerima ajakan Nenek Wendi untuk bekerja sama.
Apa pun akan Santi lakukan demi keselamatan nyawa sang ibu. Termasuk menjadi wanita kedua yang akan memberikan calon penerus keluarga Wendi.
Usai menandatangani surat perjanjian dengan nenek Wendi. Santi di ajak seorang perempuan paruh baya ke salon. Dirinya di make over hingga Santi sendiri tak bisa mengenali dirinya saat menatap pantulan cermin.
"Sempurna."
"Kamu sungguh cantik, Nona. Aku yakin majikanku tidak akan kecewa melihat calon istri cucunya," ucap wanita yang memperkenalkan diri sebagai asisten pribadi keluarga miliader tersebut.
Sesuai kesepakatan pernikahan antara Tuan muda Tonny dan santi dilangsungkan sore ini secara tertutup.
"Tampan...." Santi membatin.
Santi tak menyangka jika lelaki yang akan menjadi suaminya masih berusia muda dan setampan ini. Santi nyaris tak berkedip memandang pesona sang tuan muda.
Sementara Tonny menyadari jika dirinya tengah diperhatikan oleh calon istri mudanya lantas berdeham.
Sontak saja Santi yang ketahuan sedang mengagumi ketampanan Tonny jadi salah tingkah.
"Dia sama saja seperti gadis pada umumnya, Hanya suka uang dan ketampananku," Tonny menggerutu sendiri.
Pasca prosesi pernikahan Santi lantas diboyong ke sebuah rumah dengan desain ala Eropa.
"Maafkan aku Laras..." Jerit batin Tonny.
Sungguh tak pernah sedikitpun terlintas dibenak Tonny untuk mengkhianati pernikahan nya.
Keadaanlah yang memaksanya melakukan semua ini.
"Kamu belum tidur?"
"Apa ingin aku pijat atau aku buatkan segelas susu?" Tanya Tonny.
Santi menggelengkan kepala tak berani membalas pertanyaan Tonny.
"Maaf aku membuatmu terjebak di sini. Maafkan keegoisan nenekku, Santi."
"Sekarang tidurlah tak baik begadang, Aku akan memijat punggungmu sampai kamu bisa memejamkan mata!" Perintah Tonny tak ingin dibantah.
Tonny tak menyadari jika perhatian yang dia berikan disalahkan artikan oleh sang nenek yang sedari tadi memperhatikan mereka berdua dari balik pintu.
Setelah memastikan Santi tidur dengan lelap. Tonny pun beranjak menuju sofa, Rasa kantuk teramat sangat buatnya terbuai menuju alam mimpi.