Chereads / Merebut Istri Tuan Muda / Chapter 1 - Perintah nenek Wendi

Merebut Istri Tuan Muda

🇮🇩Goddess_OF_Luck
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 9.6k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Perintah nenek Wendi

"Nenek tidak mau tahu, tahun ini kamu harus bisa memberikan keluarga kita calon penerus!"

"Kalau kamu terus seperti ini, bersiap saja. Kamu akan dicoret dari kartu keluarga!"

"Nenek akan mencari cara lain demi dapatkan anak atau pun cucu kandung!"

Tonny hanya dapat terdiam mendengar ancaman sang nenek. Wanita berusia senja yang telah merawatnya dengan sepenuh hati, Kali nampak serius akan ucapannya.

Telah berulang kali Nyonya Wendi menyuruh Tonny untuk berpoligami. Beliau sama seperti kebanyakan orang tua pada umumnya. Ingin menimang cucu.

Sayang seribu sayang, permintaannya hanya di anggap sang cucu bagaikan angin berhembus.

Tonny bukannya tak mempedulikan permintaan sang nenek. Sungguh, dari lubuk hati terdalam. Dia menyayangi sang nenek melebihi apa pun.

Hanya saja ia telah memiliki istri. Pantang baginya untuk menyakiti sang istri, meski Tonny tahu, Bahwa seumur hidup mereka tak akan dapat memiliki keturunan.

Sebelum mempersunting Laras, Tonny telah mengetahui. Bahwa dengan menikahi gadis itu, Masa depannya akan suram.

Melalui hasil pemeriksaan dokter menyatakan, bahwa Laras terlahir sebagai wanita tak sempurna. Laras terlahir tak memiliki keturunan.

Rasa cinta sedemikian besar terhadap pujaan hati, Buat Tonny tak mempedulikan akan keadaan Laras.

Tonny berjanji menerima Laras apa adanya.

Dari sekian banyak wanita cantik, hanya Laraslah yang sanggup buat lelaki itu tertarik.

Laras tak seperti gadis pada umumnya, berusaha mendapatkan simpatik Tonny, Karena tahu Tonny seorang cucu dari pewaris milyuner.

Pesona Laras buat Tuan Tonny tak ragu meminangnya.

"Bagaimana kalau nenekmu tahu keadaanku yang sesungguhnya?" tanya Laras cemas.

"Berjanjilah kepadaku, Kita berdua akan merahasiakan hal ini. Jangan sampai beliau tahu!'" Pinta Tonny.

"Tapi...."

"Sssttt, Tenanglah ada aku di sini. Aku tak peduli bagaimana pun keadaanmu. Aku mencintaimu apa adanya."

Setelah bersusah payah membujuk Laras, Gadis itu pun luruh menerima ajakan Tonny untuk menikah dengannya.

Tak terasa delapan tahun telah berlalu, Rumah tangga Tonny dan Laras terbilang harmonis. Dua tahun belakangan mereka berdua juga mengadopsi seorang bayi perempuan, dari salah satu panti asuhan.

Ikrar kesetiaan kepada sang istri pun, harus Tonny langgar demi memenuhi permintaan sang nenek.

"Baiklah, Nek. Aku akan menuruti semua keinginan nenek. Hanya satu pintaku, jangan sampai Laras tahu."

"Aku tak ingin Laras sakit hati," Pinta Tonny.

Senyuman merekah tentu saja terpancar dari wajah Nyonya Wendi. Wanita itu sudah tak sabar ingin menimang cucu kandungnya.

"Nenek atur saja, Aku akan menikah dengan siapa."

Tak berselang lama setelah pamit, Tonny pun bergegas menuju kuda besinya. Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Tonny dihantui rasa bersalah, Pria itu sungguh tak tega membagi hati untuk wanita lain.

Sayangnya dia telah berjanji, akan siap menikah dengan gadis pilihan sang nenek.

Selang seminggu berlalu, Tonny dikejutkan oleh pemberitahuan sang nenek. Nyonya Wendi telah menemukan calon istri untuk Tonny.

Saat hari pernikahan tiba, Tonny terpaksa berbohong kepada Laras, Ia pamit dengan mengatakan, Akan keluar daerah untuk meninjau langsung proyek ke daerah terpencil.

Usai prosesi pernikahan atas permintaan Nyonya Wendi, Tonny membawa Santi kediaman baru, Yang sebelumnya telah di sediakan sang nenek.

"Segera laksanakan kewajibanmu!"

"Ingat, kamu sudah janji sama nenek!"

"Baik, Nek," jawab Tonny tak bersemangat.

Sungguh dalam hati, Tonny benci harus bersama wanita lain. Sekali pun itu istri sahnya. Dalam ingatan dan hati telah terpahat nama Laras. Apalah daya, Tonny tak sanggup melawan kehendak Nyonya Wendi sehingga terpaksa dirinya terjebak bersama gadis asing, yang sama sekali tak dicintainya.

Meski Tonny sama sekali tak tertarik dengan Santi. Ia tetap memperlakukan Santi dengan lemah lembut.

Tak terasa dua Minggu waktu berlalu, tibalah saat yang dinantikan Tonny. Ia sudah tak sabar segera menemui Laras, pujaan hati.

Sepanjang perjalanan pulang, tak hentinya Tonny memandang foto cantik Laras yang terpampang, sebagai baground ponselnya.

Tonny seakan lupa akan keberadaan Santi. Sementara Santi hanya dapat menahan perih di hati, Mendapat perlakuan berbeda dari Tonny.

Sepanjang perjalanan Tonny sama sekali tidak mengajak Santi berbicara. Pria itu hanya sibuk mengutak-atik handphone. Sikap Tonny berubah jadi sedingin es.

Ketika mobil yang membawa mereka telah tiba di depan gerbang rumah, tuan muda hanya menatap lurus ke depan, tanpa berbasa basi sedikit pun kepada istri mudanya.

Santi beranjak keluar dari roda empat, Sambil menghapus tetesan bening, yang keluar begitu saja dari kelopak matanya.

Meski sekuat tenaga Santi berusaha untuk menahan diri. Tetap saja sebagai wanita biasa, jelas dirinya terabaikan.

Santi menyadari jika dirinya telah terbius akan ketampanan sang suami.

"Sabar Santi, Kamu harus sadar diri. Kamu hanyalah istri kontrak yang kebetulan menikah dengan pria tampan seperti Tuan Tonny!" Santi berusaha memperingatkan dirinya sendiri.

Santi menghela napas berulang kali, Berusaha menghilangkan rasa galau yang menerpa, sebongkah daging dalam dadanya. Santi teringat akan surat perjanjian yang telah ia tanda tangani sebelum menikah dengan Tuan Tonny.

"Ah, Seandainya saja Ibu tidak sakit parah, Aku tidak harus terjebak dalam permainan ini," keluh Santi menyesali nasipnya yang malang.

Sesampainya di kamar, Santi merebahkan diri ke atas ranjang. Netranya terpejam mengingat kilas balik perjalanan hidup, hingga membawanya pada posisi rumit seperti saat ini.

Satu bulan kemudian.

Sudah beberapa hari ini Santi merasa tak enak badan, kepala terasa pusing, mual tak tertahan kan. Santi juga acapkali merindukan sosok Tuan Tommy. Setiap malam perempuan itu dapat memejamkan mata jika terus memandang foto Tonny.

Kondisi Santi yang tak biasa, Segera di tanggapi oleh asisten rumah tangga yang sengaja ditugaskan Nyonya Wendi. Sebut saja namanya Bibi Ima.

Bibi Ima bergegas menghubungi Nyonya Wendi dan dokter keluarga. Dan hasil pemeriksaan sesuai dengan dugaan Bibi Ima. Santi dinyatakan positif mengandung.

Kabar baik ini tentu saja dengan cepat sampai ke telinga Tonny. Sesaat lelaki itu terdiam. Netranya berkaca.

Tonny sungguh tak menyangka, Akhirnya angannya untuk menjadi seorang ayah akan terwujud. Meski nanti akan terlahir dari rahim istri mudanya, Tonny berjanji kelak akan merawat bayi itu sepenuh hati.

"Kamu harus bersikap adil terhadap Santi. Beri dia perhatian sebagaimana layaknya seorang suami!"

"Terlebih lagi Santi tengah mengandung anak kandungmu. Mulai sekarang kamu harus lebih sering menemani Santi dibandingkan Laras!" Titah Nyonya Wendi.

"Tapi, Nek. Aku tidak ada perasaan apapun terhadap Santi. Aku tidak bisa terus berpura-pura bersikap baik kepadanya!" Balas Tonny enggan.

Tonny berpikir tak ada gunanya meluangkan waktu bersama Santi. Bukankah pasca pernikahan, Ia telah berbaik hati menghabiskan detik demi detik dengan sia-sia bersama gadis pilihan neneknya?

"Perempuan hamil harus selalu bahagia. Karena akan berpengaruh pada janin yang dikandungnya," Ucap Nenek Atmajaya.

Tonny tertegun mendengar penjelasan sang nenek.

"Apa benar seperti itu?" Tonny bertanya dalam hati.

Tonny memang tak mencintai Santi. Hanya saja, Donny tak ingin calon bayinya terlahir tak sempurna, Akibat dari ketidak pedulian terhadap Santi.

Lelaki berahang tegas itu masih bimbang harus bersikap bagaimana.

Hari berikutnya karena selalu di desak sang nenek, akhirnya tuan muda meluangkan waktu selama empat hari dalam seminggu untuk menemani Santi.

Namun ketika bersama Santi Tonny selalu merasa gelisah. Dirinya teringat akan janji kepada Laras yang tak akan pernah mendua.

Karena sering bermalam di rumah Santi. Laras akhirnya mulai protes. Perempuan itu mulai curiga akan tingkah laku tak biasa dari pria terkasih.

Sesaat sebelum Tonny membuka pintu mobil, Laras tiba-tiba saja menyusulnya keluar.

"Kamu mau menginap di rumah Nenek Wendi?"

"Iya, sayang," tukas Tonny singkat.

"Aku ikut," pinta Laras memaksa.

"Nanti di lain waktu, Hanny. Nenek hanya ingin aku temani. Maafkan aku."

Tanpa menunggu jawaban Laras Tonny segera masuk dan menghidupkan kendaraannya.

Di hari berikutnya tanpa sengaja Laras menemukan susu kehamilan dalam dasboard mobil Tonny.

Tapi saat ditanyakan Tonny malah menjawab, Itu susu milik istri temannya yang lupa di ambil.

Di lain waktu tanpa sengaja Laras memergoki Tonny bersama Nyonya Wendi sedang berbelanja kebutuhan bayi.

Laras memberanikan diri bertanya meski sebenarnya sungkan.

"Stroller bayi milik siapa ini, Nek?"

"Bukan urusanmu. Tidak usah banyak tanya!" Balas Nenek Wendi. Beliau menampakkan raut tak bersahabat kepada Laras.

"Sayang, Kamu pulang duluan ya. Setelah aku mengantar nenek. Aku akan segera menyusulmu!"

"Iya, kak," sahut Laras sembari menganggukkan kepala pertanda setuju.

Meski berjuta tanya terus bergelayut dalam benaknya. Laras tak mau bertindak gegabah. Di tambah lagi harus adu argumen dengan Nenek Wendi.

Laras tahu sebelum awal pernikahan, Beliau sudah menampakkan ketidaksukaan terhadap Laras.

"Semoga kamu sedang tidak mendustaiku, Kak." Gumam Laras.

Laras lantas memutuskan mengurungkan niat berbelanja. Mendadak dia jadi badmood.

Laras terjaga dari tidur saat jarum jam telah menunjukkan pukul dua belas. Tonny tak jua menampakkan batang hidungnya. Berulang kali Laras menguap, Menahan kantuk menunggu kedatangan sang suami.

Laras lantas merogoh kantung celana, Mengambil ponsel. Barangkali saja suaminya menghubunginya saat dirinya ketiduran.

Sayangnya tak ada satu pesan pun yang masuk. Saat Perempuan berhidung mancung itu mencoba menghubungi Tonny ponsel kekasih hatinya tak aktif.

"Ke mana lagi kamu selarut ini, kak?"

"Mengapa akhir-akhir ini kamu berbeda, tidak seperti Donny yang dulu aku kenal," keluh Laras bermuram durja.

Laras jadi berpikir apa mungkin Tonny memiliki perempuan lain, sampai suaminya tega pergi tanpa memberi kabar seperti biasa.

Laras menggelengkan kepala berusaha untuk menghilangkan prasangka buruk terhadap sang suami.

"Mungkin saja Nenek Wendi sedang tidak sehat, atau butuh teman berbincang!" hibur Laras kepada dirinya sendiri.