*Adegan berisi konten yang menjurus ke dewasa. Harap ambil sisi positif dan buang sisi negatifnya. Semoga kita dijauhkan hal-hal negatif seperti ini.
"Aku ada Yang, horor gimana? Aku belum tonton. Nggak berani nonton sendirian. Tonton berdua aja yuk?
"Bentar aku ambilin laptopnya ya."
"Jangan lama-lama Yang."
Aku membawa leptopku yang baru kemarin dibelikan saat aku merayakan ulangtahun. Bunda membelikanku leptop baru itu. Film yang kami tonton berdua adalah film horor keluaran dari negeri paman sam. The Conjuring yang pertama tahun 2013 yang disutradari oleh James Wan.
Kami menonton film berdua di ruang tamu. Hingga larut malam. Namun karena aku terlalu mengantuk. Hanya beralaskan karpet. Leptop di atas meja dengan bersandarkan kursi kayu. Aku tertidur dengan lelap, bahkan sangat terlelap.
Hingga aku sedikit menyadari seakan tubuhku diangkat oleh seseorang dengan pelan. Lalu aku dipindahkan ke kamarku sendiri. Mungkinkah itu Bunda. Namun karena aku terlalu mengantuk aku melanjutkan tidurku, dan tidak menghiraukan apa yang terjadi.
Rumah, 05.11
Aku terbangun dengan wajah yang masih kucel, mata yang masih mengantuk, dan tubuh yang lemas. Kaget bukan kepalang. Saat aku menyadari di sebelahku dalam selimut yang sama, ternyata ada tubuh tinggi dan berisi tak lain dan tak bukan. Mataku terbelakak dan menyadari bahwa itu adalah Devano.
Apa benar dia Devano? Mengapa dia di sini? Gumamku sendiri. Setelah aku melihat lebih jelas lagi, ternyata benar dia adalah Devano. Tidak salah lagi. Benar itu memang Devano.
"Yang bangun...!"
"Eh, kenapa kita seranjang Yang?"
"Habis ngapain kita?" tanyaku dengan nada kesal.
Aku tak bisa menyalahkan hujan atau siapapun. Hujan hanya mengantarkan cinta, sedangkan kami memupuknya dengan dosa.
Rumah, 22.05
Malam itu dibawah hujan yang turun dengan riuh. Di tengah suasana yang dingin. Rumah yang kecil dan sepi. Aku dan Devano memang tak semestinya berdua bersama di dalam rumah. Meski itu kami niatkan untuk mengerjakan tugas dari sekolah.
Kejadian itu bermula saat kami menonton film di ruang tamu. Aku memang menyadari bahwa ada seseorang yang menggedong tubuhku, memindahkannya dari ruang tamu menuju kamar. Pikirku waktu itu adalah Bunda. Karena aku sangat mengantuk. Aku tidak begitu memperdulikannya. Piikiranku ternyata salah. Orang yang menggendongku adalah Devano.
Rumah, 05.17
Saat aku terbangun aku menyadari betapa terkejutnya aku. Devano telah ada di sampingku dengan posisi tidur yang sangat pulas. Persis di sebelah tubuhku, berbagi pada selimut yang sama, di atas ranjang yang sama.
Sebuah selimut yang berwarna pink dengan motif daun-daun dan bunga-bunga, berbahan lembut milikku. Benda itu sekarang telah menjadi saksi bisu, kami melakukan dosa atas nama cinta. Aku perlu meningatnya karena itu sebuah kesalahan terbesar dalam hidupku. Siapapun jangan contoh kami!
Mataku memicing, tanganku menggengam dan nada suaraku meninggi. Aku memang kesal bahkan marah, karena Dia di kamarku entah kami sudah melakukan apa, Aku dan Devano.
"Kenapa kamu di sini Yang?"
"Bangun Yang...!" lanjutku mengajaknya berbicara.
"Kenapa kita seranjang?" jawab Devano.
Devano menjawab dengan pertanyaan yang serupa. Dia juga kebingungan. Menurutnya setelah bangun dari tidurnya, ini adalah kamarnya. Ini adalah rumahnya, ternyata bukan.
"Kita habis ngapain Yang?" tanyaku lagi.
"Loh aku di kamarmu? Kita berdua?"
"Aku baru inget yang, tadi malam pas hujan. Kita nontom film berdua. Kamu ketiduran di ruang tamu." tambahnya."
"Terus kenapa kamu ada di sini?" tanyaku.
"Habis itu, aku menggendongmu ke kamar ini."
Dia sedikit terbata-bata dengan nada suaranya. Sembari mengingat dengan keras apa yang sudah terjadi tadi semalam. Mungkin dia juga setengah sadar.
"Awalnya aku mau langsung pulang setelah aku pindahin kamu di sini, tapi.."
"Tapi kenapa...?" tanyaku lagi dengan penasaran.
"Kamu menarik tanganku lalu mengigau dan meminta untuk ditemani. Aku tidur setelahnya, di sebelahmu. Sampai waktu berlarut hampir pertengahan malam. Aku terbangun dan kamu memeluk tubuhku."
Devano mengingat-ingat kejadian tadi malam.
"Aku minta maaf, setelah kamu peluk. Aku merasakan sesuatu yang berbeda. Darahku sedikit mendidih, nafasku mulai tak beraturan, dan jantungku berdegup cukup kencang. Aku menciummu dan melakukan hal yang nggak seharusnya kita lakukan. Kamu nggak nolak, aku pikir kamu mengiyakan. Maaf yang, aku salah. Jangan marah.."
Wajah tampannya itu menegang, dia cukup serius dengan mata yang berkaca-kaca dan nada yang dalam. Pertanda penyesalan yang begitu besar, yang dia rasakan terhadapku.
"Ini apa yang di selimut, ada bercak merah cukup banyak?" Aku bertanya lagi.
"Maafkan aku yang. Aku tadi malam terlalu dipengaruhi nafsu. Aku baru kali ini melakukannya. Kamu juga. Darah itu buktinya."
"Aku minta maaf Yang. Aku pasti tanggung jawab dan memastikan kamu nggak kenapa-kenapa." Dia melanjutkan perkataanya.
Tiba-tiba tubuhku lemas, kedua bola mataku berair menetes tak henti, pipiku basah karena itu. Aku takut jika aku hamil. Tubuh tegap dan bidang itu memeluku dengan erat, sembari tanganya mengelus lembut rambut panjang miliku. Baru kali ini aku benar-benar takut, dan baru kali ini juga, aku benar-benar merasa aneh.
Aku menyuruh Devano segera bergegas untuk pulang. Aku langsung mangantarkan dia di depan pintu rumahku. Sembari memastikan jangan sampai bunda pulang dan tahu soal ini.
Aku mulai mencuci selimut yang bernoda itu. Entah noda merah darah atau sebetulnya noda merah dosa kami. Aku tidak marah lagi, hanya saja masih syok. Kami melakukan hal yang semestinya tidak kami lakukan sebelum kami menikah. Bahkan parahnya lagi, kami masih berstatus pelajar SMA.
Sekolah, 09.00
Setelah dua bulan berlalu... Semenjak kejadian itu. Kesalahan yang pernah kami lakukan di malam saat hujan.
"Kamu kenapa Din?" Suara sesorang di belakang kursi tempat yang aku duduki, mengagetkan lamunanku secara tiba-tiba, ternyata dia Icha.
"Nggak ada apa-apa Cha."
"Ih...kamu sih gitu? Nggak ada apa-apa tapi wajahnya kayak ada sesuatu. Cerita aja kalau ada apa-apa.".
"Iyaa Cha, makasih ya. Tapi aku nggak apa-apa."
"Ayo ikut ke kantin?".
"Mbak Lastri tuh nanyain kamu, kenapa dua hari ini nggak makan nasi goreng bebek?"
"Ya udah yuk, ayo ke kantin."
Aku berjalan keluar dari ruang kelas menuju kantin di sekolah ini. Aku merasa aku perlu sedikit menenangkan diri, aku perlu makan sesuatu yang membuatku tenang. Belum sampai di tempat duduk. Mbak Lastri melihatku dan menghampiriku.
"Eh..Adina, kenapa dua hari gak kesini?"
"Hm... aku nggak enak badan Mbak. Ini udah enakan lagi kok."
"Oh gitu, syukurlah. Semoga sehat terus ya Din."
"Mau nasi goreng bebek?" tambahnya perkataan Mbak Lastri.
"Iya mbak, biasa ya sama jeruk panas."
"Oke Din.."
"Lha aku nggak ditawari nih mbak? Apa aku bukan pelanggan? Icha mencoba menggoda Mbak Lastri.
"Kalo kamu bikin sendiri aja. Masak sendiri." Mbak Lastri tertawa kecil.
"Ih... kok gitu mbak. Jahat loh, berasa anak tiri."
"Iya Cha, makan apa? Biasa kan?"
"Nasi goreng ayam sama es jeruk?, lanjut Mbak Lastri dengan perkataanya.
"Iya mbak, betul hehe." jawab Icha.
Setelah beberapa menit berlalu..
"Ini Din.." Mbak Lastri.
"Makasih ya Mbak."
"Sama-sama Din."
Aku mulai menikmati makanan yang aku beli dari Mbak Lastri. Tiba-tiba suara notifikasi chat masuk dari ponselku berbunyi. Aku cukup kaget, karena mulutku menguyah nasi goreng bebek buatan Mbak Lastri dengan sangat lahap. Rasanya tetap tak berubah dari awal setahun yang lalu, enak sekali.
"Yang, apa kamu masih marah?" chat dari Devano.
"Enggak kok, cuman masih syok dikit." Send Devano.
"Maaf ya Yang."
"Nggak apa-apa yang, kita berdua yang salah kok. Nggak cuman kamu," jawabku.
"Iya yang. Eh, nanti sore keluar yuk?"
"Kemana Yang?"
"Jalan-jalan, nyari makan, nyari suasana yang bagus. Biar kamu enakan perasaanya."
"Boleh Yang."
"Oke yang nanti malam, aku tak ke rumah. Pamit sekalian sama Bunda."
"Iya Yang. Aku mau lanjut makan dulu."
"I love you, Kesayanganku...."
"I love you too, Sayang..."
***