Chereads / Gadis Penyuka Hujan / Chapter 11 - Berkemah

Chapter 11 - Berkemah

Pagi ini kami semua berkumpul di kelas dengan suasana gembira. Besok hari minggu sekolah akan mengadakan kegiatan perkemahan. Kegiatan yang dilaksanakan di Bukit Merak, Malang. Pada saat pembinaan wali kelas, Bu Asih menjelaskan kegiatan itu untuk kami.

Sekolah kami mengadakan pembinaan wali kelas setiap tiga kali dalam seminggu. Pada hari senin, rabu dan jumat. Wali kelas 11 IPA 1 itu selalu memberi nasehat, motivasi dan penguatan secara akademik dan psikologis. Bu Asih adalah wali kelas terbaik sejak kami di kelas pertama, 10 IPA 1 hingga sekarang.

"Selamat pagi anak-anak," Bu Asih menyampaikan salam saat masuk kelas.

"Kita hari ini kedapatan kabar gembira. Ini sesuatu yang bakal sangat kita nantikan. Selama satu minggu penuh dari mulai minggu besok, Zidduya akan mengadakan perayaan hari jadi sekolah yang ke- 87 tahun," lanjutnya.

"Wiuh asik..seru nih," seru Ghandi

"Hoorrree....." Suara kompak anak-anak di kelas 11 IPA 1.

Suara tepuk tangan dan keriuhan terjadi setelah Bu Asih menyampaikan kabar tersebut. Banyak anak nampak sekali antusias saat mendengar penjelasan dari Bu Asih. Mereka semua nampak sangat bahagia, karena bagi mereka ini adalah kegiatan melepas penat. Setelah mereka sibuk berkutat dengan tugas dan testing.

"Tenang dan diam dulu. Ibu akan melanjutkan menjelaskan kembali...." ucap Bu Asih.

"Lanjut Bu," celetuk Icha.

"Oke, perayaan hari jadi sekolah kita dimulai dari kegiatan berkemah di Lapangan Bukit Merak. Kemah besok hari minggu selama tiga hari, tiga malam berutut-turut."

"Setelahnya ada lomba membaca puisi, menyanyi dan olahraga futsal. Selama seminggu ini pembelajaran ditunda sementara alias kosong."

"Anak-anak diharapkan untuk ikut serta dalam merayakan hari jadi sekolah kita tercinta, Zidduya."

"Semoga sekolah kita ini semakin maju dan berkembang pesat. Murid-muridnya menjadi orang-orang sukses dan bermanfaat, aamiin," ucap Bu Asih

"Aaamiin.." Anak-anak mengamini doa dari Bu Asih.

"Besok berangkat kemahnya jam berapa Bu?" tanya Devano.

"Oke untuk teknis pelaksanaanya bakal diinfokan lebih lanjut ya. Ketua kelas Gibran, silahkan nanti rapat jam 12. 30 bersama semua ketua kelas yang lain. Info lebih lanjut bakal disampaikan oleh ketua kelas nanti."

"Oke ibu tinggal dulu ya," Bu Asih pamit.

Suasana kelas ditinggalkan oleh wali kelas untuk melakukan rapat dengan guru lain dan kepala sekolah. Anak-anak menunggu jam pembelajaran pertama yang sedikit molor karena hal itu. Mereka adalah siswa yang cukup pintar dan beberapa ada yang nakal. Itu termasuk Devano, cowok badboy terpopuler di sekolah kami.

"Yang wajahmu kenapa?" Aku mengirim chat ke Devano yang tempat dudukku agak jauh darinya.

"Nggak apa-apa Yang," balas Devano.

"Serius Yang, wajahmu kenapa memar-memar gitu?." Aku dengan rasa penasaran bertanya pada cowok tampan itu. Perasaanku juga khawatir karenanya.

"Cuman kena pukul dikit," balas Devano

"Hah cuman? Berantem lagi ya,!" send Devano.

"Berantemnya dimana Yang?" aku mengirim chat ke Devano lagi.

Aku yang sedari tadi khawatir sejak pertama masuk kelas. Mataku melirik wajah tampannya yang memar-memar. Meski demikian, ketampanannya tak bisa ditutupi dengan itu.

"Nggak usah ikut berantem lagi ah, ntar kenapa-kenapa," Lanjut aku mengirim chat lagi.

"Nggak berantem Yang, aku sama temen-temen pas di jalan dikeroyok sama geng motor lain," balas Devano dengan menjelaskan.

"Ya udah kepaksa bela diri, tapi jumlah kita nggak sebanding," Devano kembali mengirim chat.

"Tapi kamu udah obatin belum itu?" Aku mengetik, lalu mengirim ke Devano.

"Udah Yang," kata Devano yang terlihat di layar ponsel.

Tiba-tiba seorang cewek di kelas ini mendatangi Devano yang ada di bangkunya. Berdiri dan mengatakan sesuatu dengan wajah yang tersenyum. Sepertinya memang cewek itu menyukai Devano sejak pertama kali pindah ke sini. Beberapa kali aku melihat dia mendekati Devano.

"Bisa bantuin aku Van?" Melly adalah siswi pindahan dari Bandung ke sekolah ini.

"Bantuin apa Mel?" Devano nampak bingung.

Tampak Devano tidak begitu meperdulikan Melly cewek baru itu. Dia lebih memilih membuka aplikasi chatnya kembali, lalu menyentuh namaku di layar ponsel. Dia meneruskan mengetik di ponselnya.

"Nanti malam ada acara Yang? Malam minggu loh," ucap cowok tampan itu.

"Nggak ada Yang, kenapa?" jawabku di chat.

"Van..Devano..." Panggil Melly yang dari tadi masih berdiri di samping meja Devano.

"Oh..iyaa, Mel," jawab Devano sedikit kaget karena tidak mendegarkan Melly.

"Kamu denger kan?" tanya Melly.

"Maaf, gimana Mel?" kata Devano

"Nanti sore keluargaku mau pindahan rumah. Banyak yang harus diberesin. Kamu bisa bantuin di rumah, ikut bantuin, sama nganter ke rumah baru?" Melly.

"Nggak bisa Mell, maaf ya. Aku udah ada janji," Devano nampak menolak dengan lembuut.

"Oh gitu ya. Ya udah deh, nggak apa-apa," Melly sedikit kecewa dengan penolakan Devano.

"Melly minta bantuan Yang. Aku nggak bisa bantuin. Yuk, nanti malam keluar aja?" Devano mengirim chat.

"Bantuan apa Yang?" send Devano.

"Boleh, pamit Bunda dulu ya," aku kembali membalas chatnya.

"Katanya pindahan rumah," balas Devano.

"Siyapp Kesayangan. Nanti aku ijin Bunda, " Devano kembali mengirim chat.

"Aku mau ke kantin. Ikut nggak?" tanya Devano di chat.

"Lah, belum istirahat Yang. Jangan sekarang," aku mencegah Devano buat membolos pelajaran untuk kesekian kalinya.

"Laper Yang, bentar doang," bantah Devano.

"Aish, aku nggak ikut...Iya kamu bentar aja. Jangan lama-lama. Lain kali nggak boleh ya," seru aku di chat sembari memberi peringatakan kepada cowok bandel itu.

"Iya, cewek bawel, hehe..." Devano mengirim chat disertai emoticon mengejek.

Rumah, 18.45

Kami memasuki sebuah rumah yang di depannya terdapat taman dan air mancur. Rumah berpagar sangat tinggi sekitar 3 meter. Rumah mewah bergaya eropa berwarna kuning keemasan.

Memiliki paviliun yang terpisah dengan rumah utama dan rumah pendukung yang ada di belakangnya. Total ada tiga bagunan megah di sini. Bangunan paling besar dan paling spektakuler adalah rumah utama dengan tiga lantai yang memiliki lift tersendiri. Semuanya dikontrol menggunakan sistem artificial inteligent atau AI dari ruang komputer.

Satu sopir pribadi Devano. Satu petugas komputer di rumah. Satu asisten rumah tangga tetap yang setiap hari tinggal di sini. Lima pembantu yang tidak tetap, pulang dan pergi setiap hari sesuai jadwal. Satu tukang kebun yang merawat kebersihan lingkungan depan rumah seminggu sekali. Tiga penjaga yang ada di depan, satu satpam tetap yang biasa menjaga rumah ini, yang lainnya adalah sopir pribadi dan asisten mamahnya Devano. Mereka berdua selalu mengikuti kemanapun majikannya itu pergi.

Orang-orang sering memanggilnya, Bu Nina. Cantik, putih, ramah dan baik. Empat kata untuk menggambarkan sosok mamahnya Devano.

"Udah, ayo masuk," ajak Devano dengan membuka pintu mobil untukku.

"Aku agak nggak PD Yang," ucapku dengan pelan.

"Nggak apa-apa. Mamah baik kok. Aku udah cerita sebelumnya sama mamah," Devano meyakinkan.

Dia mencoba meyakinkan aku, agar aku masuk dan menemui keluarganya. Lebih tepatnya mamahnya. Aku diundang untuk menghadiri makan malam keluarga Escapra. Sesuai rencana Devano, dia ingin mengenalkan aku dengan mamahnya, Mamah Nina.

Kesibukan yang terlalu padat. Scehdule meeting dan kunjungan kantor selalu menjadi alasan papahnya untuk tidak hadir, kecuali benar-benar mendesak. Sebenarnya Devano juga meminta sendiri papahnya untuk pulang, dan mengajaknya untuk bergabung dengan kami. Namun dia terpaksa menolak dan menyerahkan semuanya kepada istrinya, Bu Nina.

"Malam tante." Sapaku kepada wanita paruh baya yang sangat cantik duduk di Paviliun.

***