Chereads / Sang Luna Yang Beruntung / Chapter 11 - Mimpi Atau Bukan

Chapter 11 - Mimpi Atau Bukan

Aku yang berada pada sebuah tempat yang aku tidak ketahui, membuatku merasa kebingungan sendiri, entah apa yang terjadi terhadapku, membuatku merasa pusing dan tidak dapat melihat ke arah depan, mataku yang tiba-tiba menjadi pudar ketika melihat.

Kepalaku terasa berat, nafasku menjadi sesak, semua berubah menjadi tidak karuan dan membuat diriku menjadi sangat kacau secara mendadak, seseorang yang memakai jubah hitam dengan penutup kepala memanggil diriku dari kejauhan, aku yang sudah tidak kuat lagi akhirnya terjatuh ke tanah dan tidak sadarkan diri, di tengah-tengah diriku yang terjatuh sesaat aku masih sempat melihat seseorang yang datang dan membantu diriku, sebuah keributan di antara dua suara lelaki terdengar sayu, ketidak jelasan suara yang terdengar seperti sebuah bisikan di telingaku.

Aku terpejam dalam sebuah ketidak berdayaan, tubuhku kaku dan tidak dapat ku gerakkan, tidak tahu dengan keadaan, ingin menatap namun aku tidak bisa, mendengarpun aku tidak mampu lagi, hanya bisa memasrahkan keadaan terhadap apa yang terjadi dan membuatku ingin untuk bisa melakukan sebuah hal yang sangat ku ingin kan.

Setidaknya aku ingin terbangun dan lari dari tempat ini, namun aku tidak memiliki kekuatan sama sekali untuk melakukannya, harusnya aku bisa berteriak, setidaknya seperti seseorang yang ku dengar, sebuah suara yang memekik begitu kerasnya.

Ya suara teriakan yang malah mengantarkan diriku ke sini, suara teriakan yang membawa diriku ke tempat yang begitu indah namun berubah menjadi sebuah musibah untukku sendiri, sebuah suara yang melantunkan kepada ketidak berdayaan.

Terkadang aku berfikir apakah untuk menolong seseorang kita memerlukan kekuatan yang lebih, kenapa seseorang yang lemah tidak mampu untuk menolong orang lain, bahkan diriku saat ini tidak bisa untuk beranjak dari tempatku terjatuh saat ini.

Kesal sekali rasanya, aku ingin menangis, benar-benar terasa seperti seseorang yang tidak berguna sama sekali, ingin aku menjauh, berlari karena rasa takut yang ku miliki, namun tetap saja, aku hanyalah diriku yang tidak bisa menjadi seseorang yang lebih.

"Verona…"

"Verona…"

"Verona, bangun…" Suara seseorang memanggil diriku.

"Aduh kepalaku sakit sekali, dimana ini?" Tanyaku tanpa melihat siapa yang membangunkan diriku.

"Ah syukurlah Verona, aku membangunkan kamu sejak tadi tapi kamu tidak bangun-bangun" Melva yang ternyata membangunkan diriku dan memeluk aku.

"Melvaa…" Aku membalas pelukannya di atas ranjangku ku dekap dan ku peluk erat-erat dirinya.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" Tanyaku kepada Melva.

"Justru aku yang bertanya kepada dirimu, kamu mengingau sejak semalam, lalu tadi tiba-tiba badanmu panas, dan terkadang badanmu berkeringat" Ucap Melva yang mengatakan kepadaku tentang diriku.

"Bukankah kamu pergi dari rumah sejak tadi pagi?" Tanyaku kepada Melva.

"Bicara apa kamu? Ini masih pagi dan aku membangunkan kamu" Ucap Melva yang menjelaskan kepada diriku, kalau ini masih pagi.

"Apa semalam kita makan malam bersama?" Tanyaku lagi memastikan kalau ini belum lewat dari satu hari sejak kami makan malam bersama.

"Tentu saja semalam kita makan malam bersama, lihat saja piring-piring di belakang bekas kita makan malam" Kata Melva yang memastikan kepada diriku untuk memberitahukan kalau semalam kami baru saja makan malam bersama.

Aku menangis sedih dan terharu, bersyukur karena ternyata aku baru saja makan malam bersama dengan Melva dan terlihat piring-piring yang masih berantakan dan tidak tersusun dengan benar.

Rasa sakit dan rasa lelah yang kurasakan benar-benar terasa nyata, aku kemudian memastikan ke sebuah pintu yang kututup waktu aku berangkat mencari Melva dalam ingatanku, ku lihat gagang pintu yang ku pegang dan juga aku ingat ketika aku terburu-buru menutup pintu dengan kuatnya ada bekas serpihan kayu yang jatuh, ku pastikan hal tersebut di depan pintu.

Ada beberapa bekas serpihan kayu namun seperti sudah di sapu, ah sudahlah pikirku, yang penting saat ini Melva bersama denganku dan ku lihat dirinya baik-baik saja saat ini.

"Ada apa Verona?" Tanya Melva kembali kepadaku.

"Oh tidak-tidak, aku hanya sedikit bingung saja" Ucapku menjawabnya.

"Apa kamu merasa kurang enak badan, mungkin kamu butuh waktu untuk istirahat" Melva yang memintaku untuk istirahat terlebih dahulu.

"Lagi pula nanti sore kita bisa membuka toko kembali dan berjualan, jika kamu belum enak badan, biar aku saja yang menjualnya" Katanya sambil tersenyum dan mengantarkan diriku ke tempat tidur sambil mengambil sebuah selimut dan menyelimuti diriku.

"Oh terima kasih Melva, tapi aku rasa aku akan segera baikan, mungkin hanya butuh waktu istirahat sejenak" Ucapku kepada Melva.

Aku yang masih bingung di tambah dengan rasa penasaran membuatku ingin untuk mengetahui apa yang terjadi sebenarnya, karena aku merasa apa yang baru saja terjadi kepadaku merupakan sesuatu yang begitu nyata.

Oh iya aku teringat kepada Ander yang mengantarkan aku untuk mencari Melva, mungkin aku bisa memastikannya bila aku bertemu dengannya saat ini, dan juga aku bisa mengetahui apa yang terjadi sebenarnya, apa mungkin apa yang terjadi kepadaku hanyalah sebuah mimpi, namun aku merasa itu bukanlah seperti sebuah mimpi, namun seperti sesuatu yang begitu nyata, membuatku semakin penasaran.

Aku bertembah bingung ketika melihat beberapa serpihan kayu yang ada di lantai, aku ingat ketika aku menutupnya dengan sangat keras yang disebabkan oleh rasa takut, mendorongku untuk masuk ke dalam rumah, menutup pintu rapat-rapat dengan tenaga yang cukup besar membuat pintu tersebut mengalami gesekan kuat dan menjatuhkan beberapa serpihan kayu di lantai.

Masih ada bekas-bekasnya terlihat, sepertinya aku tidak sedang bermimpi, aku memutuskan untuk mencari Ander agar bisa memastikan tentang apa yang terjadi, meskipun Melva sendiri memang terlihat wajar-wajar saja, tidak ada hal yang berbeda darinya, membuatku ingin mengetahui dengan pasti apa yang harus aku lakukan selanjutnya.

Aku pun dengan segera beranjak dari tempat tidurku, menuju keluar pintu dan mencari Ander, ah aku lupa, dimana aku bisa mencari Ander, aku saja tidak tahu selama ini dimana keberadaannya.

Permintaan maafnya dan semua hal yang dia bicarakan selama perjalanan, rasanya itu semua terasa begitu nyata, namun jika aku berfikir lagi tentang seseorang yang tua renta dan memberikan minuman secara cuma-cuma kepada diriku membuatku mengingat bila itu benar-benar nyata, apalagi tempat yang aku kunjungi dengan beberpa aroma yang begitu harum dan membuatku sangat nyaman ketika aku berada di sana, apa semua itu hanya khayalanku.

Aku mengecek kantongku untuk memastikan lipatan uang yang ada di sakuku, ku raba dan ku cek semua kantongku, ternyata aku tidak mendapati apapun di dekat kantongku, aku pun mulai sedikit tenang, mungkin aku hanya bermimpi, sebuah mimpi yang terasa begitu nyata, sepertinya ketika aku bertemu dengan Ander aku bisa memastikan apa yang sebenarnya terjadi kepadaku.