Ning Qing mengambil sebuah foto kemudian meletakkannya di atas meja.
Kemudian, dia melihat ribuan gelombang di mata tenang pria itu. Gelombang itu muncul dengan keras, dan suhu di sekitar tubuhnya seakan turun drastis.
Dia tahu, dia sudah membuat taruhan yang benar.
Wanita di foto itu berusia tujuh belas atau delapan belas tahun. Dia memiliki rambut hitam dan memakai gaun putih. Matanya ceria dan senyumnya bagai bunga. Dia memiliki wajah cantik yang tidak bisa ditolak pria hanya dengan satu pandangan.
Nian Lie menatapnya dengan mata dinginnya, seolah ingin mencabik-cabiknya di tempat. "Kamu masuk ke ruang belajarku?"
Ning Qing tersenyum pahit, "Jika aku tidak memasuki ruang belajarmu, bagaimana aku bisa tahu bahwa orang yang kamu sembunyikan di dalam hatimu… adalah kakakku?"
Benar.
Wanita di foto itu tampak hampir persis seperti Ning Qing. Sangat mirip bahkan dia sendiri tidak bisa membedakannya.
Tapi Ning Qing tahu bahwa orang yang bisa menunjukkan penampilan yang menawan seperti itu jelas bukan dia.
Ning Qing menarik napas dalam-dalam lalu berkata, "Jadi Nian Lie, orang yang kamu cintai adalah kakakku. Karena kamu tidak bisa menikahinya, itu sebabnya kamu ingin menikah denganku, ya kan?" Keheningannya seolah membenarkan dugaan Ning Qing.
Dia ingin tersenyum, tapi senyumnya tidak bisa muncul.
Suaranya penuh dengan kesedihan, bibirnya pun gemetar, "Apakah kamu pikir itu menarik, menjadikanku sebagai penggantinya dan menipu diri sendiri seperti ini?"
Ekspresi Nian Lie tidak berubah, tapi ada kekacauan yang tersembunyi di balik ketenangannya.
Di bawah cahaya, wajahnya yang indah masih terlihat jelas.
Tiba-tiba, Ning Qing memikirkan adegan di mana Ning Su berdiri bersamanya.
Yang satu lembut dan hangat, sedangkan yang lain sangat mencintainya dan lembut. Siapa pun yang melihatnya akan memuji mereka sebagai 'pasangan yang ditakdirkan bersama, pasangan yang sempurna', tidak terkecuali dirinya.
Jika… kakaknya masih hidup.
Memikirkan hal ini, bulu mata panjang Ning Qing terkulai, ekspresinya terlihat rapuh.
Suaranya sangat pelan, hingga hampir tidak terdengar.
"Aku tidak ingat apa yang terjadi sebelumnya, tetapi kecelakaan mobil itu bukanlah apa yang aku mau…"
"Diam!" Nian Lei tiba-tiba bersuara.
Ning Qing menggigit bibirnya dan menatap matanya yang mematikan, lalu melanjutkan ucapannya, "Aku tahu, kalian tidak ingin kakakku mati. Jika kalian bisa, yang kalian inginkan yang mati adalah aku, tetapi aku malah selamat."
"..."
Matanya penuh air mata, dan dia merasa emosional.
"Nian Lie, jika kamu ingin terus mengingatnya, tidak apa-apa, tidak ada yang akan menghentikanmu. Tetapi kamu tidak bisa menyeretku."
Di antara mereka berdua, dia tidak pernah melakukan kesalahan. Dia bahkan tidak tahu bagaimana kakaknya dan Nian Lie bertemu dan jatuh cinta, apalagi ingin merebut dan ikut campur.
Jika dia salah, satu-satunya kesalahan dalam hidupnya adalah Ning Su.
Tapi dia ingin membayar kebaikan Ning Su, bukannya malah menempati posisi yang awalnya milik Ning Su dan bersama dengan Nian Lie seumur hidupnya.
Ini tidak adil bagi Ning Su yang sudah tidak ada. Dan tidak adil untuknya juga.
"Heh." Dengan cibiran dingin, tubuh Ning Qing membeku.
Ekspresi Nian Lie kejam, mata hitamnya dipenuhi dengan rasa sakit yang menghancurkan. Dan nada suaranya yang tenang penuh dengan sarkasme, "Ning Qing, apa gunanya kamu mengatakan sesuatu seperti ini sekarang."
Ning Qing terkejut, dan bibirnya berkedut, "Aku…"
"Kamu ingin aku melepaskanmu?" Pertanyaan ini seolah membuat Ning Qing berada di lemari es.
Nian Lie berdiri. Bayangan gelap itu menutupinya, menjebaknya seperti sangkar.
Puntung rokok di tangannya terbakar habis, ujung jarinya terbakar. Tapi wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa-apa, dia berkata dengan dingin.
"Jika kamu masih hidup, aku tak akan pernah melepaskanmu."
"..."
"Di kehidupan ini, kamu tak akan bisa kabur."
Kertas itu dirobek lalu dihamburkan ke udara. Menciptakan aura aneh dan menyedihkan.
Dari puing-puing kertas yang berserakan, Ning Qing melihat Nian Lie berjalan keluar dari pintu tanpa melihat ke belakang, tanpa menatapnya.
Air mata akhirnya keluar dari matanya, menetes ke pipinya dan jatuh ke tanah.
Setelah beberapa saat, wanita itu berdiri dan membungkuk untuk mengambil selembar kertas.
Dia menundukkan wajahnya, air matanya menggenang. Kesedihan di matanya terlihat sangat jelas. Tetapi masih ada beberapa emosi yang lebih dalam meluap, penuh dengan kegelapan dan sulit untuk digambarkan.
Akhirnya, kertas-kertas yang robek itu diremasnya lalu dibuang ke tempat sampah.