Chereads / Cakrawala Asmaradanta / Chapter 43 - Chapter 43: Di Antara Dinginnya Sungai Pula

Chapter 43 - Chapter 43: Di Antara Dinginnya Sungai Pula

Mereka tiba di Pula pada pukul sebelas.

Berpadu dengan suasana yang syahdu, piknik unik mereka dimulai. Aaron membawa keranjang makanan di tangan kiri, sementara tangan kanannya menggandeng Ivory yang mulai bergidik menahan dingin. Mereka berjalan beriringan mencari spot ternyaman untuk menggelar tikar.

Sesuai prediksi Aaron, tak banyak warga yang datang ke sungai itu di musim dingin. Sejauh mata memandang, hanya ada sepuluh orang yang berjalan-jalan di sekitar sungai. Kala Aaron menggelar tikarnya, sontak beberapa orang yang berlalu lalang di sekitar mereka memandang heran. Akan tetapi, keduanya mencoba mengabaikan dan melanjutkan rencana seperti semula.

Sudah potongan apel ke tujuh, semangkuk ramen, sandwich, avocado summer roll dan dua buah aprikot habis mereka makanbersama. Aaron Magnifico duduk dengan perut menekuk. Ia kekenyangan luar biasa. Ia harus banyak-banyak berterimakasih pada pasangan Copulation-nya yang bisa belajar dengan cepat dalam urusan dapur.

Di sebelahnya duduk dengan posisi meringkuk sosok Ivory yang tengah menahan dingin. Dua buah hot pack tak terlalu membantu menghangatkan tubuh. Aaron bahkan telah memberikan syal putih miliknya yang terlilit dengan nyaman di sekitar leher. Berkali-kali ia merapatkan kedua kakinya kala udara dingin menerpanya.

Saat ini suhu di luar telah minus sepuluh. Sebenarnya, salahnya juga menolak berkali-kali tawaran pasangannya untuk beralih ke mobil. Ia memang kekeuh akan pendiriannya untuk menghabiskan waktu berdua di luar walau dingin nyaris membekukan tulangnya.

Sebenarnya alasannya bertahan di luar adalah lebih karena ia sangat menikmati momen mereka berdua. Momen langka yang timbul dari inisiatif Aaron patut dihargai sebaik mungkin. Ivory senang karena Aaron membuat salah satu impian konyolnya menjadi nyata. Ia ingin sebanyak mungkin mengenang waktu memorable ini dengan hati yang hangat.

Mereka banyak berbincang dalam quality time itu. Keduanya membunuh hawa dingin dengan canda tawa. Aaron Magnificobanyak bertanya tentang kisah masa lalu Ivory. Ia beberapa kali melontarkan jokes yang tak pernah Ivory bayangkan sebelumnya.

Sekali lagi, Ivory jatuh hati pada pria dengan nama belakang Magnifico ini.

"Kau tak mau menghabiskannya?"

Ivory menolak. Perutnya tak mampu menampung lebih banyak lagi. Ia berlaih menunjuk ke arah hot pack yang tergeletak begitu saja di kakinya.

"Baik. Waktunya pindah tempat. Aku tak mau kau sakit."

Kali ini Ivory tak menolaknya. Ia bahkan tak sanggup membantu merapihkan kotak-kotak makan mereka. Semua dilakukan Aaron dengan cekatan dalam hitungan detik.

Saat Aaron hendak menarik tangan dingin pasangannya, Ivory seketika menghentikannya dan mengedikkan kepalanya ke arah sungai.

"Koinnya, Aar," ujar Ivory mengingatkan.

"Ah, benar. Hampir saja lupa."

Aaron mengeluarkan enam buah koin dan menyerahkan tiga di antaranya pada Ivory. Aaron meletakkan keranjang piknik di tangannya. Mereka meniti beberapa bebatuan pijakan hingga tiba di tempat pelemparan koin di Pula River.

Pula River atau Sungai Pula adalah sebuah sungai di Kota Makara yang memiliki panjang sepuluh kilometer. Sungai ini menjadi kebanggaan warga Makara, khususnya bagi para Kaum Primer. Keberadaan sungai ini mampu menyediakan pasokan udara bersih bagi seluruh penjuru kota. Sungai ini kerap ramai dikunjungi warga setiap musim panas, semi, dan gugur.

Di musim semi, biasanya akan diadakan festival tahunan berupa pameran karya seni, bazar makanan, pakaian, dan pelepasan balon udara di malam hari. Festival tersebut menjadi salah satu daya tarik dan hiburan utama bagi Kaum Primer. Lebih dari dua ratus karya seni kreatif dengan berbagai jenis dipamerkan di sepanjang sungai tersebut, mulai dari lukisan, pajangan, piring hias, guci, dan barang antik lainnya.

Titik pameran biasanya dimulai dari bagian air terjun kecil yang kemudian menjalar sepanjang dua kilometer di tepian sungai. Para Kaum Primer biasanya akan menghabiskan waktu dengan berjalan kaki dan melihat-lihat pameran sembari mengagumi keindahan bunga middlemist red langka yang mekar di sekitaran sungai. Bunga tersebut hanya tubuh di tiga negara; Selandia Baru, Inggris, dan Amerta.

Selain festival tahunan, di Sungai Pula juga terdapat sebuah mangkuk emas di tengah sungai. Untuk mencapai mangkuk itu, terdapat beberapa titian batu yang cukup luas untuk dipijak kedua kaki. Ada sebuah mitos turun temurun yang dipercaya oleh warga Makara terkait dengan mangkuk emas tersebut. Warga Makara percaya jika siapa pun yang berhasil melemparkan koin paling banyak tiga kali dalam sekali lempar dan berhasil masuk ke dalam mangkuk tersebut, maka harapan yang diajukan akan dikabulkan oleh Semesta.

Mitos itu tak hanya berkembang di antara para Kaum Primer. Kaum Sekunder seperti Ivory juga familiar dengan mitos itu. Sebenarnya, sudah lama Ivory ingin mencoba melempar koin di Sungai Pula, namun, statusnya sebagai Kaum Sekunder tentu membuatnya tak mampu menginjakkan kaki di tempat indah itu. Ia biasanya hanya akan memandangi Pula dari kejauhan karena Guardian tak akan membiarkan Kaum Sekunder mendekati tempat favorit Kaum Primer, kecuali dalam radius lima ratus meter.

Beruntung kali ini ia berkesempatan melakukannya.

"Kau dulu," titah Aaron. "Jangan lupa harapannya."

Ivory mengangguk dan menundukkan kepalanya.

'Harapanku akan terkabul, bukan? Apa yang sebenarnya aku harapkan?' tanya Ivory dalam hatinya.

"Ayo, Ivy!"

'Cepat hamil? Copulation berjalan lancar? Aaron benar-benar mencintaiku?'

"Ivory, ayo!" ujar Aaron semangat.

'Apa boleh aku menginginkan semuanya?'

"Sekarang!"

Detik itu juga ia melemparkan koin ke dalam lubang yang ada beberapa meter di depannya.

Sayangnya, lemparannya meleset.

Pun demikian dengan lemparan kedua, hingga lemparan yang ketiga.

"Gagal," ucap Ivory lesu. Ia membalikkan badan dan memandang dengan bahu lunglai ke arah Aaron. "Tak ada satu pun yang masuk."

"Ah, sayang sekali." Aaron menepuk pundak pasangannya itu pelan. "Sudah, coba lagi lain kali. Lagian itu hanya mitos."

"Tapi kau bilang kau percaya?"

"Memang sih, tapi—"

Ucapan Aaron terpotong dengan dering ponsel di saku mantelnya. Tangannya merogoh ke dalam, meraih benda itu. Kedua alisnya bertautan sejenak sebelum ia mengangkatnya. Aaron mundur beberapa langkah saat menjawab panggilan itu. Ivory yang menantinya dalam diam hingga akhirnya Aaron mematikan sambungan teleponnya.

"Kita harus pulang sekarang," ajak Aaron dengan nada panik.

Pria itu bergegas menarik tangan Ivory untuk meniti bebatuan, menuju ke tepian sungai. Ia mengabaikan tiga koin yang sedari tadi digenggamnya. Dengan sigap, Aaron mengambil semua barang yang mereka letakkan di tepi sungai, lalu menggandeng tangan Ivory menuju ke mobilnya.

"Ada apa, Aar?" tanya Ivory terkejut. "Apa ada sesuatu yang salah?"

Aaron pada awalnya tak menjawab pertanyaan Ivory. Ia hanya memasangkan seatbelt gadis itu dan meletakkan keranjang makan mereka di kursi belakang. Ivory memandang wajah cemas Aaron yang terlihat menahan sesuatu. Ia bahkan mencengkeram kemudinya kuat-kuat dan mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata.

"Aaron, ada apa sebenarnya?" tanya Ivory takut-takut. Ia mulai khawatir karena Aaron tak kunjung menjelaskan situasi yang terjadi.

"Joy."

Napas Ivory tercekat setelah mendengar nama itu disebut.

"Dia bilang dia sedang sakit, dan sekarang ia sudah ada di rumah kita."