Shila segera masuk ke dalam rumah begitu mobil yang ia tumpangi berhenti. Rasanya sangat canggung berada di antara dua saudara Vorrelix. Dia juga ingin segera mandi karena hari sudah beranjak sore. Andy dan Danial masuk tidak lama setelahnya. Berjalan tanpa kata namun Andy terus mengekor sang kakak.
"Gunakan kamar ini, kenakan pakaianku. Tapi, jangan merusak apapun!" ujar Danial. Dia membuka pintu kamarnya yang semalam ia tempati. Andy melangkah masuk mengikuti sang kakak. Dia pikir akan melihat kakak iparnya di sini, rupanya perempuan itu tidak ada di dalam kamar. Mungkin pergi ke dapur.
"Turunlah saat makan malam," pesan Danial dan mengambil beberapa pakaian untuk ia kenakan. Tak lupa ia mengambil macbooknya dan satu macbook yang ia yakini milik Shila. Andy mengangguk mengerti dan duduk di sisi ranjangnya. Menggerakkan tubuhnya seperti tengah mengecek kekuatan kasur.
Danial pergi ke ruang tamu. Dia belum menata ruangan untuk ia gunakan sebagai ruang kerja. Jadi, dia mengerjakan pekerjaannya di dalam kamar atau di tempat manapun yang membuatnya nyaman. Membuka macbook dan mulai mengerjakan laporan perusahaannya. Perusahaannya ada di bidang programer. Ada banyak anak muda lulusan baru sepertinya uang ahli di bidang IT bekerja di sana. Membantunya membuat sebuah program digital yang menyita minat banyak orang. Jual beli secara online misalnya. Atau bahkan game online yang tengah digarap oleh salah satu tim di perusahaannya.
Dia hanyalah seorang lulusan management, tidak paham mengenai pemrograman. Mengandalkan mereka yang bekerja di bawahnya. Pekerjaannya yang masih baru cukup riskan terdapat seorang pengkhianat. Hal tersebut membuatnya tidak pernah mempercayai satu orang pun dan bekerja sesuai porsi. Program apapun yang akan dirilis tidak pernah ia bahas di luar ruangannya. Kerja sama dengan perusahaan lain juga tidak pernah ia ungkit di depan pegawainya.
Seorang anak muda tengah berjuang seorang diri. Di bawahnya ada banyak anak muda yang juga sama-sama berjuang. Mereka tidak pernah mengenal satu sama lain sebelumnya, tapi kemudian dipertemukan dan diharuskan mengenal untuk saling bekerja sama. Ada gamers, programer, bahkan ada yang lulusan sekolah bisnis.
"Belum mandi?" tanya Shila menemukan Danial duduk di ruang tamu. Dia sudah mandi dan barusan keliling mencari seorang danial. Tentu saja ia bukan semata-mata mencari Danial tanpa alasan, dirinya mengingat betul barang-barangnya ada di dalam kamar lelaki itu. Selain koper semuanya masih tertinggal di kamar utama.
Tidak ada jawaban dari sang empu membuat Shila berdecak. Dia sudah akan melangkah pergi untuk masuk sendiri dan mengambil barang-barangnya. Tapi, sudut matanya menangkap macbook miliknya di atas meja. Senyumnya mengembang.
"Oh itu milikku!" pekiknya senang dan berjalan mendekat untuk mengambil macbooknya.
"Bisakah kau diam?" cela Danial tanpa melirik sedikit pun kepada Shila yang berdiri di dekatnya. Shila mengatupkan bibirnya dan menatap sebal pada suaminya. Sangat menjengkelkan.
Memang dasarnya Shila seorang yang super penasaran dan tidak ada kapoknya. Dia malah duduk di sisi Danial. Memandang layar macbook dan tengah menampilkan berkas yang masih dalam proses pengerjaan. Lantas melirik pada Danial yang sangat serius dengan kacamata bertengger di hidung mancungnya.
Dilihat dari dekat Danial sangat tampan, bahkan dari jauh pun sudah tampak ketampanannya. Cukup beruntung sebenarnya Shila memiliki seorang suami yang tampan dan mapan. Rumah sudah milik sendiri, perusahaan juga kepemilikan pribadi, belum lagi aset lain yang mungkin tidak diketahui oleh Shila.
Sebuah kesempatan luar biasa untuk duduk santai dan menikmati jerih payah sang suami. Setidaknya dia tidak perlu belajar sekeras dulu karena khawatir tidak mendapat pekerjaan. Apalagi ayahnya tidak memiliki seorang anak lain yang bisa dijadikan sebagai pewaris perusahaan. Hanya dia seorang. Dan Shila merasa harus belajar giat agar seandainya kelak ayahnya menunjuknya sebagai seorang pewaris dia mampu menerima tanggung jawab tersebut.
"Sudah puas?"
Shila tersentak kaget melihat laki-laki yang tengah ia tatap sudah menatapnya balik. Mata setajam elang itu memandangnya dengan tajam dan membuat napasnya tersendat. Dia terpaku beberapa saat melihat pahatan wajah Danial yang begitu sempurna untuk seorang laki-laki. Seperti anime yang keluar ke dunia nyata.
Danial memandang gadis di depannya. Lantas tatapannya beralih pada bibir plum Shila yang sedikit terbuka. Dengan tatapan kosong menatap kepadanya. Danial meneguk ludahnya cukup terkejut bahwa gadis di depannya tampak cukup cantik tanpa riasan apapun. Shila yang sadar segera memundurkan wajahnya dan menutup mulutnya syok. Danial memalingkan wajahnya merasa malu tertangkap basah tengah memandangi Shila apalagi bigian yang ia pandang adalah bibir. Seperti lelaki mesum saja.
"Em, sepertinya kamu sibuk. Aku pergi ke kamar!" pamit Shila dan pergi dengan langkah yang teruburu-buru. Danial melirik kepergian Shila dan mengembuskan napasnya. Tubuhnya lantas bersandar pada kursi dan tangannya segera memijat keningnya. Kenapa bisa dia menatap Shila seperti itu? Dia tidak menyukai Shila, tidak akan pernah.
Karena fokusnya telah sirna, Danial memilih menutup macbooknya dan menggelengkan kepala saat sadar Shila meninggalkan macbook miliknya. Dasar ceroboh. Membawa dua macbook, Danial keluar dari ruang tamu dan pergi ke kamar Shila. Sebenarnya bisa saja dia meminta maid membereskan kamar lain untuknya, tapi dia enggan melakukannya. Dia bisa tidur dengan adiknya atau bahkan Shila. Oh, pikiran kotornya langsung menguasai otak cerdasnya. Hanya karena bibir plum tersebut.
Ceklek!
"Huh?" pekik Shila terkejut mendengar pintu kamarnya terbuka. Mata bulatnya semakin membulat melihat Danial ada di ambang pintu dan menyodorkan macbook miliknya.
Shila menyingkirkan bantal yang sebelumnya ia remas-remas di atas wajahnya. Menarik napas dalam-dalam Shila beranjak dari ranjangnya. Mengambil macbook dari tangan Danial segera.
"Terima kasih," ujarnya cepat dan segera menutup pintu.
"Argh!" seru Shila dan menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Dia langsung berlari ke ranjang dan menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur king size miliknya. Menenggelamkan wajahnya di atas kasur dan berteriak sesukanya.
Hanya karena tatapan mata Danial bisa membuat dadanya berdegup kencang dan dia bisa merasakan kepakan kupu-kupu di dalam perutnya. Ini sensasi baru bagi Shila. Apa ini yang dinamakan cinta? Kenapa rasanya begitu aneh dan membuatnya tersenyum bahkan berteriak heboh tanpa sebab?
Sementara di balik pintu, Danial mengerutkan kedua alisnya. Tidak mengerti mengapa Shila langsung menutup pintu seusai berterima kasih. Gadis itu sungguh aneh. Benar, dia tidak menyukai gadis itu sedikitpun. Tidak akan pernah.
Ini hanyalah perjodohan paksa demi sebuah kerja sama perusahaan. Setelah kerja sama berakhir dia bisa meminta cerai kepada Shila dan menikmati kesendiriannya. Ia sudah bertekat tidak akan menikah sampai usianya 36 tahun. Dan sekarang usianya baru 22 tahun. Masih ada 14 tahun lagi. Dia akan hidup sendiri tanpa harus melepas keperjakaannya.