Chereads / Partner Psychopath [IDN] / Chapter 10 - Keluarga dan Bisnis

Chapter 10 - Keluarga dan Bisnis

Pagi ini mension mewah Danial mengundang tukang bersih-bersih karena kejadian semalam yang dialami Shila. Sebenarnya itu masalah kecil yang bahkan telah diselesaikan, tapi entah kenapa Shila malah mengadukan hal tersebut kepada kedua orang tuanya. Membuat rumahnya kini dijajah petugas kebersihan kiriman dari mertuanya. Ini berlebihan.

Sialnya, Danial tidak bisa memprotes hal tersebut. Membiarkan kamarnya dimasuki orang asing, sementara dirinya harus pergi bekerja. Entah apakah Shila akan menunggu acara berberes di rumah hingga selesai atau malah pergi keluar rumah dan bersenang-senang tanpa memikirkan keadaan rumah.

Gadis tunggal kaya raya itu tidak mungkin memikirkan harta benda di dalam rumah. Dia hanya bisa merengek meminta uang untuk dihambur-hamburkan. Sedangkan Danial bekerja dengan giat dan menahan lelah demi mengumpulkan banyak uang.

Entah apa yang ia mimpikan semalam, hingga pagi ini masalah muncul bertubi-tubi. Yang mana, setelah bersitegang dengan petugas kebersihan panggilan mertuanya, dirinya kini dipanggil oleh ayahnya untuk menghadap di perusahaannya. Tentu saja dirinya harus bertemu sapa dengan Dave.

Bahkan lelaki yang usianya lebih tua darinya itu duduk menyilangkan kaki dan memandangnya di seberang meja. Mencondongkan tubuhnya dan tersenyum sinis menatapnya. Seolah dirinya tidak berharga dan dipandang sebagai bawahannya. Padahal bukan. Dia datang bukan sebagai seorang karyawan atau kolega bisnis. Dia datang sebagai seorang putra dari Vorrelix.

"Kamu datang sebagai apa? Pengemis?" tanya Dave dengan senyum remehnya. Danial yang sejak awal menyibukkan diri dengan mengerjakan laporan di laptopnya mendongak memandang Dave.

"Yang benar saja. Bukankah kamu yang lebih cocok dengan sebutan itu?" tanya Danial dan membalas senyuman rendah dari Dave.

Sialan sekali. Kenapa ayahnya datang terlambat dan membuatnya harus berlama-lama duduk satu ruangan dengan Dave. Dia bukanlah seorang pengangguran layaknya Dave, dirinya seorang pemimpin perusahaan. Pekerjaannya lebih penting dibanding duduk berhadapan dengan kakak kandungnya ini.

"Wah, omonganmu sungguh percaya diri sekali," puji Dave masih dengan kesinisan, "apa membangun perusahaan sendiri menurutmu keren? Ah, kamu tetaplah bocah yang selalu penuh percaya diri," kekeh Dave dan menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. Danial enggan memperpanjang bahasan dengan Dave. Dia terlalu dewasa untuk melayani kegabutan kakak kandungnya itu.

"Hei, bagaimana dengan jalang itu? Apakah kamu menjual tubuhnya kepada para kolega bisnismu?" tanya Dave kembali membuka perbincangan. Perbincangan kotor yang semakin lama semakin mengganggu Danial. Danial memang membenci Shila, tapi bukan berarti dia rela Shila disebut sebagai jalang. Hanya dia yang boleh merendahkan perempuan itu.

"Jalang? Sebut sekali lagi dan aku akan merilis daftar nama para janda yang menjadi mainanmu itu," ancam Danial dengan suara rendahnya. Dave menatap tajam pada Danial sementara amarahnya harus ditahan karena sang ayah telah masuk ke ruang meeting bersama sang sekretaris. Tapi, setelahnya sang sekretaris diusir keluar karena akan ada pembicaraan mengenai bisnis keluarga.

"Aku ada janji temu dengan para investor. Jadi, bisakah langsung pada intinya saja?" tanya Danial memulai pembicaraan. Setiap kali dirinya duduk diantara dua orang itu, dia selalu merasa muak. Entah dengan keserakahan ayahnya atau dengan keangkuhan kakak sulungnya. Semua itu terasa sangat tidak manusiawi, sementara dirinya manusia yang memiliki hati. Dia bukan bagian dari kedua orang tersebut. Dia berbeda.

"Baiklah, ayah mulai langsung," ujar Vorrelix dan tersenyum simpul memandang putra keduanya. Dirinya bangga dengan kerja kerasa Danial. Bakat yang ia miliki rupanya menurun pada Danial dengan begitu baik. Tidak salah ia membuat kontrak kerjasama antara perusahaannya dengan pihak keluarga Zee. Putra keduanya sangat bisa diandalkan.

"Melihat bisnismu yang kian berkembang, ayah merasa sangat bangga sekaligus berterima kasih kepadamu. Kamu bekerja keras dengan sepenuh hati hingga mampu membangun perusahaan sendiri dan menyaingi perusahaan lama. Sementara kamu sendiri perusahaan ayah yang dipegang Dave mengalami sedikit kemunduran karena ada kesalahpahaman antara direktur pusat degan direktur cabang. Jadi, hari ini ayah berencana menjalin kerja sama dengan perusahanmu. Anggap saja ayah meminta dirimu mengajari kakakmu satu-satunya ini untuk berbisnis," jelas Vorrelix dan membuat otomatis Danial memalingkan wajahnya dengan senyum kecutnya. Sementara Dave membelalakan matanya tidak percaya kalau ayahnya lebih mempercayai adiknya dibanding kemampuannya. Masalah yang dialami perusahaan bukanlah kesalahannya, itu kesalahan orang lain yang tidak bisa ia kontrol. Lalu kenapa malah dia yang harus belajar?

"Kamu bersedia kan? Untuk menjalin kerja sama dengan perusahaan Vorrelix?" tanya Vorrelix sembari menyentuh punggung tangan Danial yang ada di atas keyboard laptop. Danial hampir menarik tangannya kalau tidak dulu melihat wajah memohon dari ayahnya.

Sebodoh itukah Dave hingga ayahnya sendiri tidak mempercayai perusahaan di tangan Dave? Lalu, kenapa lelaki paruh baya di depannya dengan percaya diri menunjuk Dave sebagai pewaris tunggal perusahaan dibanding memilihnya?

"Ayah," protes Dave tidak terima direndahkan di depan adiknya. Sejak kecil, dia selalu saja mendapat perlakuan tidak adil seperti ini. Selalu saja Danial yang dibanggakan. Seolah Danial adalah segalanya dalam hidup keluarganya.

"Dave, akui saja kinerja adikmu lebih baik dibanding kerjamu. Lihatlah! Dia baru saja menamatkan sekolah, lalu membangun sendiri perusahannya bahkan membuat gebrakan besar di dunia industri. Bukankah kamu seharusnya merasa malu?" Vorrelix memandang putra sulungnya dengan serius. Sementara tangannya tetap menyentuh tangan putra keduanya di sisi meja lainnya. Seolah perhatiannya hanya tertuju pada Danial.

"Aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pemikiran ayah. Dulu, ayah sendiri yang menunjukku menjadi seorang pewaris Vorrelix, lantas sekarang ayah merendahkanku seolah aku ada di sini dengan keinginanku sendiri bukan karena paksaan dari ayah," keluh Dave dengan manik terluka. Danial menyadari sorot terluka yang terpancar dari tatapan Dave kepada ayahnya. Tapi, dia tidak mau menaruh rasa simpati saat ini. Bisa saja ini hanya sebuah melodrama yang sengaja dibuat untuk mengelabuhinya.

"Ayah, bisnis berbeda dengan keluarga. Bisakah ayah membedakannya?" tanya Danial. Dia membuka mulut segera karena jam pertemuannya dengan para investor mulai dekat. Tangannya menyingkirkan tangan ayahnya yang menyentuh punggung tangan kanannya. Menepuk sebentar tangan tua tersebut dan dirinya berdiri.

"Untuk kerja sama, kita harus melakukannya sesuai prosedur. Aku tidak bisa mencampur aduk urusan keluarga dengan perusahaan. Aku harap ayah bisa menerima prinsipku itu."

Danial membereskan laptop dan membungkuk berpamitan. Dia melirik sebentar pada Dave yang memandang lurus dengan tatapan kosong. Sepertinya sungguhan terluka atas ucapan sang ayah. Setidaknya lelaki itu harus bertahan sendiri dan bangkit agar tidak direndahkan seperti ini lagi di depan orang lain.

Vorrelix yang melihat kepergian putranya hanya bisa mengembuskan napasnya. Dirinya merasa putus asa dengan perusahaan yang dijalankan oleh putra sulungnya. Dave bukan orang baru di perusahaannya, tapi kerjanya sungguh tidak sebaik pekerja baru yang masuk perusahaan dengan seleksi ketat. Seharusnya dirinya berpikir lebih rasional saat itu dan memilih Danial dibanding Dave. Tapi, karena perasaan bersalah istrinya dia malah mengambil langkah terburu-buru dan membuat kacau semuanya.