Chereads / Partner Psychopath [IDN] / Chapter 6 - Makan Malam

Chapter 6 - Makan Malam

Shila keluar dari kamarnya setelah salah seorang maid memanggilnya, memberitahukan bahwa makan malam sudah siap. Saat sampai di ruang makan, dapat ia lihat Andy dan Danial sudah duduk menunggunya. Segera Shila mengambil duduk di depan Andy dan di sebelah Danial.

Makan malam mulai disajikan di atas meja dan makan malam hari ini pun dimulai. Ini kali pertama Shila makan bersama Danial dan Andy. Rasanya sangat gugup terlebih karena kejadian yang baru beberapa menit lalu ia lalui. Untuk sekedar melirik Danial saja tidak mampu ia lakukan apalagi mengajak ngobrol laki-laki itu.

Sampai makan malam berakhir, ruang makan sunyi senyap hanya ada denting alat makan. Mereka sama sekali tidak mengobrol sekedar mereview makanan yang disajikan. Shila meneguk air putihnya dan melap mulutnya. Melirik Andy yang juga telah selesai makan dan tengah minum susu cokelatnya.

"Kamu suka minum susu?" tanya Shila penasaran. Ya, katakanlah sebuah basa-basi karena dia sangat bosan sekarang. Danial masih menunggu buah apel yang tengah dikupas maid. Sepertinya  dia harus bertahan di ruang makan sampai Danial selesai memakan-makanan penutupnya.

"Iya, aku masih dalam proses pertumbuhan," jawab Andy dan kembali meneguk susu cokelatnya. Diminum sedikit demi sedikit dengan wajah malas. Dia suka susu, tapi sering malas minum susu. Kakaknya yang meminta maid memberikan susu keadanya setiap selesai makan. Hari ini kakaknya juga memberi perintah membeli susu untuknya secara mendadak. Padahal tidak minum susu juga tidak masalah untuknya.

"Tapi tubuhmu sudah sangat tinggi sekarang. Mau setinggi apa?" tanya Shila cukup tidak percaya dengan alasan Andy meminum susu hanya karena dia masih remaja dan dalam proses pertumbuhan. Dia juga bisa dikatakan masih dalam proses pertumbuhan kan? Tapi tingginya hanya berkisar 160 sentimeter saja.

"176 senti, aku ingin tinggi 190 senti," jawab Andy dengan mantap. Shila terperangah mendengarnya. Yang benar saja.

Di sebelahnya Danial mengulas senyum. Membuat Shila segera menoleh dan memandang suaminya yang tengah menahan gelak tawanya, "dia ingin setinggi tiang listrik," lirih Shila tanpa sadar mengajak bicara Danial.

Apa itu masuk akal? Orang dengan tinggi 190 senti. Akan setinggi apa orang itu? Danial saja sudah tinggi dan tingginya sudah mencapai 180 senti. Wah, sepertinya Shila harus menjauhi Andy mulai sekarang. Remaja itu mungkin berubah menjadi Raksasa beberapa tahun lagi.

"Itu wajah, tinggimu yang tidak wajar," tanggap Danial dan memandang Shila dengan tatapan mengejek. Shila berdecak mendengar Danial malah mengejeknya.

"Bukan tinggiku yang tidak wajar, kalian saja yang terlalu tinggi. Dengar! Banyak wanita di asia yang memiliki tinggi 155 senti di usia 20 tahuanan. Tapi, itu wajar, karena itu adalah tinggi rata-rata orang Asia."

"Tapi tinggi rata-rata orang Amerika adalah 165. Kamu bukan orang Amerika," terang Danial sarkas dan membuat Shila tidak bisa berkata-kata. Benar. Dia memang pendek untuk ukuran orang amerika.

Andy yang sedari awal menonton perdebatan di depannya terkekeh melihat akhirnya salah satu dari mereka kalah. Tangannya menyomot garpu dan memasukkan buah apel yang selesai dipotong dan dikupas. Shila juga segera mengalihkan rasa kesalnya dengan menyantap apel.

"Jadi, kak Danial dan kak Shila tidur di kamar mana?" tanya Andy penasaran. Kamar yang ia tempati sungguh seperti kamar utama. Semua barang milik kakaknya dan kakak iparnya ada di dalam sana. Dia menduga itulah kamar mereka. Tapi, Danial malah membiarkannya tidur di kamar itu, artinya ada kamar lain yang ditempati keduanya.

"Em, sebelah kamar yang kamu tempati," jawab Shila sembari melirik Danial.

"Lalu kamar yang aku tempati kamar siapa? Ada banyak barang di dalam kamar tersebut," tanya  Andy penasaran.

"Kamarku," jawab Danial cepat. Shila memandang Danial, tidak percaya kalau lelaki itu begitu jujur kepada saudaranya. Bagaimana kalau bocah itu mengadukan hal ini kepada kedua orang tua mereka?

"Tidak tidur bersama?" tanya Andy tampak syok, namun wajah polosnya sungguh membuat Shila canggung. Lebih baik diam saja daripada salah menjelaskan. Biarkan Danial yang menjelaskannya. Toh memang dia pisah kamar karena Danial, bukan keinginannya sendiri.

"Kamu tidak akan mengerti karena masih kecil," ujar Danial meremehkan. Andy merengut mendengar ucapan remeh kakaknya. Dia tentu tahu apa itu menikah. Mengerti juga kalau sudah menikah akan tidur satu kamar dan satu ranjang. Meskipun usianya belum legal dia juga sesekali akan menonton film biru secara diam-diam.

"Aku memang anak kecil, tapi aku mengerti kalau tidak tidur satu kamar artinya kalian belum sepenuhnya berkeluarga," oceh Andy dan membuat Shila terbatuk-batuk mendengar ucapan polos itu. Sedangkan Danial diam saja sembari mengulas senyum mendengar adiknya tidak terima diejek olehnya.

"Pergilah tidur, besok pagi aku antar ke rumah!" perintah Danial kepada Andy. Andy menurut  saja dan pergi ke kamarnya. Meninggalkan dua orang kakaknya di ruang makan.

Shila jadi kikuk ditinggal berdua dengan Danial. Dia ingin segera beranjak pergi ke kamarnya, tapi tidak enak meninggalkan Danial sendirian di ruang makan. Apalagi laki-laki itu masih sibuk menyantap apel. Oh, mungkin setelah makan apel Danial akan menyelesaikan makan malamnya.

Jadi, dengan cepat Shila menyantap buah apel. Danial mengambil satu potong, Shila mengambil dua potong. Danial menelan satu potobg Shila telah menelan empat potong. Sanpai kemudian piring telah kosong dan membuat Danial memandang Shila yang nyengir dengan pipi menggembung menyimpan makanan di mulutnya.

"Apa yang kamu lakukan? Seperti tidak pernah makan buah saja," gumam Danial dan meneguk air minumnya. Shila tidak peduli dan ikut meneguk air minum di gelasnya hingga kandas, kemudian beranjak pergi mengekor Danial. Sudah ditunggu tapi malah meninggalkan, tidak tahu sopan santun.

"Kamu tidak tidur?" tanya Shila dan terus mengekor Danial hingga masuk ke ruang tamu. Sepertinya akan kembali mengerjakan pekerjaan seperti sebelum makan.

"Jangan menggangguku!" tegur Danial dan duduk di kursinya. Dirinya sudah siap dengan macbook di pangkuannya serta menggunakan kacamata bacanya.

Shila berdecak dan berbalik hendak pergi ke kamarnya. Tapi, dirinya ingat kalau hari ini ada film bagus yang ia tunggu-tunggu. Di kamarnya tidak ada televisi, sehingga dia harus pergi ke ruang televisi untuk bisa menonton film tersebut.  Bisa saja menggunakan laptopnya untuk menonton, tapi itu film horor. Bisa-bisa ada adegan melempar laptop.

"Kapan kamu menyelesaikan pekerjaanmu?" tanya Shila. Danial memandang gadis yang masih ada di ruang tamu dia pikir sudah pergi keluar dan menuju kamarnya.

"Bukan urusanmu!"

Shila berdecak, kemudian duduk di sebelah Danial. Dia akan membujuk laki-laki ini agar mau menemaninya menonton film di ruang televisi, "setengah jam lagi ada film bagus di televisi. Bisakah kamu menemaniku menonton itu?" tanya Shila merayu. Danial meliriknya sebentar tanpa minat dan menggeleng.

"Aish ayolah, filmnya tidak sampai dua jam," bujuk Shila dan memberanikan diri menyentuh lengan Danial.

"Tonton saja sendiri!"

"Itu film horor, aku tidak bisa menonton sendiri."

"Kalau begitu tidak usah menonton," ujar Danial membuat Shila merengut. Dirinya memeluk lengan besar sang laki-laki lantas mulai merengek membujuk Danial menuruti permintaannya.

"Ayolah, Al..." rengek Shila dan terus mengganggu Danial, membuat laki-laki itu merasa begitu terganggu. Sesekali akan berusaha menyingkirkan tangan Shila dari lengannya, tapi Shila akan kembali memeluknya.