Chereads / Partner Psychopath [IDN] / Chapter 9 - Si Paling Berlebihan

Chapter 9 - Si Paling Berlebihan

Danial pulang terlambat hari ini. Padahal semaksimal mungkin dia mengerjakan pekerjaan kantor agar tidak pulang terlalu malam, tapi tetap saja pekerjaan selesai saat hari sudah sagat gelap. Dengan tubuh lesu dirinya memasuki mension mewahnya dan beranjak meniti anak tangga menuju kamarnya. Mengabaikan keberadaan makhluk lain yang mungkin ada di kamar sebelah. Tubuhnya hanya ingin segera istirahat di kasur karena besok pekerjaan lain telah menunggunya.

Danial mandi selama sepuluh menit lamanya. Mengistirahatkan diri di bawah guyuran shower dan keluar dengan pikiran yang sedikit segar. Sembari mengeringkan rambut, Danial pergi ke dapur untuk menyeduh kopi.

Namun, baru sampai di pertengahan anak tangga, Danial menghentikan langkahnya. Memandang pintu utama rumah ini yang memperlihatkan seorang gadis tengah mengendap. Menutup pintu setinggi empat meter itu dengan perlahan, mencoba agar tidak bersuara. Lantas berbalik dengan tubuh bungkuk dan kaki berjinjit.

Danial sudah menyilangkan kedua tangannya di depan dada, bak ibu yang memergoki anak gadisnya pulang larut malam. Sedangkan Shila masih berjalan mengendap tidak menyadari bahwa kegiatannya ini diawasi orang lain. Sampai di depan anak tangga Shila melepas sepatu kets dan menjinjingnya.

Shila menghentikan langkah kakinya saat melihat kaki di anak tangga lain. Napasnya tercekat dan salivanya keluar dengan deras memenuhi mulutnya. Perlahan kepalanya mendongak, memandang seorang lelaki yang berdiri menjulang di hadapannya. Matanya terkunci pada mata Danial. Lantas dengan cengiran bodohnya Shila memutus kontak mata mereka.

Sebenarnya Danial sangat tidak peduli pada apa yang dilakukan Shila, hanya saja karena Shila sudah bertingkah mengendap bak pencuri, Danial jadi ingin mengerjainya. Apalagi setelah melihat mata bulat itu tampak melebar saat memandangnya, sangat candu. Atau cengiran bodoh yang kekanakan itu.

Oh sial! Apa yang Danial tengah pikirkan? Dia hanya seorang gadis bodoh yang dijodohkan dengannya. Karena dialah sebagian mimpi Danial terhapuskan dan terganti dengan beban hidup.

"Apa?" tanya Shila keheranan. Melihat Danial terus menatap kepadanya tanpa mengatakan sepatah katapun membuatnya gugup. Shila bahkan baru menyadari kebodohannya yang mengendap masuk ke dalam rumah. Seharusnya tidak perlu seperti itu. Dia sudah tidak tinggal satu rumah dengan kedua orang tuanya, hanya ada Danial di rumah. Dipikir berkali-kalipun Shila merasa Danial tidak akan mempermasalahkan kalau dirinya pulang larut malam.

"Minggir!" sentak Danial dan melangkah menuruni tangga. Lengannya menyentuh bahu Shila membuat gadis kecil itu hampir terjungkal kalau saja tidak segera berpegangan pada pegangan tangga. Shila berbalik dan berdecak memandang punggung tegap itu tetap melanjutkan langkahnya dengan santai, tidak peduli kepadanya.

"Menyebalkan!" gerutu Shila dan berjalan menghentak menuju kamarnya.

Danial memandang kosong pada mesin kopi yang tengah bekerja menyeduh bubuk kopi hasil gilingannya sendiri. Ingatan beberapa menit lalu menghantuinya. Berputar di dalam kepalanya berkali-kali, memperlihatkan tingkah kekanakan seorang Shila yang berjalan mengendap masuk ke dalam rumah. Juga tak lupa wajah panik Shila yang memandangnya dengan mata membelalak lucu.

Tanpa sadar, bibir Danial melengkung membentuk senyuman. Hanya beberapa saat karena setelahnya lelaki itu tersadar dan segera menghapus senyumannya. Bersamaan dengan itu kopi miliknya telah selesai diseduh.

Tangan kanannya segera membawa cangkir ke meja makan. Menyampirkan handuk yang tadi ia gunakan untuk mengeringkan rambutnya di kursi lain. Perlahan dirinya mulai menikmati kopi pahit buatan mesin.

Padahal tadi tubuhnya sangat lemas dan tak bersahaja, tapi sekarang secara misterius tubuhnya sudah kembali bergas. Seperti baru terbangun di pagi hari. Sangat segar dan penuh semangat. Aneh.

"Aaa!"

Teriakan dari lantai dua membuat Danial tersentak kaget dan reflek berdiri. Memandang ke atas mencoba menebak apa yang terjadi dengan Shila hingga berteriak sekencang itu. Pada saat teriakan kedua terdengar, Danial bergegas melangkah menaiki anak tangga dengan terburu-buru. Mengabaikan kopi yang baru ia nikmati.

Membuka pintu kamar Shila secara tergesa-gesa dan melihat si empu kamar berdiri di atas meja belajar dengan handuk melilit di tubuhnya. Danial masih bingung dengan situasi yang terjadi. Shila bahkan kesulitan menjelaskan apa yang ia alami kepada Danial karena ketakutan.

"Ada apa?" tanya Danial memandang Shila. Mengabaikan keadaan Shila yang hanya terlilit handuk saja. Kalau di situasi yang berbeda dia sudah pasti akan berlalu pergi mencoba abai pada Shila.

"I-itu... Kecoa," cicit Shila menunjuk lemari yang terbuka.

Danial hampir kehilangan kesabaran saat mendengar alasan sepele itu. Hanya karena seekor kecoa dan Shila berteriak sekencang itu. Sudah seperti korban gempa yang terperangkap di sebuah ruangan.

Dengan kesal Danial mengecek lemari menemukan kecoa berukuran seruas jari tangannya. Ini keterlaluan. Bahkan kecoa itu tidak bisa melakukan apapun selain terlentang dan menggerakkan kaki-kakinya. Kecoa itu tak berdaya dan diteriaki Shila sekencang tadi.

Danial menyingkirkan kecoa kecil itu dan membuangnya ke tempat sampah di sudut kamar Shila. Lantas memandang gadis yang masih betah berdiri di atas meja belajar. Tidak sedikitpun berniat turun dari atas sana. Bahkan memandang horor pada tempat sampahnya.

"Turun!" titah Danial dan menyilangkan kedua tangannya memandang Shila. Shila tersadar dari lamunannya dan baru tahu dirinya naik ke atas meja. Entah bagaimana caranya dia sudah berdiri di atas meja dengan handuk yang melilit tubuh.

"Tolong kursinya," cicit Shila menunjuk kursi yang terjungkal tak berdaya di lantai. Sepertinya terjatuh saat dirinya naik ke atas meja.

Danial menutup matanya sejenak dan menarik napas guna mengurangi rasa amarahnya. Dia mendekat dan membenarkan kursi tersebut. Membiarkan Shila melangkah turun dan berdiri di hadapannya. 

"Kamu gila? Berteriak sekencang itu hanya karena binatang kecil?" tanya Danial bersuara rendah yang membuat Shila merasa sangat bersalah. Memang salahnya yang bereaksi berlebihan sampai membuat Danial berlari naik dan mengkhawatirkannya.

"Takut kan wajar," gerutu Shila dan menunduk. Tidak berani melihat wajah galak suaminya yang terus mamandang dengan tatapan sinis kepadanya.

"Wajar, tapi reaksi kamu nggak wajar. Berlebihan cenderung nggak waras," omel Danial membuat Shila makin menciut di tempatnya.

"Iya-iya, maaf. Besok kamarku di bersihin ya," pinta Shila dan memandang Danial. Yang ditatap menggumam saja dan melengos pergi.

Sementara itu, Shila berdecak sebal melihat gelagat Danial yang tak kunjung berubah. Sangat sulit membuat lelaki itu menerimanya. Perhodohan ini bukan Shila yang menginginkannya, tapi Danial malah membencinya. Harusnya suaminya itu membenci kedua orang tua mereka yang seenak hati menikahkan dua orang tanpa izin.

Danial duduk memandang cangkir kopi yang telah dingin isinya. Sudah tidak bisa dinikmati lagi meskipun masih bisa diminum. Betapa merepotkan tinggal bersama seorang gadis manja seperti Shila. Siang tadi gadis itu bahkan mengiriminya banyak pesan mengatakan bahwa gadis tersebut berencana mendaftar les memasak selama sebulan. Danial tidak tertarik untuk membalas pesan panjang itu. Hanya membacanya sekilas dan mengabaikannya.

Dia harap ada saatnya dirinya bisa menceraikan Shila. Tinggal seorang diri jauh lebih baik. Hidup penuh ketenangan dan bekerja dengan segenap hati. Nyatanya itu semua hanya angan-angan belaka.