Pasar Sleko,
Siang hari.
Jupri kembali beraktifitas menarik setiap lapak yang ada dalam tanggungjawabnya, Zaki hanya menunggu di pos tempat mereka mangkal. Setiap lapak selalu memberi uang keamanan yang Jupri minta. Tiba- tiba terdengar suara merdu seorang wanita muda bercadar bersama ibunya.
"Jammbrreet!"
Jupri termangu hanya diam memandang sepasang mata coklat yang penuh pesona dengan hidung yang mancung, begitu menggetarkan jiwanya.
"Jupri! Jangan bengong, cepat kejar jambret itu!" Teriak Mak Ijah yang kebetulan ada di belakang Jupri.
Jupri terkejut mendengar teriakan Mak Ijah, gegas dia berlari mengejar jambret itu. Dengan ketangkasannya tas milik wanita muda itu berhasil diambil tanpa sepengetahuan jambret.
Kemudian sebuah tendangan sapuan kaki kanannya telah berhasil membuat jambret terjungkal, berguling di trotoar.
"Bangsat! Siapa Kau, berani sekali mengagalkan rencanaku?" tanya Jambret.
"Oh, ini yang namanya Udin. Jambret pasar?" sarkas Jupri.
Udin melongo melihat Jupri berada di depannya dengan tangan kanan membawa tas hasilnya menjambret
dua orang wanita berhijab. Selama dia melakukan pekerjaan jambret belum pernah ada orang yang berhasil mengejarnya. Jupri berbeda, selain berhasil mengejarnya juga berhasil merampas tas itu dalam keadaan nafas yang stabil.
"Siapa sebenarnya kamu, Bang?" tanya Udin dengan suara bergetar dengan nafas memburu.
"Ini wilayahku, tidak boleh ada jambret, copet dan begal. Hanya ada Jupri, premannya pasar Sleko."
Udin bergetar mendengar nama Jupri keluar dari pria di depannya. Tangannya menepuk jidat dengan gumaman lirih, ' sial, hari ini sungguh sial nasibku bertemu dengan Abang satu ini. Kepalang tanggung, mandi saja sekalian.'
"Jupri kek, Somad kek, babi kek bahkan tekekpun saya berani. Terima tendangan Udin kelaparan."
Setelah berucap Udin melayangkan sebuah tendangan mengarah pada tulang kering kaki kanan Jupri. Jupri hanya tersenyum sinis, dengan gesit kakinya mundur beberapa langkah ke balakang kemudian badannya berputar seratus delapan puluh derajat dengan kaki kanan sebagai tumpuan kaki kiri menerjang dada Udin dan tendangannya telak mengenai dada Udin.
"Argh, Bangsat! Tangguh juga tendanganmu!" ujar Udin sembil memegangi dadanya yang terasa nyeri.
"Jika Kau ingin selamat segera meminta maaf pada korbanmu, dan pergilah jauh dari wilayahku!" ucap Jupri tegas dan dingin.
Udin tampak belum menyerah, dia berusaha melawan Jupri dengan kekuatan yang dimilikinya. Selama ini Udin tidak pernah gagal melakukan tugasnya dalam menjambret korban. Udin kembali menyerang Jupri dengan pukulan yang membabi buta tanpa arah yang pasti.
Tendangan dan pukulan berhasil ditangkis oleh Jupri, saat Udin lengah pukulan dilayangkan Jupri mengarah pada bahu kanannya dan Udin seketika mundur beberapa langkah ke belakang dengan memegangi bahunya.
"Argh!!"
"Cepat segera kau minta maaf, tapi jika ingin hancur akan saya ladeni. Udin!!!" Kata Jupri lantang dengan aura dingin.
Udin terbatuk sambil memegangi dada yang mulai sesak. Namun, senyum sinis terukir di bibir hitamnya.
"Tidak! Bukan tipe Udin untuk hal itu. Hhiaatt!!!"
Kembali Udin menyerang Jupri, kali ini Udin menggunakan senjata pisau lipat yang terselip di sisi dalam sepatunya.
"Kali ini Kau akan kalah, hiaatt!!"
Udin berlari menerjang Jupri dengan membawa pisau lipat sasaran perutnya. Jupri yang belum siap hanya melakukan gerakan ringan, bergeser ke samping kanan tapi naas kaki kanannya hampir masuk selokan. Alhasil keseimbangan Jupri goyah, keadaan ini dimanfaatkan Udin menikam lengan kiri Jupri.
Melihat pergerakan Udin, Jupri gegas melompat bertumpu pada kaki kirinya agar keseimbangannya terjaga. Dengan cepat berkelit dan meraih tangan Udin lalu diputar untuk dikunci di punggungnya.
"Kau, minta maaf atau hancur?" ujar Jupri berbisik di telinga kiri Udin.
"Ampun, Bang. Baiklah saya nyerah," balas Udin.
Setelah terucap kata nyerah, Udin di dorong hingga tersungkur di hadapan dua wanita berhijab.
"Segera minta maaf!!"
"Maafkan saya, Bu, Mbak! Saya terpaksa, lapar melandan keluarga saya," kata Udin.
"Iya, Mang. Lain hari jangan asal jambret, bekerjalah yang halal," ucap wanita yang lebih muda dan bercadar.
Setelah meminta maaf, Udin segera berlari menjauhi Jupri. Dia tidak mau disidang dalam pos pusat Jupri mangkal.
"Terimakasih, Bang??" ucap wanita yang tampak dewasa.
"Saya, Jupri. Bu," balas Jupri.
"Ou, Nak Jupri. Perkenalkan saya Nyai Dahlan dan ini putria saya, Halimah. Halimah, hai!" kata Nyai Dahlan sambil menegur Halimah yang masih bengong menatap Jupri.
Hati Halimah bergetar melihat Jupri, wajah yang terlihat tampan, sedikit cambang tapi rapi, pandai bela diri dengan aura yang dingin hanya sedikit kucel.
"Halimah ...," tegur Nyai pelan.
Jupri yang terlena akan mata indah Halimah berusaha menguasai dirinya agar tetap dalam mode dingin dan cuek.
Tangan yang putih terulur perlahan menyambut tangan sedikit gelap milik Jupri. Saat tangan keduanya bersentuhan ada getaran yang menjalar di hati masing-masing.
'Tangan yang lembut, andai tangan itu membelaiku. Ouh sungguh indah duniaku,' batin Jupri.
"Tangan yang sangat keras dan kekar, oh Robbku, ijinkan tangan ini selalu merengkuhku di sepanjang jalanMu,' batin Halimah dengan senyum yang tertutup cadar.
Nyai Dahlan tersenyum melihat tingkah anak gadisnya saat berhadapan dengan Jupri. Selama ini hanya Jupri yang membuat Halimah menyipit dan mau bersentuhan dengan lawan jenis.
'Apakah ini takdirmu, Halimah. Jika sudah sampai pondok, akan bunda carikan informasi Jupri agar rasamu tersambut,' batin Nyai Dahlan.
"Ehem, apa masih lama berjabat tangannya? Bunda mau segera pulang, Halimah," tegas Nyai.
"Maaf," ucap keduanya.
Jupri melempar senyum terbaiknya untuk Halimah, "maaf, Mbak Halimah. Terimakasih sudah diijinkan menyentuhmu," ucap Jupri halus dan lembut.
"Iya, Bang. Halimah pamit pulang," kata Halimah dengan suara merdu mendayu.
"Mari, saya bawakan belanjaannya sampai mobil, Nyai," tawar Jupri halus dan sopan.
Lalu Jupri membawakan semua barang belanja kedua wanita berhijab itu, mata Jupri tak lepas dari sosok Halimah yang berjalan di depannya.
'Tunggu abang ya, Bidadariku. Abang akan berjuang untukmu, Permaisuri hati,' Lirih Jupri.
Selama menjadi preman, Jupri tidak pernah melakukan perkerjaan membawa barang pembeli hingga tempat parkir seperti yang dia lakukan saat bersama Nyai Dahlan dan Halimah. Semua penghuni pasar heran melihat kelakuan Jupri hari itu. Terutama Mak Ijah, dia melihat semua perbuatan Jupri pada kedua wanita berhijab dengan senyum terkembang.
'Semoga gadis itu membawa berkahMu, Ya Robb,' lirih Mak Ijah.
Kelembutan dan kesopanan Jupri terlihat nyata saat bersama Nyai Dahlan, pandangan Mak Ijah tak bisa lepas dari Jupri.
"Terimakasih, Nak Jupri. Jika ada waktu mampirlah ke pondok kami, ya," pamit Nyai Dahlan.
"Iya, Bang. Halimah akan selalu menunggu Abang di sana. Assalamualaikum," ucap Halimah dengan menangkupkan kedua telapak tangannya di dada.
Ada gurat kecewa di wajah Jupri, mengapa tak bisa menyentuh tangan lembut itu? Terlintas tanya dalan hatinya.
"Baiklah, Nyai, akan Jupri luangkan waktu. Untukmu Ukhti, abang akan penuhi dulu dan jika sudah tiba waktunya abang akan menjemputmu dalam surga cinta," balas Jupri mantap dan lembut.