Chereads / Putri Salju Abad Ke-21 / Chapter 4 - Kafe Melati

Chapter 4 - Kafe Melati

"Apa benar di sini?" Tanyaku dalam hati.

Aku melihat lihat kesekeliling untuk mencari alamat yang ingin aku tuju. Alamatnya menunjukkan di sekitar daerah ini, namun aku tidak terlalu yakin. Aku ada janji ketemuan dengan seseorang di kafe 'Melati', namun aku belum melihat tanda nama kafe tersebut. Kulihat smarthphone ku berkali kali untuk memastikan nama kafe tersebut. Dan sekali lagi aku belum melihat tanda namanya. Aku memang kesulitan untuk mencari arah.

Setelah sekian lama mencari dengan hasil nihil, aku memutuskan untuk menelpon orang tersebut.

"Hallo." Sapaku dengan ramah.

"Iya. Kamu ada dimana?" Balasnya dengan ramah pula.

"Sepertinya saya sudah nyampe, tante. Tapi, saya belum lihat tanda nama kafenya." Tuturku.

Aku masih canggung berbicara dengannya, calon mama baruku. Tante Rukma mengajakku ketemuan. Katanya ingin membicarakan sesuatu. Setelah aku putus dengan Malik, waktu senggangku sangat banyak. Di jam jam biasanya aku bertelponan atau saling berbalas WA dengan Malik, tidak tau harus kugunakan untuk apa. Hatiku juga masih sedikit sedih saat memikirkannya. Hanya sedikit. Erika dan Farkas juga disibukkan dengan tugas kuliah mereka. Tugas kuliahku juga banyak, tapi apa boleh buat, aku belum bisa mengerjakannya. Jika terus dipikir dan tetap dikerjakan, belum tentu ada jawabannya, walaupun kadang memang ada jawaban benar. Tugas kuliahku tidak dapat dikerjakan hanya dengan pikiran saja. Butuh latihan. Intinya waktu senggangku sangat banyak.

"Tante sudah sampai di kafe. Kamu dimana? Tante nggak lihat." Tanya tante Rukma.

Aku melihat sekeliling lagi.

"Saya ada di seberang jalan lampu merah yang ada di pertigaan. Di depan toko buah." Kataku menjelaskan posisiku.

"Sepertinya tante tau kamu ada dimana. Jangan kemana mana, tetep di sana, tunggu tante. Ok!" Perintahnya.

Aku mengiyakan perintah tersebut. Aku juga tidak terlalu mengenal daerah ini. Dari pada tambah nyasar, aku memutuskan untuk tetap menunggu.

Sekitar lima menit menunggu, sebuah mobil berwarna putih mendekat.

"Sena." Kata tante Rukma setelah menurunkan kaca pintu depan mobilnya.

"Maaf tante, Sena ngerepotin." Kata pertamaku setelah bertatapan langsung dengan tante Rukma.

"Ngak pa pa. Ayo cepet masuk. Lagi pula kamu belum kenal daerah sini." Balas tante Rukma dengan senyuman.

Kamipun menuju ke kafe, tempat awal janjian tadi.

Sesampainya di kafe. Kami memesan minuman terlebih dahulu. Hari ini cuacanya sangat panas.

"Saya pesen Ice Milk Tea." Kataku.

"Saya juga." Kata Tante Rukma.

"Ice Milk Tea, dua. Silahkan ditunggu. Minuman akan segera kami hantarkan." Kata pegawai kafe.

"Terimaksih." Kataku.

Suasana menjadi canggung lagi setelah pegawai kafe pergi meninggalkan kami. Aku tetap diam dan hanya melihat sekeliling tanpa berani menatap langsung ke arah Tante Rukma. Sepertinya tante Rukma juga merasakan hal yang sama, ia tetap diam.

Selang beberapa menit, pegawai tadi kembali lagi.

"Ini pesanannya." Kata pegawai sambil menghidangkan pesanan kami. Setelah itu, ia pergi lagi.

"Sena bagaimana kuliahnya?" Tanya tante Rukma tiba tiba.

"Hah. Sampai sekarang masih terkontrol.

Walaupun kadang ada kendala, masih tetap bisa saya atasi." Jawabku kaget karena pertanyaan mendadak itu.

"Bagus kalau begitu. Tante yakin kamu bisa." Balasnya.

Sepertinya tante Rukma juga kesulitan mencari bahan pembicaraan sebelum ke intinya.

"Bayu kenapa nggak ikut, tante?" Tanyaku untuk lebih mencairkan suasana.

"Bayu tadi lagi tidur siang. Biasanya setelah bangun ada tontonan kesukaan dia, jadi nggak mau diganggu." Jelas Tante Rukma.

"Padahal saya sudah kengen, pengen ketemu lagi. Lucu banget dianya." Kataku sambil tertawa kecil.

"Kapan kapan tante, ajak. Atau kamu bisa mampir kerumah tante." Balasnya.

"Ha ha ha. Iya tante." Kataku basa basi.

Suasana canggung lagi. Aku meneguk minumanku, dua kali. Kemudian tante Rukma melanjutkan percapakan kami.

"Hari ini tante ngajak ketemuan, karena mau ngomong langsung sama kamu. Tante juga ingin kenal kamu lebih dekat lagi." Jelasnya.

"Saya juga ingin membicarakan sesuatu dengan tante." Balasku.

Setelah tante Rukma mengumpulkan niat, ia melanjutkan perkataannya.

"Kamu juga sudah tau, kalau tante dengan ayah kamu ada hubungan spesial. Dan kami berencana melanjutkan ke jenjang yang lebih serius lagi. Tante ingin tau pendapat kamu bagaimana." Kata tante Rukma menjelaskan inti pembicaraan kami.

"Sebenarnya saya masih belum setuju. Apalagi kalau mengingat mama saya, hati saya sakit memikirkannya. Tapi, saya juga ingin melihat ayah bahagia. Walaupun berat, saya akan menerimanya." Jelasku langsung.

"Kalau kamu belum setuju. Tidak apa apa, kami bisa menundanya." Balas tante Rukma.

"Tadi saya juga sudah bilang, kalau saya ingin membicarakan sesuatu. Yang ingin saya katakan. Tante tidak perlu memikirkan hal seperti itu. Kalau ayah bahagia, saya juga bahagia. Walaupun sekarang masih belum bisa menerima, saya akan mengurus perasaan saya sendiri. Jadi, tante tidak perlu khawatir dengan saya." Jelasku.

Untuk sesaat kami tidak melanjutkan percakapan kami.

"Terimakasih. Tante akan berusaha supaya kamu bisa menerima tante." Kata tante Rukma dengan mata berkunang kunang.

"Tapi saya belum bisa manggil mama." Kataku dengan sedikit senyuman.

"Tante bisa paham kalau itu." Balas tante Rukma dengan senyuman juga.

"Tapi saya sejak awal sudah menerima Bayu. Dia adik saya." Kataku dengan nada sedikit bercanda.

"Bayu anak laki laki saya satu satunya. Tidak bisa saya berikan begitu saja." Balas tante Rukma dengan nada bercanda pula.

Setelah kami cukup dekat. Kami mulai membicarakan banyak hal. Dan tidak terasa hampir empat puluh menit kami hanya berbicara.

"Ini pesanannya." Pegawai tadi kembali lagi dan mengantarkan pesanan kami yang kedua.

Di tengah tengah pembicaraan, tante Rukma memesan kue. Kue khas kafe ini. Kue kesukaan tante Rukma.

"Kamu cobain, kuenya enak banget." Kata tante Rukma.

Tanpa pikir panjang, dan memang aku sedikit kelaparan. Aku melahap kue itu.

"Enak tante." Kataku.

"Benerkan, kata tante." Balas tante Rukma.

Tiba tiba saja.

Tringg.

Sendok yang kupegang jatuh. Aku kesulitan bernafas. Ada apa ini, apa yang terjadi. Di saat aku hampir tak sadarkan diri, tante Rukma terus memanggil manggil namaku.

"Sena. Sena. Sena. Sena." Panggil tante Rukma dengan panik.

Setelah itu, aku tidak tau apa yang terjadi.

Saat kubuka mataku, sepertinya aku sudah berada di rumah sakit. Rumah sakit tempat ayahku bekerja. Apa yang sebenarnya terjadi. Apa mungkin alergiku kumat. Aku alergi terhadap buah nanas. Tapi, aku tidak merasakan rasa nanas dalam makanan tadi.

Ada seseorang dengan mata yang sangat besar melihat ke arahku. Seseorang yang sangat tidak asing. Salah satu orang yang kurindukan dan ingin kutemui.

"Kakak sudah bangun?" Tanya Bayu.

"Kamu sedang apa disini?" Tanyaku dengan bahagia karena melihatnya.

"Aku disini, disuruh mama buat jagain kakak." Katanya.

"Terus mamamu kemana?" Tanyaku lagi.

"Mama ada jadwal malam, jadi nggak bisa disini terus." Jelasnya.

Aku lupa kalau tante Rukma juga Dokter.

"Bentar, ya. Kakak ke toilet dulu. Jangan kemana mana" Kataku sambil berusaha bangkit.

Aku pergi ke toilet sebentar dan meninggalkan Bayu.

Setelah urusanku di toilet sudah selesai, aku langsung kembali. Tidak enak meninggalkan Bayu sendirian.

Bruukkk.

"Maaf." Aku meminta maaf karena tidak sengaja menabrak seseorang.

"Tidak apa apa." Balas dengan senyuman.

Aku menoleh ke arahnya. Kulihat senyuman itu. Matanya cerah dan berbinar. Laki laki yang sangat tampan. Aku melihat ada cahaya yang menyinari dirinya. Siapakah dia.

"Se. Se. Sebentar." Kataku.

Lelaki itu tidak mengindahkan diriku. Ia pergi begitu saja. Dengan spontan aku ingin mengikutinya.

"Senaaaaaaaa."

Terdengar seseorang berteriak dengan lantangnya. Dari kejauhan, dua orang tengah berlari ke arahku.

Erika langsung memelukku.

"Gimana gimana. Udah nggak pa pa, kan? Tanya Erika dengan cemas.

"Nggak liat apa, ini rumah sakit. Nggak usah teriak teriak gitu." Kata Farkas.

"Wajahmu pucet banget." Kata Erika menghiraukan Farkas.

"Sekarang udah nggak pa pa." Jawabku.

"Lu mau kemana? Ke toilet? Gua anterin. Ayo." Tanya Erika.

"Enggak, ini baru dari toilet. Mau ke UGD lagi." Jelasku.

"OK. OK. Kita balik." Kata Erika.

Erika dan Farkas menuntunku kembali ke UGD. Aku masih penasaran dengan seseorang tadi. Orang yang kutabrak tadi. Siapa dia?