Pandangannya terarah sempurna pada gadis muda di depannya. Gadis muda yang bisa Sergio tebak berada di usia dua puluh awal. Gadis berambut coklat yang bisa Sergio akui cukup cantik dan menawan. Penampilannya yang bersih dan elegan dengan pakaian yang bermerk membuat Sergio yakin gadis di depannya ini berasal dari keluarga mampu.
"T-tuan, apa ini sungguhan? Tuan tidak sedang bercanda 'kan?" cicit Isla sedikit ketakutan.
Dia tidak tahu kalau aura yang Sergio miliki ternyata sangat gelap. Isla bahkan merasa seolah ikut tersedot ke dalamnya, hingga membuatnya sedikit merinding.
Tatapan mata Sergio kini memandang malas pada Isla. Dia meraih ponselnya, kemudian mengetikkan sesuatu dan mengirimkannya pada Isla. Setelahnya, pria itu mengangkat ponselnya, memberi kode pada Isla untuk membuka ponsel.
"Hm? Ah… maksudnya saya di suruh membuka ponsel saya?" Sergio mengangguk. Sekarang, dia tahu mengapa Merald memilih Isla dari banyaknya kandidat yang ada.
Gadis yang kini sedang berkuliah itu ternyata cukup peka terhadap keadaan. Sergio harap, Isla bisa mengerti arti tatapan Sergio sehingga membuatnya tidak perlu susah-susah mengetik. Karena jujur, Sergio mulai muak terus mengetik sesuatu sebagai alat komunikasinya dengan orang-orang. Bukankah akan lebih menyenangkan jika ada yang mengertinya melalui tatapan mata lalu menerjemahkannya ke sekitar?
Sergio terus mengamati wajah gadis di depannya yang kini sedang mengamati layar ponselnya dengan seksama. Tak butuh waktu lama, ekspresi wajah Isla berubah drastis. Gadis itu terkejut sebelum akhirnya mendongak menatap Sergio dengan tatapan tidak percaya.
"S-sekarang saya mengerti mengapa Anda membutuhkan pengasuh, Tuan." Ucap Isla dengan manik mata ambernya yang menatap Sergio penuh empati.
'pengasuh? Yang benar saja. Yang kubutuhkan adalah penerjemah sialan.' Batin Sergio.
Menyadari Sergio tidak bisa protes, pria itu hanya berdecak. Dia meraih sebuah kertas di atas meja kerjanya yang terletak tak jauh dari sana, melemparkannya pada Isla.
Dengan tangan yang sigap dan cekatan, perempuan cantik bermanik mata amber tersebut berhasil menangkapnya. Dia bisa melihat tatapan mata Sergio dan seringai di bibirnya, seolah memuji keterampilan Isla.
"Terima kasih atas pujiannya, Tuan. Banyak orang bilang, saya sangat cekatan." Katanya penuh percaya diri.
Sergio sedikit terperangah, tidak menyangka gadis itu mengetahui arti dari tatapan matanya.
'Wah… bagaimana mungkin? Bahkan, Merald tidak bisa melakukannya.' Batin Sergio.
"Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk memahami Anda." Lanjut Isla, membuat Sergio hanya mengangguk ringan.
Dagu Sergio kini menunjuk pada kertas di tangan Isla, seolah memerintahkan gadis itu untuk membacanya.
Tanpa pikir panjang lagi, Isla mulai membacanya. Isi dari kertas yang ternyata adalah kontrak kerja tersebut tidak ada yang aneh. Sama seperti sebagian kontrak kerja lainnya. Hanya saja, ada dua pasal yang membuat Isla sedikit bertanya-tanya.
"Tuan, apa saya boleh bertanya sesuatu?" tanya Isla.
Sergio yang kini duduk di kursi kerjanya melirik Isla sejenak, kemudian mengangguk ringan. Melihat anggukkan kepala Sergio, Isla tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan.
"Kalau soal tidak boleh membawa kekasih dan berhubungan sexual, aku bisa menerimanya karena aku sendiri belum memiliki kekasih. Tetapi, tentang tidak boleh membawa wanita paruh baya… apa alasannya?" tanya Isla ragu. Dia takut Sergio akan marah dan berakhir mengusirnya.
Isla sangat membutuhkan pekerjaan ini. Kedua orang tuanya sedang menghukum Isla sehingga kartu kredit Isla diblokir. Tak hanya itu, uang jajan Isla juga hanya setengah dari biasanya. Hal ini yang membuat Isla memutuskan mencari pekerjaan. Bagaimanapun juga, Isla seperti anak muda yang lainnya. Suka berfoya-foya dan gila belanja.
Sedangkan uang jajan yang dia terima saat ini sangatlah sedikit. Hanya sanggup untuk gadis itu membayar coffee dan makan siangnya.
Isla bisa melihat ekspresi wajah Sergio berubah drastis. Wajah yang tadinya santai, kini menegang hingga rahangnya mengeras sempurna. Manik mata hijau milik Sergio berputar malas. Seolah tidak menyukai pertanyaan Isla.
Menyadari Sergio yang terlihat marah, Isla menelan ludahnya sendiri. "Jika Anda tidak mau menjelaskan, saya tidak masalah." Kata Isla sedikit ketakutan.
Sergio menghela nafasnya. Dia memberi kode pada Isla untuk mendekat menggunakan tangannya. Menyadari itu, Isla segera menurut. Dia mendekat, kemudian berdiri tepat di samping Sergio.
Gadis itu kini bisa mencium bau parfum Sergio. Sangat maskulin dan kuat sehingga Isla seolah semakin tertarik pada aura kelam yang Sergio miliki. Tidak bisa dipungkiri, Isla mengagumi ketampanan Sergio yang nyatanya lebih tampan dari apa yang Isla pikirkan.
Sergio meraih sebuah kertas dan pena. Kemudian, dia mulai menulis sesuatu pada kertas tersebut.
Isla membaca tulisan Sergio dengan seksama. Saat merasa tertutupi oleh lengan Sergio, Isla semakin merapatkan tubuhnya. Hingga tanpa sengaja, gadis itu tersandung meja dan terjatuh cukup keras hingga gadis itu memekik sakit.
"Aaaw!" pekik Isla.
Isla memejamkan matanya erat. Bukan karena sakit, tetapi karena dia tahu bahwa dirinya akan terjatuh ke arah Sergio. Dan benar saja, Isla merasakan sebuah tangan melingkar di pinggangnya. Tak hanya itu, gadis berambut coklat tersebut juga tak merasakan sakit sedikitpun. Yang dia rasakan justru tubuhnya mendarat di tubuh Sergio yang atletis dan sedikit keras.
Perlahan, Isla membuka matanya. Dia menggigit bibir bawahnya, merasa sangat gugup saat melihat manik mata hijau yang kini menatapnya dalam. Mata setajam elang milik Sergio mengunci tatapan mata Isla, seolah menusuk hati Isla sampai membuat hatinya berdebar bukan main.
"T-tuan, maaf…" rengek Isla. Dia berusaha untuk bangkit, namun Sergio kembali menariknya hingga Isla kini duduk di atas pangkuan Sergio. Posisi gadis itu membelakangi Sergio, membuat Isla merasa gugup. Entah apa yang membuatnya membeku tanpa bisa melayangkan protes sedikitpun. Isla benar-benar sudah masuk dalam pesona Sergio yang cukup kuat, membuat gadis itu tak mampu berkutik.
Tok
Tok
Suara ketukan meja seolah menyadarkan Isla dari pemikirannya sendiri. Gadis itu berdehem, melirik kertas yang kini tengah diukir tulisan oleh Sergio.
'Kau boleh bertanya pada Merald tentang apa yang terjadi padaku. Tetapi, kau tidak boleh memberitahu siapapun tentang hal itu. Bahkan, kau tidak boleh memberi tahu bahwa kau bekerja denganku. Jika sampai kau melanggarnya, kau akan tahu akibatnya.'
Isla tersenyum tipis. Dia mengangguk, kemudian menoleh menghadap Sergio. "Apa Itu sesuatu yang menyakitkan sampai Anda tidak bisa menjelaskannya sendiri?" tanya Isla, membuat Sergio terperangah.
Selama ini, tak pernah ada orang yang berani menanyakan perasaannya kecuali Merald. Tetapi, gadis yang baru Sergio kenal beberapa jam ini dengan santainya menanyakan hal ini.
Dan entah hasutan dari mana, Sergio mengangguk pelan. Manik mata hijau milik Sergio menatap mata amber Isla dalam.
'sangat amat menyakitkan, Isla.' Jawab Sergio di dalam hati.
Dapat Sergio lihat, Isla terlihat simpati kepadanya. "It's okay,itu semua sudah terjadi dan Anda sudah berhasil melaluinya."