Chereads / Lost : Your Voice / Chapter 6 - 6. Sugar Daddy

Chapter 6 - 6. Sugar Daddy

6.

"Lluvy, apa kau melihat Tuan Sergio? Aku mencarinya di lantai atas dan ruang kerjanya. Tetapi, Tuan Sergio tidak ada." pagi-pagi sekali, Isla yang sudah rapi dengan dres kotak-kotak yang hanya sebatas paha, mencari keberadaan sang tuan.

"Tuan Sergio? Apa kau sudah mencarinya di lantai empat? Pagi-pagi seperti ini biasanya dia di lantai empat untuk berolahraga." Jawab Lluvy di tengah kesibukannya.

Lluvy, pelayan Sergio yang hatinya selembut sutra. Hampir sebulan di sini, Isla lama kelamaan mulai berteman baik dengan LLuvy. Karena mereka yang sepantaran, tak butuh waktu lama untuk mereka bisa cocok. Meski sifat keduanya bisa dibilang berbanding terbalik, tetap saja obrolan yang ada selalu hangat dan menyenangkan. Entah karena Isla yang pandai mencari topik, atau Lluvy yang selalu menanggapinya dengan antusias. Kecuali obrolan tentang Sergio. Lluvy pasti tidak akan meresponnya.

"Thank you, Lluvy." Sahutnya sembari iseng mengambil sebuah soft cookies buatan Lluvy, membuat si pemiliknya berteriak nyaring. "Isla, itu kubuat untuk Tuan Sergio karena dia menginginkan—Isla!" sepertinya, Lluvy harus banyak-banyak bersabar dengan Isla yang sangatlah jahil. Tak sekali dua kali dia seperti ini. Hampir setiap hari.

Isla tentunya tidak merasa bersalah sedikitpun. Alih-alih meminta maaf pada Lluvy, Isla justru sibuk mengunyah soft cookies yang dicurinya seraya memasuki lift yang mengantarnya menuju lantai empat.

Ting!

Tepat sewaktu pintu lift terbuka, soft cookies di mulutnya telah habis ditelan. Gadis cantik bermanik amber tersebut keluar dari lift, terperangah sewaktu melihat banyak alat olahraga di sini. Sebulan berada di sini, baru kali ini Isla menginjakkan kakinya di lantai empat mansion ini. Dan ternyata, lebih indah dari yang dia pikirkan.

Gadis itu mengedarkan pandangannya, mencari pria yang sejak tadi tak terlihat batang hidungnya.

"Tuan Sergi—oh my god! Sugar daddy…" Isla melongo sewaktu membalik tubuhnya dan mendapati Sergio ada di belakangnya dengan tubuh bagian atas yang terekspos sempurna dan dilumuri oleh keringat. Tetesan keringat yang ada di sana, membuat Isla merasa iri. Seharusnya, tangan dia yang membelai dada bidang dan perut kotak-kotak tersebut. Bukannya seonggok air sialan itu.

Sergio yang mendengar Isla keceplosan, tertawa dalam hati. Isla mengatainya sugar daddy. Menggemaskan sekali.

Hanya dengan mengangkat alisnya, Isla langsung tersadar dari lamunan nakalnya. "Eh? Maaf, Tuan. Jadi begini… hari ini Isla ada kelas pagi. Jadi, Isla harus ke kampus." Katanya, meminta izin.

Sergio berjalan, meraih ponselnya dan mengetikkan sesuatu. 'Berangkat menggunakan apa dan dengan siapa?'

"Naik mobil dengan supir pribadi Isla." Jawab Isla. Seluruh fasilitasnya memang ditarik oleh kedua orang tuanya. Kecuali dengan supir pribadi. Hal itu agar orang tuanya bisa memantau Isla.

'Supir pribadi?' tanya Sergio dengan ketikan.

Isla mengangguk percaya diri. "Hm, supir pribadi. Mommy menarik semua fasilitas Isla kecuali yang satu itu. Katanya sih buat mantau Isla biar gak ngadu ke Daddy kalau Mommy selingkuh. Padahal, Daddy juga selingkuh." Jawabnya tanpa ragu. Dia terlihat seperti menggampangkan masalah tersebut. Padahal, Sergio tahu betul bahwa hati Isla sakit dengan fakta ini.

Ini bukanlah masalah sepele. Ini merupakan masalah yang sangat berat. Mengetahui perceraian kedua orang tuanya tentu bukan hal yang mudah.

'Hati-hati.' Hanya dua kata, namun membuat Isla tersenyum senang.

"Siap Tuan! Isla akan pulang dengan cepat. Isla janji. Oh iya… Isla juga janji akan pulang sebelum jam empat sore. Isla mau ikut ke rumah sakit buat mendampingi Anda, Tuan." Ujar Isla dengan semangatnya.

Sergio berdehem, menganggukkan kepalanya. "hm."

"Isla pergi dulu kalau begitu, Tuan. Bye-bye!"

***

***

Brak!

"Son of bitch!" sebuah umpatan keluar dari bibirnya. Isla yang saat di depan Sergio menjadi gadis manis, kini berubah drastis menjadi gadis yang liar.

"Akh! Isla… aku benar-benar minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk menyebarkan berita itu. Sungguh, aku tidak bermaksud." Seorang pemuda dengan rambut pirangnya memohon ampun pada Isla.

Isla yang terlampau murka berdecak kesal. Dengan kedua tangannya yang berkacak pinggang, gadis itu mendesis. "Tidak bermaksud tapi kau menyebarnya di Instagram story?! Asshole! Sampai ada yang mulut yang berkata kalau aku adalah pelacur yang menjual dirinya untuk seorang sugar daddy, bersiap saja kau akan mati. Karma buruk akan datang padamu." Ketus Isla. Dia mencondongkan tubuhnya, menarik dagu pemuda di depannya itu sampai membuatnya mendongak.

"Dan karma itu… asalnya dariku. Kupastikan kau akan dikeluarkan dari kampus dan tidak akan bisa diterima di kampus manapun yang ada di Italia. Camkan itu." ancamnya.

Pemuda itu menciut, ketakutan. "I-iya maafkan aku, Isla."

Dia menarik dirinya, menendang pemuda itu sebelum akhirnya pergi dari sana, meninggalkan pemuda itu seorang diri.

"Ah, sialan. Merepotkan saja. Bisa-bisanya dia menyebar gosip kalau aku adalah sugar baby! Cih! Dia tidak tahu saja kalau saya dekat dengan Tuan Miguel, si pemilik Spanyol. Presiden saja tunduk pada dia." Gerutunya, mengumpat kesal.

***

***

"Isla pulang!" teriakan yang hampir tidak pernah terdengar di mansion sebesar ini, akhirnya terdengar juga.

Isla, dia pelakunya. Satu-satunya pekerja di sini yang bisa seberani itu untuk melakukan hal ini di kediaman Sergio. Seseorang yang dikenal sangat menakutkan.

Sekarang saja Sergio tidak bisa marah-marah karena kehilangan suaranya. Kemarin-kemarin, sebelum Sergio kehilangan suaranya seperti ini, dia sangatlah menyeramkan. Salah sedikit, Sergio akan murka dan marah-marah tidak jelas.

Sepanjang memasuki mansion, Isla melangkah gontai. Mengelilingi mansion untuk mencari Tuannya. Namun, lago-lagi Isla tidak bisa menemukan Tuannya itu. Selalu saja seperti ini. Menghilang dan sulit dicari.

"Tuan Sergio dimana?" tanya Isla pada salah satu pelayan.

"Tuan Sergio sedang di ruang kerjanya." Jawab pelayan itu.

Isla berterima kasih, berniat untuk pergi menemui Tuannya. Akan tetapi, baru satu langkah, pelayan tadi kembali menyahut. "Ehm… kau mau menemui Tuan Sergio, Isla?" tanya pelayan tadi.

Isla mengangguk tanpa ragu sebagai jawaban. "Ya. Tentu saja."

Pelayan tadi terlihat ragu. Dia menggaruk tengkuknya yang tak gatal, kemudian berujar. "Sebaiknya nanti saja. Sepertinya, Tuan Sergio sedang marah, Isla. Daritadi wajahnya muram." Kata pelayan itu.

Isla berpikir sejenak, kemudian tetap pada keputusan awalnya. "It's okay… lagipula, marahnya Tuan Sergio tidak akan semenyeramkan itu karena tenggorokannya masih sakit." Ucapnya dengan penuh percaya diri.

Pelayan tadi hanya bisa menghela nafasnya. "ya sudah. Yang penting aku sudah memperingatimu."

Isla tersenyum tipis, menghampiri Sergio yang katanya ada di ruang kerja. "Permisi, Tuan Sergi—"

Brak!

Baru saja sampai di ambang pintu, Isla sudah dikagetkan dengan sebuah kursi yang melayang dan menghantam dinding tepat di sampingnya. Dia menelan ludahnya susah payah, takut. "T-tuan baik-baik saja?"