Chereads / Adventure of The Great Archmage / Chapter 2 - The Real Protagonist

Chapter 2 - The Real Protagonist

"Bocah sialan! Berhenti di sana!" teriak seorang pedagang sambil membawa sebuah kayu panjang sedang mengejar seorang anak kecil yang baru saja mencuri barang dagangannya. Elvin semakin mengencangkan laju kakinya saat mendengar paman penjaga toko yang dicurinya semakin dekat.

Karena tidak memperhatikan jalan dengan baik, Elvin hampir menabrak seseorang di depannya, walaupun orang itu bisa menghindarinya, namun Elvin tidak bisa menghindar dari kibaran jubah orang itu dan membuat Elvin jatuh tersungkur di jalanan.

Elvin mengerang kesakitan saat menyadari bahwa lututnya lecet dan mulai mengeluarkan darah. Saat itulah Elvin bertemu dengan orang itu, seorang penyihir yang menyelamatkannya. Penyihir itu meminta maaf pada Elvin karena telah menyebabkan Elvin terjatuh.

"Aku yang seharusnya meminta maaf padamu, Tuan." Elvin kembali mengaduh kesakitan saat merasa lukanya mulai berdenyut sakit. Penyihir itu segera memeriksa Elvin dan mulai bergumam tidak jelas. Selanjutnya, yang dapat Elvin lihat adalah munculnya secercah cahaya kehijauan dari tongkat sihir penyihir itu yang membuat lukanya sembuh total hingga tak berbekas.

Elvin sangat kagum dengan sihir itu, hingga membuat matanya berbinar terang saat melihat bagaimana penyihir itu menyembuhkan lukanya dalam sekejap, "Wahh, sungguh sihir yang indah!" ucap Elvin kepda penyihir itu.

Saat Elvin hanyut dalam kekagumannya, bocah cilik itu ditarik kembali dari khayalannya, dari jauh ia mendengar suara paman penjaga toko yang mengejarnya, "Sial!" Elvin dengan tergesa-gesa melarikan diri dari sana, hingga melupakan sosok penyihir yang menyelamatkannya.

Elvin terus berlari secepat yang ia bisa untuk melarikan diri dari paman penjaga toko yang mengejarnya itu. Saat Elvin telah menjauhi pusat keramaian Kerajaan, Elvin baru sadar bahwa paman itu tidak lagi mengejarnya.

Menyadari hal itu Elvin pun menghembuskan napasnya lega, lalu bocah itu memutuskan untuk kembali ke rumahnya dengan roti curiannya yang masih tergenggam erat di tangannya. Di rumah ke dua adiknya telah menunggunya membawa sesuatu untuk di makan.

. . .

Elvin mendorong pintu rumahnya yang di sambut dengan senyuman oleh kedua adiknya, "Kakak! Kau pulang!" seru Theodore segera berlari dan memeluk kaki kakaknya dengan senang. Sedangkan Andromeda, adik perempuan Elvin yang lain hanya melihat kepulangan kakaknya dari kejauhan.

"Kalian sudah lapar kan, Kakak membawa roti untuk makan siang," ucap Elvin tersenyum dan membawa kedua adiknya untuk duduk di meja makan. Dengan patuh, Theodore dan Andromeda segera duduk rapi di kursi meja makan, menunggu Elvin untuk memberi mereka makanan.

Elvin membelah dua roti yang dibawanya dan memberikan masing-masing satu pada kedua adiknya. "Kakak tidak mau?" tanya Andromeda polos saat melihat sang Kakak tidak memakan roti itu bersama dengan mereka.

Elvin mengelengkan kepalanya pelan seraya berkata, "Kakak sudah makan, habiskan roti itu untukmu," jawab Elvin dengan senyum tulusnya. Bagi Elvin bisa melihat kedua adiknya makan dengan lahap saja sudah cukup baginya.

Elvin beranjak dari meja makan menuju ke dalam kamarnya. Elvin mulai larut dalam pikirannya saat memikirkan perihal kedua orang tuanya yang ikut dalam perang melawan Dark Sorcerer. Kerajaan mereka memang menang melawan para Dark Sorcerer, tapi mengapa orang tuanya tidak kunjung pulang?

Elvin tidak ingin berpikiran buruk mengenai kedua orang tuanya, tidak mungkin mereka meninggalkannya dan kedua adiknya sendirian. Elvin segera menepis kemungkinan itu, lalu ia teringat mengenai seorang penyihir yang membantunya menyembuhkan lukanya tadi.

"Aku lupa menanyakan nama penyihir itu, bahkan aku lupa berterima kasih padanya," gumam Elvin pelan, menyesal tidak berbincang lebih banyak pada penyihir itu. Elvin sangat kagum dengan sihir yang dikeluarkan oleh penyihir itu, sangat indah dan kuat, Elvin ingin menjadi kuat seperti itu.

. . .

Keesokan harinya, Elvin terbangun dengan pasukan kerajaan yang datang untuk menempelkan pengumuman di desanya. Elvin bergegas keluar untuk melihat pengumuman itu, berharap bahwa di dalam pengumuman itu akan berisi kabar dari kedua orang tuanya yang pergi ke medan perang.

Elvin berdempetan dengan para warga desa lain untuk melihat pengumuman yang tertempel di papan pengumuman. Betapa terpukulnya Elvin saat sudah berada di depan papan pengumuman dan melihat berita yang terpampang di sana.

"Ibu... Ayah..." bisiknya pelan saat menyadari bahwa kedua orang tuanya tidak akan pernah kembali. Elvin membiarkan tubuhnya terdorong oleh warga desa lain, hingga membuatnya terdorong ke belakang hingga jatuh terduduk.

Tatapan Elvin telah berubah kosong, bocah cilik itu tidak bisa berpikir bagaimana ia akan melanjutkan hidup tanpa kedua orang tuanya, tanpa terasa bulir-bulir kecil air mata mulai turun menuruni wajah murung anak kecil itu.

Terdengar bisik-bisik warga desa lain saat melihat sosok anak kecil itu menangis dalam diam, "Lihatlah betapa kasiannya anak itu telah kehilangan orang tuanya." Sayup-sayup Elvin mulai mendengar banyak lagi bisikan itu seperti itu, bocah itu memutuskan untuk beranjak dari duduknya dan mengusap dengan sembarangan jejak air mata di pipinya. Lalu, pergi dari alun-alun desa dan kembali ke rumahnya dengan langkah yang lunglai.

Bagaimana Elvin harus menyampaikan berita ini kepada kedua adiknya di rumah? Bagaimana ia harus memberi makan adiknya mulai dari sekarang? Apa yang harus ia lakukan untuk bertahan? Segala pertanyaan itu berputar terus-menerus memenuhi pikiran Elvin.

. . .

Elvin memutuskan untuk menemui sahabat ayahnya untuk meminta pekerjaan yang bisa ia lakukan. Mulai sekarang Elvin membutuhkan uang untuk menghidupi kedua adiknya, dirinya tidak bisa terus-terusan mencuri dagangan orang lain.

Yang ada Elvin akan di hukum, jika sampai tertangkap melakukan hal tercela itu. Dirinya akan mencoba dahulu untuk meminta sebuah pekerjaan kepada orang yang dikenalnya atau kenalan kedua orang tuanya.

"Theo, An, Kakak akan pergi dahulu. Tolong jaga rumah dulu, ok?" ucap Elvin pada kedua adiknya yang sedang bermain satu sama lain. "Oke, Kakak!" jawab mereka dengan bersemangat. Elvin mengacak rambut mereka sebelum memutuskan untuk pergi mencari pekerjaan.

. . .

Berjalan di alun-alun desanya, Elvin memutuskan untuk masuk ke sebuah toko pandai besi dan menemui seseorang dan berbicara kepada penjaga toko itu, "Tuan, apakah aku bisa bekerja di sini?" tanya Elvin bertanya dengan sopan.

Penjaga toko pandai besi itu mendelik pada Elvin yang berada di hadapannya dan berteriak pada bocah itu, "Pergi sana! Apa yang bisa anak kecil sepertimu lakukan!"

Elvin yang kaget diteriaki seperti itu pun segera memundurkan dirinya dengan ketakutan, sebelum pergi Elvin menundukkan kepalanya sopan. Segera Elvin bergegas pergi dari tempat itu, ia tidak ingin dipukuli lagi.

Untuk anak kecil berumur sepuluh tahun sepertinya sudah pasti akan sangat susah mendapatkan pekerjaan. Setelah berkeliling desanya hingga ke pusat Kerajaan, Elvin belum kunjung mendapatkan pekerjaan.

Akhirnya, sebagai langkah terakhir Elvin memutuskan untuk berkunjung ke sebuah toko Alkimia dan Ramuan yang kebetulan pemiliknya adalah kenalan lama dari ayahnya. Elvin berdoa semoga saja pemilik toko itu ingat padanya dan memberi kesempatan padanya untuk bekerja di toko tersebut.