Sia-sia dengan perlawanannya, Elvin habis di pukuli oleh para sekelompok pria dewasa itu. "Karena kau sudah membuatku marah inilah balasan yang pantas kau terima!" ucap pria berbadan kekar itu sambil menunjukkan jarinya ke arah Elvin.
Elvin yang sudah terkapar dengan wajah penuh luka hanya bisa menatap orang itu dari bawah. "Dan juga, aku akan mengambil ini sebagai peemintaan maafmu." Pria itu mengambil seluruh herba yang sudah dikumpulkan oleh Elvin dan juga adik-adiknya.
Elvin tentu marah, namun ia tidak bisa melakukan apapun. Tubuhnya tidak bisa ia gerakkan, seluruh tubuhnya seperti menjerit kesakitan karena dipukuli oleh lima orang pria dewasa sekaligus.
Setelah mengambil seluruh herba Elvin, kumpulan bandit itu pergi dari sana dan akhirnya meninggalkan Elvin dan kedua adiknya. Segera setelah melihat orang-orang itu pergi, Theodore dan Andromeda berlari menuju ke arah Elvin dengan derai air mata.
"Kakak!" panggil Theodore sambil memeluk lengan kanan Elvin. Andromeda tidak bisa mengeluarkan suaranya karena isak tangisnya, gadis kecil itu duduk di sebelah Theodore yang panik sekaligus sedih melihat kakaknya.
Elvin yang sudah di ambang kesadarannya pun tidak bisa berbicara apa-apa pada kedua adiknya, tubuhnya benar-benar berdenyut nyeri, akhirnya karena tidak kuat menahan sakitnya, Elvin tak sadarkan diri.
. . .
Elvin tersentak bangun saat melihat sosok penyihir yang menyembuhkan lukanya saat dirinya mencuri dulu. Saat terbangun, Elvin merasa tubuhnya seperti sehabis tertimpa batu besar. "Kakak? Kau sudah bangun!" pekik Andromeda yang sedang menjaga Elvin saat melihat kakanya itu terbangun dari tidurnya.
"Theo! Theo! Kakak bangun!" Andromeda segera berlari keluar kamar Elvin untuk memanggil Theodore yang sedang ke kamar mandi untuk mengganti kompresan Elvin.
Belum juga Elvin sadar ada adiknya di sana, Andromeda sudah berlari meninggalkannya untuk memanggil Theodore. Elvin merasa kepalanya masih terasa sakit, bocah cilik itu memegangi kepalanya yang pusing, sambil memeriksa anggota tubuhnya yang lain.
Elvin bisa melihat banyak luka memar yang bertengger di tubuhnya, perlahan Elvin mengingat apa yang terjadi kepadanya setelah melihat luka-luka yang ada di tubuhnya. Saat Elvin masih larut dalam pikirannya, derap langkah kaki kedua adiknya saling menyahut dari luar.
"Kakak!" teriak Theodore dari depan pintu kamar Elvin, yang membuat Elvin melonjak kaget mendengar dirinya yang dipanggil. "Kenapa hmm?" tanya Elvin sambil menyunggingkan senyumnya ke arah kedua adiknya itu.
Elvin tidak tau apa yang terjadi padanya setelah dirinya kehilangan kesadaran, apalagi sewaktu ia bangun sudah berada di kamar seperti sekarang, kemungkinan besar kedua adiknya lah yang membawanya pulang.
"Aku takut Kakak tidak bangun lagi," ucap Theodore sambil meneteskan kembali air matanya. Elvin segera memeluk adiknya itu dan menenangkannya, Elvin tau pasti adik-adiknya sangat kaget saat melihat dirinya tidak sadar.
"Kakak tidak apa-apa." Elvin menepuk kepala Andromeda pelan saat melihat gadis kecil itu berdiri di dekatnya dengan mata yang berkaca-kaca. "Kakak serius?" tanya Theodore menatap Elvin dengan mata bengkaknya dan ingus yang keluar dari hidung merahnya.
"Tentu saja." Elvin membersihkan air mata adiknya itu. Mereka pun duduk di atas kasur Elvin dan memastikan keadaan Elvin sudah baik-baik saja. "Ohh iya, Kakak ingin bertanya. Siapa yang membawa Kakak ke rumah?" tanya Elvin dengan lembut kepada kedua adiknya yang masih khawatir itu.
"Theo dan aku," jawab Andromeda sambil menunjuk ke arah Theodore, lalu menunjuk dieinya sendiri sebagai jawaban untuk pertanyaan Elvin. "Kalian berdua?" Elvin sudah menyangka, tapi tetap saja ia tidak habis pikir adiknya bisa membawanya pulang sendirian.
Melihat bahwa kedua adiknya itu menganggukkan kepalanya dengan lucu, Elvin mau tidak mau mempercayai bahwa merekalah yang membawanya pulang. "Apa kalian melihat ransel Kakak?" Elvin ingat dengan ranselnya, semua herbanya ada di sana, semoga saja bandit sialan itu tidak mengambilnya.
Tanpa mengatakan apapun, Theodore turun dari kasur Elvin dan keluar dari kamar itu. Bingung, Elvin menoleh pada Andromeda bertanya pada gadis kecil itu, namun Andromeda mengangkat bahunya tidak tau pada Elvin.
Tak lama kemudian, Theodore kembali ke kamar Elvin dengan membanwa tas kakaknya itu. "Maaf, Kakak." Theodore meminta maaf pada Elvin sambil memberikan tas ransel itu pada kakaknya. Elvin mengambil tas ranselnya yang sudah sobek di banyak tempat dengan tak menyisakan apapun di dalamnya.
Tanpa sadar Elvin menghembuskan napasnya lelah, melihat keadaan ranselnya yang sudah rusak parah. Sepertinya Elvin harus menggunakan uang simpanannya untuk makan besok dan membeli ransel baru.
"Mereka mengambil seluruh herba yang kita kumpulkan, Kakak." Theodore berkata sambil menundukkan kepalanya, takut kakaknya akan memarahinya karena telah membuat masalah. Namun, tidak seperti yang dipikirkan Theodore, Elvin mengelus pelan pucuk kepala anak itu dengan lembut.
"Tak apa, besok Kakak akan mengumpulkan herba baru. Baiklah, ayo kita istirahat," ucap Elvin mengajak kedua adiknya itu untuk tidur dan beristirahat, sepertinya besok akan menjadi hari yang cukup berat untuknya.
Theodore dan Andromeda memilih untuk tidur di sana bersama dengan Elvin dengan dalih untuk menjaga kakaknya itu. Elvin pun menyetujuinya dengan dibarengi kekehan geli melihat kelakuan adik-adiknya itu.
Bulan telah menggantung tinggi di atas langit, namun Elvin tidak bisa kembali jatuh terlelap. Pikirannya mengembara kembali ke kejadian tadi siang, dirinya sungguh tidak berdaya melawan para bandit sialan itu, untungnya ia tidak melihat Theo dan Andromeda terluka.
Elvin berpikir, ia harus terus memperdalam kekuatan sihirnya untuk bisa menjaga kedua adiknya, ia tidak ingin kejadian seperti ini terjadi lagi. Sepertinya, Elvin saat ini harus mencari aman dan bertanya pada Tuan Hanzel tentang tempat lain untuk mengumpulkan tanaman herba.
Mau tak mau, Elvin harus menghindari kehadiran bandit-bandit itu, jika ingin mengumpulkan herba dengan tenang. Elvin membutuhkan banyak herba saat ini, mengingat bahwa hari ini ia tidak mendapatkan pendapatan apapun.
. . .
Sebelum kedua adiknya bangun, Elvin pergi keluar untuk memulai aktivitasnya. Keadaan saat ini tidak memungkinkan dirinya untuk membawa kedua sdiknya berpergian bersamanya.
Sebelum pergi mengumpulkan herba, Elvin memilih pergi ke kota untuk menemui bossnya yaitu, Tuan Hanzel. Elvin ingin bertanya tempat yang mempunyai jumlah herba yang banyak selain Hutan Sihir.
Sesampainya Elvin di tempat Alkimia dan Ramuan, tempat itu masih sepi tidak ramai seperti biasanya. Elvin pun memutuskan untuk masuk dan segera mencari Tuan Hanzel. "Elvin?" panggil seseorang dari sudut ruangan pada Elvin.
Elvin memolehkan kepadanya ke kanan dan ke kiri sebelun menemukan sosok yang memanggilnya dari sudut ruangan itu. Ternyata yang memanggilnya adalah Tuan Hanzel yang sedang meletakkan ramuan di rak.
"Selamat pagi, Tuan Hanzel." Elvin tidak luoa untuk menyapa bossnya itu terlebih dahulu. Hanzel turun dari tangga pendek yang menbantunya meletakkan ramuan di rak atas dan menghampiri Elvin.
"Selamat pagi. Apakah kau ingin menjual herbamu? Ku lihat kemarin kau tidak menjualnya." Hanzel berkata saat menyadari bahwa kemarin anak kecil itu tidak ke tokonya untuk menjual herba.
"Maafkan aku, Tuan Hanzel. Kemarin herbaku diambil oleh bandit, jadi aku tidak bisa menjual mereka padamu," jelas Elvin dengan menyesal kepada, Hanzel. Pasalnya, Hanzel menerima Elvin dengan syarat bocah cilik itu tidak boleh menjual herbanya ke toko lain.