"Aku udah nggak kuat lari lagi," ucap Anes dengan nafas terengah-engah sambil melepaskan genggaman tangan Deska dan berjongkok.
"Kita nggak punya waktu buat istirahat, ayo. Kamu pasti bisa!" Deska berucap berusaha meyakinkan Anes agar berlari sedikit lagi agar segera sampai di depan kota.
"T-tapi," Anes berucap dan alisnya bertaut sambil menatap Deska yang berdiri di depannya.
"Sekarang naik ke punggung aku," Deska langsung berjongkok di depan Anes agar mereka berdua segera meninggalkan tempat itu sebelum Andri dan kedua anak buahnya mengetahui mereka masih berada di sekitar kota itu.
Awalnya Anes sempat menolak naik ke atas punggung Deska, tapi Deska terus menerus memaksanya untuk segara naik dan pergi dari tempat itu. Pada akhirnya Anes menuruti perintah Deska dan mereka sampai di mobil Jeep milik Deska.
"Aku harus menghubungi keluargaku," Anes berucap ketika sudah duduk di dalam mobil sambil membuka isi tasnya dan ngambil ponsel miliknya, namun sangat di sayangkan ponselnya telah kehabisan baterai setelah beberapa hari tidak mengisi daya.
Mobil Deska sudah berhasil keluar dari kota itu namun sangat di sayangkan di tengah perjalanan mereka berdua bertemu kembali dengan Andri yang mengendarai mobilnya seorang diri sedang mencari Anes.
"Anes!" teriakan Andri ketika melihat Anes sedang duduk di dalam mobil.
"Hah!?" Anes sangat terkejut dengan suara yang tidak asing di telinganya.
"Gawat," Deska berucap sambil menaikkan laju kecepatan mobilnya agar tidak bisa di kejar oleh Andri.
Sepertinya kali ini Tuhan tidak berpihak kepada mereka, Andri membawa senjata api yang langsung menembakkannya ke arah mobil Deska. Anes berteriak ketakutan ketika peluru itu mulai merusak beberapa bagian mobil Deska.
"Kalau begini terus nyawanya bakalan terancam," batin Deska sambil menoleh ke arah Anes yang sedang menangis sambil menutupi kedua telinga dengan telapak tangannya.
"Aku perlu bantuanmu," ucap Deska dengan raut wajah serius dengan tatapan yang terus kedepan.
"Apa yang bisa aku lakukan?" Anes bertanya sambil menoleh ke arah Deska dengan tersedu-sedu.
"Ambil ini," balas Deska sambil mengeluarkan senjata api dari balik jaketnya.
Anes sangat terkejut ketika melihat benda itu ada di depan matanya, dia menolak keras untuk memegangnya apa lagi menggunakannya, karena sebelumnya memang tidak pernah sama sekali. Namun lagi-lagi Deska terus meyakinkannya.
"Dengar aku, kita nggak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Kalau kamu nggak melakukannya sekarang hidup aku maupun hidupmu bakalan terancam, sekarang semuanya tergantung keputusanmu. Kalau mau berakhir disini kita ngga perlu repot-repot main kejar-kejaran, tapi kalau kamu sayang hidupmu maka lakukan sekarang," Deska berucap sambil menyetir dengan raut wajah serius dan keringat yang terus mengalir.
Untuk beberapa saat Anes mematung sambil menatap senjata api yang berada di tangannya, namun dia langsung membulatkan tekad untuk melakukannya sekarang. Dia harus menghargai usaha Deska yang telah mati-matian menolongnya sampai sejauh ini, kalau bukan Deska tidak ada orang yang akan menolongnya.
"Baiklah, aku mengerti," Anes berucap sambil mengusap air matanya dan raut wajahnya berubah menjadi serius.
Deska langsung memberikan arahan bagian mana saja yang harus dia tembak dengan senjata api di tangannya, tapi Anes masih terlalu takut untuk mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil, sebab tidak ada habisnya peluru Andri terus menembaki mobil Deska sampai kaca spionnya hancur sebelah.
"Hitungan ke tiga kamu langsung tembak ketika ada celah," Deska berucap sambil menoleh ke arah Anes yang sudah bersiap.
Andri berhenti menembaki mobil Deska, di saat itu lah Anes mengeluarkan tangannya dan berusaha menembak bagian depan ban mobil Andri. Karena tangannya terus gemetar dan dia juga masih takut, tembakannya terus meleset.
Deska menyuruhnya untuk tenang dan tarik nafas, lalu fokuskan pikiran pada titik yang akan dia tembak. Setelah mendengarkan ucapan Deska, Anes langsung menembak diiringi dengan teriakan yang cukup keras.
"Aaaa!" Anes berteriak bersamaan dengan bunyi senjata api yang cukup keras dan berhasil mengenai bagian ban depan mobil milik Andri.
Mobil Andri kehilangan keseimbangan ketika Anes berhasil menembak ban depan mobilnya, Andri langsung membanting setir mobil ke arah kanan dan menabrak sebuah pohon besar yang berada di sudut jalan.
"Sial!" ucap Andri sambil keluar dari mobilnya yang sudah menabrak pohon.
"Kita berhasil!" Deska berucap sambil tertawa ketika melihat Andri tidak lagi mengejar mereka berdua.
"Ah, aku takut banget," ucap Anes sambil menyandarkan punggungnya di kursi.
"Kamu hebat," Deska tersenyum sambil menoleh ke arah Anes.
***
Sementara itu di rumah Anes suasananya masih genting, mereka tidak bisa menemui keberadaan Anes. Bahkan polisi pun tidak menemukan titik terang soal lokasi Anes saat ini.
"Bagaimana ini Dew, adikmu belum di temukan sampai sekarang," ucap Ibu sambil berdiri di depannya pintu dengan raut wajah khawatir.
"Mungkin sebentar lagi polisi maupun pihak sekolah menemukan Anes," sahut Dewi kakak perempuan Anes.
"Sudah tiga hari loh, tiga hari mereka ngapain sih. Sampai sekarang nggak ada hasil apa-apa," ucap ibu sambil berpindah posisi menyandarkan punggungnya seraya memejamkan kedua matanya, diiringi dengan nafas yang terbuang berat.
***
Deska berhasil membawa Anes pergi cukup jauh dari kota yang di jadikan tempat mengurung Anes, Deska membawanya ke apartemen miliknya yang lokasinya cukup jauh dari tempat tersebut.
"Kamu ikut ketempat aku dulu ya, kita istirahat disana. Kalau kondisinya sudah aman baru aku antar kamu pulang," Deska berucap sambil tersenyum kepada Anes yang mulai terlihat lebih baik dari pada sebelumnya.
"Iya, terima kasih ya udah menolongku," ucap Anes yang ikut tersenyum kepada Deska, "T-tapi, kenapa kamu sampai sejauh ini nolong aku. Bahkan kita sebelumnya ngga pernah ketemu, tapi kamu berani korbankan dirimu buat orang asing sepertiku," Anes berucap sambil menoleh ke arah Deska dengan tatapan yang berubah menjadi sendu.
"Entah, hatiku tergerak untuk pertama kalinya ketika kamu meminta pertolonganku, aku pikir ngga ada salahnya menyelamatkan orang lain. Terlebih lagi sesama perempuan harus saling membantu," Deska menjawabnya sambil tersenyum dan laju kendaraannya menjadi pelan secara perlahan.
"Ha? K-kamu cewek?" sontak membuat Anes terkejut sambil menatap Deska dengan mulut terbuka, keningnya beraut penuh tanda tanya.
"Haha! Iya loh, masa nggak tau sih," Deska menjawabnya sambil tertawa melihat ekspresi Anes yang sangat terkejut.
"T-tapi aku beneran nggak tau kalau kamu itu cewek," ucapnya sambil menyandarkan punggungnya dan menumpu kepalanya dengan tangan.
"Aku cewek, namaku Deska," ucapnya sambil berhenti di salah satu gedung yang lumayan bagus.
"Aku nggak percaya ih," Anes berucap sambil keluar dari mobil Deska.
"Aku kasih bukti," Deska berucap sambil memegang tangan Anes dan menariknya masuk ke dalam gedung yang tidak lain adalah gedung apartemen dan naik ke lantai atas.
Bersambung...