Chereads / Tentang kamu / Chapter 9 - Pertaruhan Nyawa

Chapter 9 - Pertaruhan Nyawa

sesekali mereka berhenti di pedagang kaki lima sambil mencicipi beberapa makanan pedas, meskipun mereka sudah makan di apartemen beberapa menit lalu.

Suasana mulai mencair, Deska maupun Anes sudah kembali seperti biasa lagi. Mereka tertawa dan bercanda sambil mengotori muka dengan es krim.

Putri yang masih berada di sana menyaksikan moment kebersamaan yang harusnya dilakukan dengannya, bukan dengan Anes.

"Siapa sih cewek itu," guman Putri sambil mengepalkan kedua tangannya di samping badan, penglihatannya kian buram seiring air yang semakin banyak berada pada matanya, dan tidak bisa dibendung lagi ketika Putri melihat Deska yang mulai menyelipkan jari-jarinya di antara jari Anes. Putri langsung pergi meninggalkan tempat itu.

***

Dua hari berlalu sejak kejadian penculikan Anes, Polisi sudah mulai menyusuri tempat kejadian seperti apa yang dikatakan oleh Anes. Di hari yang sama Deska mengantar Anes untuk pulang ke rumahnya, karena Anes ingin segera menemui keluarganya.

"Karena perjalanan kita lumayan jauh, mungkin nanti sore baru sampai di tempatmu, Nes." Deska berucap sambil mengemas beberapa barang yang akan dibawanya ketika pergi ke tempat Anes.

"Iya, nggak apa-apa sih. Yang penting kita sampai tujuan dengan selamat," balas Anes yang sedang menunggu Deska di kursi sambil memakan cokelat.

"Yaudah, kalo gitu kita berangkat sekarang," ucap Deska ketika dia selesai mengemasi barang-barangnya dan berjalan keluar dari apartemen miliknya.

Mereka berdua keluar secara bersamaan dan berjalan sejajar, tapi lagi-lagi Putri datang ke tempat Deska berencana untuk mengajaknya pergi berkumpul bersama teman-teman yang lain, karena sudah dua minggu lebih Deska menghilang begitu saja.

"Deska!" Putri memanggil namanya dengan nada yang lumayan tinggi sambil memasang raut wajah marah kepada Deska.

Deska langsung menoleh ke samping ketika dia mendengar seseorang yang tidak asing memanggil namanya, begitu juga dengan Anes. Dia ikut menoleh.

"Ada apa," Deska berucap dengan tatapan sayu dan raut wajahnya berubah datar.

"Kamu mau kemana?" Putri bertanya sambil berjalan ke arah Deska dengan anggun memakai dress merah muda, memakai sepatu hils yang cukup tinggi, membawa tas branded berwarna senada dengan bajunya.

"Aku mau pergi ke tempat pacarku," jawab Deska, tangannya merangkul pundak Anes sambil menunjukkan senyuman manis.

"Kamu serius? Teman-teman yang lain sudah menunggu kedatangan kamu loh, sekarang kamu malah enak-enakan sama cewek kampungan ini," cetus Putri sambil melirik ke arah Anes dengan pandangan sinis.

"Apaan, sih," balas Anes sambil memutar kedua bola matanya dengan raut wajah kesal kepada Putri.

"Lagian ya, Put. Kenapa mereka mesti nyariin gue? Sedangkan mereka nggak peduli ketika kondisi gue di bawah. Lebih baik lo nggak usah ganggu gue lagi, bilang sama mereka. gue nggak butuh parasit kayak kalian semua!" tegas Deska sambil menunjuk wajah Putri dengan raut wajah serius.

"Ha? Kamu serius?" tanya Putri, alisnya bertaut penuh tanda tanya dan raut wajahnya berubah menjadi murung.

"Ya," balas Deska sambil memegang tangan Anes dan menariknya pergi meninggalkan Putri sendirian di tempat parkiran mobil.

Putri terdiam mematung ketika mendengar ucapan Deska yang seharusnya tidak diucapkan, hati Putri seperti tersayat pisau yang tajam pada saat Deska menegaskannya.

Anes juga tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi kepada Deska dan teman-teman.

Mereka berdua sudah memulai perjalanan, tapi semenjak munculnya Putri di hadapannya membuat mood Deska berantakan. Sedangkan Anes tidak tahu mesti berbuat apa, karena dia sendiri takut mengucapkan hal yang salah dan menyinggung.

"Des, kamu ngga apa-apa?" Anes bertanya sambil melirik Deska dengan tatapan mata yang sedikit berkaca-kaca.

"Hmm? Nggak apa-apa kok," balas Deska dengan nada suara pelan dengan tatapan mata lurus memperhatikan jalan yang ada di depannya.

"Nggak mau ceritain sama aku?" Anes masih berusaha untuk mendesak Deska agar dia sedikit bercerita tentang masalahnya yang sedang dia hadapi.

"Kamu mau tau?" Deska kembali bertanya sambil menoleh ke arah Anes diiringi senyum tipis di bibirnya.

"Iya," jawabnya singkat, dia memasang wajah serius bersiap mendengarkan cerita Deska. Tetapi Deska tidak sempat menceritakan tentang dirinya ketika melihat dua mobil yang menghalangi jalan.

Deska berhenti secara mendadak karena kedua mobil tersebut langsung memotong perjalanan Deska dan Anes, di jalan tol yang cukup sepi hanya ada kedua mobil tersebut.

"Des, mereka siapa?" Anes bertanya sambil memegang lengan Deska, raut wajah terlihat ketakutan yang mulai menyelimutinya.

"Aku nggak tau," balas Deska, dia menoleh ke arah Anes yang mulai ketakutan. Dia mengkhawatirkan kondisi Anes karena bisa saja membekas trauma yang dialaminya muncul kembali.

"Aku takut," Anes berucap ketika dia melihat orang-orang di mobil keluar sambil membawa senjata api yang di arahkan ke arah mobil Deska.

Sekitar lima orang berdiri di depan mobil Deska sambil memegang senjata api, dan tidak lama kemudian satu orang keluar sambil memakai kacamata hitam. Sontak terkejut Anes dan Deska ternyata yang keluar adalah Andri, Deska maupun Anes tidak mengira akan bertemu dengan Andri dan anak buahnya di jalan tol yang sepi.

"Des, gimana ini," Anes berucap dengan nada suara lirih dengan raut wajah ketakutan.

"Tenang ya," Deska masih berusaha menenangkan Anes, meski dia tahu kalau kondisi sekarang bukan saatnya untuk tenang.

Dua lawan enam, bagaimana caranya dia melahirkan diri dari situasi seperti ini. Kalau dilihat dari jumlah pastinya Deska dan Anes tidak bisa melewati mereka yang sudah menutup jalan.

"Keluar kalian!" Andri melemparkan tatapan tajam kepada Anes dan juga Deska, tubuhnya bergetar tersebab ledakan hebat dalam dada. Rahang menggembung menahan akumulasi udara yang tak terhembuskan. Tanpa sadar tangannya terkepal sempurna sambil memegang linggis bersiap memecahkan kaca mobil.

Sontak Deska langsung memeluk Anes ketika kaca mobil di pecahkan oleh Andri, kaca-kaca kecil yang terlempar mengenai wajah Deska berserta lengannya ketika dia berusaha melindungi Anes agar tidak terkena pecahan kaca.

"Anes, cepat keluar! Atau dia mati," Ancam Andri yang sudah bersiap memecahkan kaca di sebelah Deska.

Mendengar ancaman Andri, Anes melepaskan pelukan Deska. Binar dari kedua bola mata itu meredup. Satu dua tetesan bening meluruh dari kelopak matanya, helaan tertahan seperti ada yang memalang di tenggorokan.

"Jangan keluar, Nes." Deska berucap, kedua tangannya memegang wajah Anes sambil mengusap air matanya yang terus menetes.

"Maaf, aku nggak mau membahayakan keselamatan kamu," balas Anes, dia melepaskan tangan Deska dan bersiap keluar dari mobil.

Tapi Deska menarik tangan Anes dengan raut wajah memelas yang hampir menangis melepaskan kepergian Anes. Andri langsung menarik Anes keluar dari mobil. Deska ikut keluar ketika Andri mengambil Anes darinya, dengan tatapan tajam kepada Andri Deska bersiap menyerangnya.

Bersambung...