Chereads / Sunset: Every ending is a new beginning / Chapter 10 - Jangan Pergi, Ya (2)

Chapter 10 - Jangan Pergi, Ya (2)

Tepat pukul 6 sore, Brian sudah berada di depan rumah Yura. Dia melihat Yura keluar dari dalam rumahnya. Yura sangat cantik sore itu. Ia mengenakan cashmere sweater berwarna hijau dengan rok selutut bermotif bunga serta flat shoes. Gaya vintage yang selalu ia pakai itu benar-benar keren. Brian terpukau melihatnya.

Brian juga dapat mencium aroma khas dari parfum Yura. Entah merk apa yang Yura pakai. Aromanya sangat enak. Ah, sepertinya Brian harus mencari tahu untuk itu.

"Ayo," ucap Brian sambil membukakan pintu mobilnya untuk Yura. Mereka meninggalkan kawasan rumah Yura. Jalanan sedikit macet saat ini, sehingga mereka menghabiskan waktu 1,5 jam untuk sampai ke tempat tujuan.

Brian meminta maaf kepada temannya karena sedikit terlambat dan menjelaskan alasan mereka terlambat. Dan teman-temannya memaklumi itu. Lagi pula, mereka tidak marah kepada Brian karena mereka juga baru sampai.

Brian dan teman-temannya menemui sang tuan rumah. Mereka memberikan salam dan berbincang sebentar. Tak lama, primadona di acara ini—yang sedang berulang tahun—menghampiri mereka. Dia adalah Jessica. Jessica juga merupakan salah satu penggemar The Clouds. Itulah alasannya The Clouds diundang di sini.

"Halo, kak Jessica. Selamat ulang tahun." Mereka memberikan ucapan selamat kepada Jessica. Jessica memang lebih tua dari mereka.

"Makasih, ya. Aku senang banget kalian datang kesini. Aku penggemar kalian." Jessica berbicara dengan sangat lembut. Dia juga seorang wanita yang elegan. Di wajahnya terdapat kegembiraan yang tak terhingga. Mungkin karena hari ini adalah hari spesialnya dan juga dia bisa bertemu dengan idolanya.

Jessica terus berbicara bagaimana awalnya dia sangat menyukai The Clouds. Dia menyukai The Clouds sekitar 4 bulan yang lalu. Saat itu ia sedang berada di cafe untuk menghilangkan lelah karena tugas kuliahnya. Saat sedang meminum teh hijaunya, sebuah band menampilkan bakat mereka di sana. Jessica belum pernah mendengar lagu yang mereka bawakan. Jadi, ia menyimpulkan mungkin lagu ini adalah ciptaan band itu sendiri.

Dia sangat menyukai lagunya. Baik itu lirik ataupun nadanya. Bassist dan gitarisnya juga merangkap sebagai vokalis. Suara mereka sangat candu. Yang satu memiliki suara lembut, yang satunya memiliki suara yang garang. Dan sejak saat itulah ia mencari tahu tentang band itu. Jessica bertanya kepada salah seorang pelayan, "Siapa mereka?"

Dan pelayan pun menjawab, "Mereka The Clouds. Sekarang lagi populer di kalangan remaja."

Jessica sangat antusias setelah mengetahui nama band tersebut. Ia memberitahu teman-temannya bahwa ia sangat menyukai The Clouds. Dan beberapa temannya juga mengetahui tentang The Clouds, bahkan menjadi penggemarnya juga.

"Untuk dengar lagu mereka, kamu bisa cari di aplikasi musik online. Bagus-bagus banget pokoknya." Salah seorang temannya memberi tahu Jessica dengan sangat antusias. Dan Jessica pun tak kalah antusiasnya. Jessica sangat menyukai musik, jadi tidak heran jika dia seperti ini.

"Acaranya udah mau dimulai tuh," ucap Jessica suara MC yang memberikan salam.

Menurut Brian, acara ulang tahun ini terlihat sangat berbeda. Konsep elegan sangat terasa di sini. Orang-orang berkelas memang beda menurutnya. Brian dapat memastikan bahwa para tamu di sini juga merupakan orang kalangan atas. Walaupun mereka semua masih mahasiswa.

Brian masih melamun hingga saat dia sadar, orang-orang sedang menyanyikan lagu selamat ulang tahun dengan Jessica yang menjadi pusat perhatian. Jessica berada di depan kue ulang tahun dan ikut bernyanyi. Setelah acara tiup lilin dan potong kue selesai, sekarang saatnya The Clouds untuk tampil.

"Ok, seperti yang sudah dijanjikan. Hari ini kita kedatangan guest star yang sedang digandrungi para remaja. Kalian tau siapa?" MC memperhatikan setiap tamu. " Iya. Mereka adalah The Clouds." Saat nama The Clouds disebut, terdapat pekikan dari beberapa tamu. Dapat dipastikan mereka adalah penggemar The Clouds. Sebagian tamu ini ada yang mengetahui The Clouds dan ada yang tidak mengetahuinya juga.

"Kalian tau kan? Ah pasti pada tau dong. Hm ... lebih baik kita jangan membuang waktu lebih banyak lagi. Inilah dia, The Clouds." Para tamu di sana memberikan tepuk tangan yang sangat meriah.

Member The Clouds memasuki panggung. Mereka langsung mengambil posisi masing-masing. "Selamat malam, semuanya. Pertama sekali, kami mengucapkan selamat ulang tahun yang ke-20 kepada kak Jessica. Semoga selalu sehat, bahagia, dan dalam lindungan Yang Maha Kuasa. Mungkin ada yang belum tau kami ini siapa. Kami The Clouds, sebuah band yang berasal dari SMA Lavender. Kami akan mempersembahkan lagu spesial kepada kak Jessica di hari spesialnya ini."

Gitar Brian mulai mengeluarkan nada-nada intro yang disambut dengan dentuman drum. Lalu diikuti bass dan keybord. Suara Gilang—bassist The Clouds—yang lembut mulai terdengar. Orang-orang ikut menyanyi di sana. Dan suara garang Brian membuat beberapa cewek memekik. Mereka terpesona.

Lagu yang mereka bawakan ini adalah tentang bagaimana orang-orang menyayangimu. Baik itu keluarga, sahabat, ataupun pasangan. Beberapa liriknya juga berisi rasa syukur terhadap kebahagiaan yang diperoleh. Pencipta lagu ini adalah The Clouds sendiri. Dan tanpa terasa, lagu ini sudah selesai mereka nyanyikan.

"Itu adalah lagu pertama yang kita tampilkan di sini. Nah, kak Jessica boleh request untuk lagu yang kedua. Privilege orang yang sedang berulang tahun." Brian tersenyum dengan menawan. Mereka yang menjadi tamu undangan di sini sudah pasti lebih tua dibanding Brian. Tetapi para cewek yang ada di sini seperti tidak memandang adanya batasan usia saat memandang wajah-wajah member The Clouds dengan ekspresi terpesona.

"Boleh mainkan lagu My ex?" Jessica mengangkat tangannya sambil tersenyum.

Ah lagu ini. Ini adalah lagu tentang seseorang yang masih sangat mencintai mantan pacarnya. Mengingat semua momen bahagia saat mereka bersama, dan sangat ingin kembali lagi ke masa itu. Dilihat dari lagu yang diminta Jessica untuk mereka nyanyikan, bisa terlihat jelas bahwa lagu ini menggambarkan posisi Jessica saat ini. Brian hanya bisa tersenyum dan mengangguk.

Kali ini, bukan nada ceria seperti lagu pertama tadi yang dimainkan. Melainkan nada yang sangat lembut. Lirik lagunya juga sangat manis. Mereka yang belum bisa move on dengan mantan pacar bisa menangis tersedu-sedu. Mungkin.

"Penampilan kami usai sampai di sini. Sekali lagi, selamat ulang tahun untuk kak Jessica dan terima kasih telah mengundang kami kesini. Terima kasih telah mendengarkan lagu kami dan bernyanyi bersama kami. Kami mohon maaf jika ada kesalahan. Terima kasih semuanya." Cara Brian berbicara barusan terdengar seperti orang yang sedang berpidato. Hampir saja Reza tertawa. Tapi ya memang seperti ini tata krama.

Pukul 9 malam, mereka memutuskan untuk pulang. Brian menghampiri Yura yang terus berdiam diri di kursi paling belakang. Dari panggung tadi, Brian dapat melihat Yura dari sana. Ia melihat Yura terus tersenyum kepadanya. Itulah sebabnya Brian juga lebih bersemangat.

"Bosen nggak?" Di dalam mobil, Brian memutar lagu kesukaan Yura. Dia bertanya dengan suara yang lembut kepada Yura.

"Engga kok. Aku suka di sana. Kalian keren." Yura selalu mengucapkan kata-kata itu setiap kali Brian dan teman-temannya selesai tampil.

Setelah itu tidak ada obrolan apapun. Brian fokus menyetir. Dan saat ia menoleh, Yura sudah terlelap dalam tidurnya. Menurut Brian, wajah Yura seperti malaikat saat sedang tertidur. Walaupun Brian sendiri belum tahu seperti apa wujud malaikat itu. Wajah Yura yang tenang membuat hati Brian menghangat.

Wajah Brian berubah menjadi sendu. Ia sedang memikirkan sesuatu yang entah apa itu. Tiba-tiba saja, dia tidak ingin waktu cepat berlalu dan berdoa semoga waktu berhenti saja saat ini. Karena semakin kita melangkah ke masa depan, semakin dekat jarak kita kepada perpisahan dengan orang yang kita sayangi. Dan kematian termasuk salah satu perpisahan yang paling mengerikan dan juga menyedihkan.

Dia ingin terus seperti sekarang ini. Bersama kak Felix, papanya—walaupun tidak bisa bertemu setiap saat— dan juga Yura. Sudah cukup dia kehilangan mamanya waktu itu. Pegangannya pada setir mobil semakin erat seolah ia sedang menekan perasaannya. Menekan ketakutannya. Dan setetes air mata lolos begitu saja dari matanya tanpa ia sadari. Dan saat menyadarinya, Brian menjadi bingung kenapa dia menangis.

Brian menoleh ke arah Yura lagi, ia mengelus pucuk kepala Yura sambil berbisik pelan, "Jangan pergi, ya. Jangan pernah."