Bel berbunyi pukul 8 pagi. Ada sekitar 7 orang murid yang terlambat di depan pagar sekolah. Di sana ada guru yang mengawasi para murid yang terlambat tersebut. Guru itu menatap anak didiknya dengan tatapan bosan dan lelah. Karena mereka yang terlambat ini, orangnya itu-itu saja.
"Kalian kenapa selalu terlambat? Saya sudah bosan yang dilihat muka-muka kalian saja. Apa kalian tidak bosan juga melihat muka saya terus setiap pagi?" Guru tersebut memijat kepalanya.
Karena terlambat, pastinya mereka akan diberikan hukuman. "Saya bingung mau kasih kalian hukuman apa lagi. Lari keliling lapangan, sudah. Berdiri di sini selama 15 menit, sudah. Menulis kalimat 'SAYA TIDAK AKAN TERLAMBAT LAGI' sudah. Apa lagi?" Beliau memperhatikan wajah-wajah para muridnya. Dan mereka semua terus menunduk.
"Sudahlah begini saja. Hari ini tidak ada hukuman apapun untuk kalian. Kalian boleh langsung masuk." Setelah guru tersebut mengatakan itu, mereka mengangkat wajah dengan terkejut, saling pandang, dan mengumbar senyuman mereka. "Eiitts, tapi kalau besok kalian terlambat lagi, saya telepon orang tua kalian."
Senyum mereka memudar seketika karena terkejut. Tetapi, sesaat setelahnya senyuman itu muncul kembali. Mereka mengucapkan, "Terima kasih, Bu. Terima kasih, Bu," berkali-kali sambil membungkuk.
Dan saat mereka baru melewati gerbang sekolah, terdengar suara pengumuman dari pengeras suara yang membuat mereka berlari secepat mungkin.
"Selamat pagi, semuanya. Diharapkan seluruh siswa dan siswi berkumpul di lapangan. Sekali lagi, diharapkan seluruh siswa dan siswi berkumpul di lapangan. Terima kasih."
Tak lama setelah pengumuman tersebut, seluruh siswa dan siswi SMA Lavender sudah berkumpul di lapangan sekolah. Seorang ketua OSIS berada di podium.
"Selamat pagi, teman-teman." Ketua OSIS tersebut memberi jeda sebentar untuk teman-temannya menjawab salamnya. Setelah salamnya dijawab, ia melanjutkan.
"Saya berdiri di sini untuk menyampaikan hasil rapat kemarin. Jadi, di bulan Maret kita akan mengadakan pentas seni yang selalu kita laksanakan setiap tahunnya. Di pentas seni ini, kalian dapat menunjukkan bakat yang teman-teman sekalian miliki. Jika ada yang ingin memberikan penampilan di pentas seni nanti, kalian bisa mengajukan kepada ketua kelas masing-masing. Dan para ketua kelas akan mengajukannya kepada saya. Saya sangat berharap banyak dari teman-teman yang berpartisipasi di sini. Karena acara ini hanya diadakan setahun sekali." Ketua OSIS memperhatikan setiap teman-temannya setelah berbicara panjang lebar, "Apakah ada pertanyaan?"
Selalu seperti ini, tidak ada yang bertanya sedikitpun. Entah itu karena mereka paham atas apa yang disampaikan sang ketua OSIS, atau malah tidak tahu apa yang harus ditanyakan. "Jika memang tidak ada pertanyaan, maka saya akhiri sampai di sini. Terima kasih dan selamat pagi."
Setelah itu, seluruh siswa dan siswi kembali ke kelasnya masing-masing.
*
—Di kelas 12 IPA 2—
"Selamat pagi. Ini adalah nilai hasil ulangan fisika kalian minggu lalu. Saya sangat senang ternyata nilai kalian bagus-bagus walaupun ulangannya mendadak. Seperti yang saya katakan, jika nilai kalian tinggi, maka tidak akan ada pengulangan pelajaran di bab ini dan kita akan langsung mempelajari bab berikutnya. Saat bab terakhir sudah selesai kita pelajari, maka kita akan ulangan dan pelajaran kita selesai sampai disitu." Guru tersebut memperhatikan setiap muridnya. "Saya juga akan memberikan soal-soal untuk kalian pelajari supaya memudahkan saat ujian akhir nanti. Ok, yang saya panggil namanya, ambil lembar jawaban kalian ya."
Guru tersebut mulai menyebutkan satu persatu nama muridnya dan mereka mengambil lembar jawaban yang terdapat nilai hasil ulangan kemarin. Wajah mereka tidak ada yang sedih karena nilai mereka memang bagus-bagus.
"Siswa dengan nilai tertinggi di ulangan kali ini adalah Tomi, dengan nilai 100. Berikan tepuk tangan." Seluruh murid memberikan tepuk tangan kepada Tomi yang saat ini juga sedang ikutan tepuk tangan sambil senyum-senyum sendiri. Sudah dipastikan dia sangat bahagia.
"Untuk nilai terendah sendiri sebenarnya tidak buruk. Karena nilai terendah yaitu 82. Jadi tetap berikan tepuk tangan untuk kalian semua." Kali ini tepuk tangannya lebih heboh. Bukan apa-apa, hanya saja jika sudah menyangkut diri sendiri, mereka akan lebih antusias lagi. Self-love 'lah.
Mikha menatap lembar jawabannya dengan senyum yang merekah. Dia mendapatkan nilai 95 di ulangan ini. Nilai itu sudah sangat tinggi sebenarnya. Dan untuk soal nomor 5 yang dia sangat kesulitan mengerjakannya, tetap mendapatkan poin walaupun tidak sempurna. Dan itu sangat cukup untuk dirinya sendiri. Mikha menyimpan kertas tersebut di dalam tasnya dan mulai memperhatikan guru fisika yang sedang memberikan penjelasan tentang materi di bab yang mereka pelajari saat ini.
*
Di jam istirahat, Brian dan Yura berada di rooftop lagi. Sepertinya tempat ini juga sudah menjadi tempat Brian untuk menghabiskan waktu istirahatnya. Brian bercerita tentang ini dan itu kepada Yura. Dan Yura akan menanggapinya dengan, "Oh ya?" atau "Wah" sambil tersenyum dengan sangat manis.
"Kamu nanti mau ikutan tampil di pensi? Main piano atau biola gitu?" Tanya Brian kepada Yura. Dia memperhatikan setiap daerah wajah Yura. Mulai dari mata cerahnya, hidungnya yang kecil tetapi mancung, dan bibir tipisnya. Sepertinya Tuhan benar-benar sedang bahagia saat menciptakan Yura, pikir Brian.
"Engga. Aku lihatin kamu aja nanti." Ucap Yura dengan suaranya yang pelan.
Yura memang pandai memainkan piano ataupun biola. Katanya, ia belajar piano dari mamanya sejak kecil dan belajar biola dari tantenya sejak mereka tinggal bersama. Dan Yura memainkan kedua alat musik tersebut dengan sangat baik.
Tetapi dibanding biola, Yura lebih suka bermain piano. Für Elise karya Ludwig Van Beethoven yang diciptakan pada tahun 1810 itu adalah musik favoritnya.
Kalimat yang diucapkan Yura barusan berhasil membuat Brian senyum-senyum sendiri. Dan waktu istirahat itu mereka habiskan untuk menikmati semilir angin di sana.