Chereads / Sunset: Every ending is a new beginning / Chapter 13 - Lihatlah Aku, Walaupun Hanya Sekali (1)

Chapter 13 - Lihatlah Aku, Walaupun Hanya Sekali (1)

26 Februari 2019

Sudah hampir 1 bulan berlalu, dan Mikha tidak pernah sekalipun berpaling dari pelajarannya. Hari-harinya ia habiskan hanya untuk belajar, belajar, dan belajar. Tidak ada yang lebih penting dari itu menurutnya. Dia harus bisa mendapatkan nilai tertinggi dan sempurna di Ujian Nasional dan Ujian Akhir nanti. Mikha juga harus bisa diterima di universitas impiannya—lebih tepatnya mamanya.

Mikha akan terus berada di kelas bahkan saat jam istirahat. Ia akan memakan rotinya dan meminum air mineral di dalam kelas saat jam istirahat sambil terus belajar. Untuk orang-orang yang seperti Mikha ini, bukannya tidak ada. Malah sangat banyak.

Saat teman-temannya mengajak Mikha untuk nonton bioskop, jalan-jalan di mall atau yang lainnya, Mikha selalu menolak. Ia akan mengatakan," Aku harus belajar," dengan wajah sedih. Teman-temannya juga ikutan bersedih terhadap Mikha. Teman-temannya tidak bisa membayangkan jika hal tersebut terjadi kepada mereka. Hanya berada di kelas, ruang bimbel, dan kamar hanya untuk belajar dan belajar. Apa yang lebih mengerikan daripada itu? Pikir mereka.

Belajar memanglah kewajiban. Tetapi jika hanya belajar tanpa adanya waktu untuk sekedar refreshing, bukankah akan menyebabkan stres? Apalagi jika belajar karena adanya tekanan.

Seperti saat ini, Mikha berada di kelasnya di jam istirahat. Ia sedang membaca buku kimianya dan mempelajarinya. Ada beberapa hal yang tidak dimengerti Mikha, tetapi ia akan mengatasinya dengan cepat, seperti bertanya kepada guru mata pelajarannya.

Jika boleh jujur, kimia adalah pelajaran yang paling sulit untuk dipahami Mikha dibanding pelajaran yang lainnya. Dia akan merasa sangat pusing melihat soal-soal kimia yang sangat sulit menurutnya. Tetapi hal itu tidak akan menyurutkan minat belajarnya. Justru karena dia kesulitan itulah dia harus belajar lebih giat lagi hingga mampu menguasainya.

Tiba-tiba Mikha sangat ingin buang air kecil. Ia menutup bukunya dan dengan cepat berlari ke toilet. Setelah selesai buang air kecil, ia mencuci tangan dan keluar dari toilet. Saat berjalan menuju kelasnya, Mikha melihat Brian. Hatinya yang lelah kini sedikit bersemangat, sebuah senyuman pun terukir di wajah cantiknya. Memang, saat melihat orang yang kita sukai, apapun kesedihan dan kelelahan yang kita rasakan saat ini akan tergantikan dengan perasaan bahagia.

Mikha berjalan menghampiri Brian yang berdiri di koridor sambil memainkan handphonenya. Brian memiliki postur tubuh yang sangat bagus. Bahkan bayangannya saja terlihat sangat tampan. Wajahnya yang menatap layar handphone terlihat serius. Entah apa yang sedang dilihatnya saat ini.

"Hai, Brian." Saat Mikha menyapanya, Brian mengalihkan pandangannya dari handphone ke Mikha. Dia menatapnya sebentar kemudian tersenyum ramah.

"Hai," jawab Brian singkat. Sesaat kemudian, Brian melanjutkan. "Kamu lagi sakit, ya? Kok pucat gitu?"

"Engga kok, aku sehat-sehat aja."

Setelah itu Brian hanya menganggukkan kepalanya. Wajah Mikha saat ini memang sangat pucat, seperti tidak ada aliran darah di dalam tubuhnya itu. Melihat Brian yang dengan perhatian menanyakan keadaannya, Mikha merasa sangat bahagia. Seperti ada sesuatu yang sedang bergejolak di dalam tubuhnya.

Saat itu pula, Brian tiba-tiba mengalihkan pandangannya ke arah yang berlawanan dan senyuman yang lebih bahagia lagi terukir di wajahnya. "Yura, kamu dari mana?"

Terdapat sebuah emosi di dalam hati Mikha yang tidak dapat dijelaskan saat mendengar nada lembut Brian yang ditujukan kepada Yura. Mikha mengepalkan tangannya dengan sangat kuat hingga membuat telapak tangannya memutih. Mikha berusaha menekan emosinya.

Kenapa selalu Yura? Mikha tahu bahwa Yura adalah pacar Brian dan sudah pasti Brian akan lebih perhatian kepada Yura. Tetapi, kenapa sampai saat ini ...? Tidakkah Brian memahami apa yang dirasakan Mikha? Tidak bisakah sekali saja Brian melihat Mikha? Mikha sangat menunggu hari dimana cintanya terhadap Brian terbalaskan. Tetapi sekarang, dia harus menekan perasaannya hanya demi Brian. Untuk membuat Brian bahagia. Apakah cinta seperti ini? Bukankah seharusnya kisah cinta remaja tidak serumit ini? Bukankah seharusnya di kisah cinta remaja, mereka hanya perlu memikirkan perasaan diri sendiri. Tapi sekarang Mikha tidak bisa, dia harus lebih memikirkan tentang Brian. Walaupun bahagianya Brian tidak terhadap Mikha, melainkan Yura.

Mikha selalu berpikir, apa yang tidak dimiliki Mikha tetapi dimiliki Yura? Bukankah Mikha lebih pintar dibandingkan Yura? Bukankah Mikha lebih cantik dibandingkan Yura? Bukankah Mikha lebih ramah dibandingkan Yura yang dingin itu? Bukankah rasa cinta Mikha lebih besar dibandingkan Yura? Kenapa selalu Yura? Mikha kapan? Kapan?

Awalnya Mikha tidak mempercayai dengan cinta pada pandangan pertama. Tetapi, dia mengalaminya dan akhirnya membuatnya percaya. Saat itu, di hari penerimaan siswa, di awal tahun pelajaran baru, Mikha melihat Brian. Wajah tampan Brian membuatnya sangat mengagumi ciptaan Tuhan. Mikha selalu mengingat wajah cowok yang disukainya pada pandangan pertamanya tersebut di dalam pikiran dan hatinya.

Bahkan saat Brian dijauhi semua orang, Mikha tetap menyukai Brian. Tetapi Mikha tidak berani menyatakan perasaannya secara terang-terangan kepada Brian ataupun bahkan kepada sahabatnya. Mikha sangat takut jika dia juga harus menerima kebencian yang diterima Brian. Hidupnya sangat berharga dibandingkan perasaannya. Mikha tetap menyimpan perasaannya di dalam hatinya.

Disaat Yura datang, semuanya juga berubah menjadi sangat menyedihkan bagi Mikha. Sebelum Mikha mampu menyampaikan perasaannya, Brian malah berpacaran dengan Yura. Padahal, Mikha 'lah yang lebih dulu menyukai Brian. Mikha 'lah yang lebih dulu mencari tahu dan mengetahui apa yang disukai Brian. Setelah tidak lama kemudian, semua orang menerima Brian karena Yura. Mikha juga sangat merasa berterima kasih kepada Yura karena berhasil membuat semua orang menerima Brian. Dia turut bahagia untuk itu.

Hanya saja, jika dulu Mikha mengakui perasaannya tanpa memikirkan orang lain, apakah semua keadaan ini akan berubah? Apakah saat ini Mikha yang menjadi pacar Brian? Apakah Mikha tidak akan semenyedihkan ini?

Mikha buru-buru menghapus air matanya yang hampir menetes. Ia tersenyum miris saat mengingat betapa menyedihkannya dirinya ini. Tiba-tiba saja, Mikha teringat bahwa ia masih harus belajar. Jadi, ia memutuskan untuk kembali ke kelasnya. Sampai detik ini pula, Mikha masih berharap Brian akan melihat betapa Mikha sangat menyukai bahkan mencintainya.

Saat tiba di dalam kelas, bel tanda usainya jam istirahat berbunyi. Mikha langsung membuka buku pelajarannya sembari menunggu guru mereka datang. Dia tidak berhenti menatap bukunya tersebut hingga saat gurunya sudah berada di dalam kelas.

"Siang, semuanya. Kumpulkan buku PR kalian sekarang. Lalu kita akan memulai pelajaran." Ucap guru kimia tersebut dengan singkat. Guru ini memang orang yang tidak suka berbasa-basi. Beliau adalah orang yang berterus terang.

Saat semua murid sudah mengumpulkan buku PR-nya, mereka pun memulai pelajaran. Hanya ada keseriusan di dalam kelas tersebut.

"Kita akan membahas soal nomor 1 sampai 3 ini bersama-sama. Tetapi sebelum itu, Ibu meminta agar Mikha, Tomi, dan Raina maju ke depan untuk menjawab soal-soal ini. Mikha nomor 1, Raina nomor 2, dan Tomi nomor 3." Setelah guru selesai mengucapkan kalimatnya, ketiga murid tersebut maju ke depan dan mulai menjawab soal yang sudah ditentukan.

Awalnya semua berlangsung biasa saja, hingga akhirnya suara pekikan disertai suara orang yang terjatuh terdengar. Semua orang di dalam kelas langsung panik melihat Mikha yang tiba-tiba saja pingsan. Suara pekikan itu berasal dari Raina sebelum Mikha terjatuh.

"Cepat bawa dia ke UKS." Kata guru tersebut. Lalu, Mikha diangkat oleh Tomi serta diikuti 1 orang teman perempuannya.

"Ya ampun Mikha pucat banget."

"Mikha sakit ya?"

"Semoga dia gapapa, ya"

Begitulah ucapan para murid di dalam kelas 12 IPA 1 tersebut. Guru kimia mereka menyuruh para murid untuk duduk kembali di kursinya masing-masing dan memerintahkan agar mereka tenang. Barulah beliau pergi menyusul Mikha ke UKS. Tidak dapat dipungkiri wajah cemas dari guru tersebut.

Mikha saat ini sedang ditangani oleh dokter sekolah, guru kimia tersebut sudah memberi tahu wali kelas 12 IPA 1 tentang kondisi Mikha saat ini. Wali kelas yang sangat menyayangi para muridnya itu pun terlihat sangat cemas. Beliau sudah menyadari hal yang terjadi kepada Mikha belakangan ini. Dia senang jika muridnya rajin belajar. Hanya saja, Mikha sudah terlalu berlebihan dalam belajarnya.

Beliau juga sudah beberapa kali menyuruh Mikha untuk keluar di jam istirahat dan bergabung kepada teman-temannya seperti biasa. Tetapi Mikha menolaknya dan mengatakan bahwa ia tidak dapat bersantai lagi karena waktu ujian yang sudah dekat, dan juga dia harus membanggakan kedua orang tuanya, terutama mamanya. Wali kelasnya juga sudah sering melihat Mikha meminum obat pereda sakit kepala. Beliau juga sudah mengatakan kepada Mikha untuk tidak terlalu sering mengonsumsi obat tersebut. Tetapi tetap saja, Mikha tidak mendengarkannya. Mikha mengatakan, "Mikha bisa mati kalo nggak minum obat, Bu. Kepala Mikha sakit banget soalnya."

Setelah beberapa saat berusaha mencari tahu tentang apa yang sedang Mikha alami saat ini, akhirnya beliau menyadari bahwa letak awal dari masalah ini adalah tekanan yang diterima Mikha dari orang tuanya. Beliau merasa sangat sedih untuk Mikha. Apalagi saat Mikha mengatakan bahwa mamanya marah kepadanya karena nilainya lebih rendah 5 poin dari Tomi.

Wali kelasnya sangat menyayangkan hal tersebut. Bukankah seharusnya Mikha diberi apresiasi? Bukankah jika mamanya ingin Mikha memiliki nilai yang lebih tinggi lagi, maka beliau seharusnya mengatakannya dengan baik-baik? Wali kelas tersebut sungguh tidak mengerti dengan pola pikir mamanya Mikha.

Dokter sekolah sudah keluar dari UKS dan mengajak wali kelas Mikha untuk mengobrol perihal kondisi Mikha. "Mikha pingsan karena stres berat. Sepertinya dia mendapatkan banyak tekanan, ya?" Dokter sekolah dan wali kelas Mikha terus berbicara tentang ini dan itu. Mereka berdua juga khawatir terhadap kondisi Mikha.

Setelah beberapa saat, mama Mikha sudah berada di sana dan langsung bertanya kondisi Mikha. Kemudian, Dokter sekolah menjelaskannya dengan terperinci. "Sebaiknya mama Mikha bawa Mikha untuk konsultasi ke psikiater," saran dokter sekolah kepada mama Mikha.

Mama Mikha saat ini sungguh cemas terhadap putri semata wayangnya. Ia menganggukkan kepalanya kepada dokter sekolah tersebut dan mengucapkan terima kasih. Saat Mikha sudah sadar, mamanya langsung menghampirinya. Hal yang tidak terduga, Mikha malah sedikit takut terhadap mamanya dan mengatakan, "Maaf, Ma. Mikha nggak sengaja. Mikha balik ke kelas dulu ya. Mikha janji hal yang seperti ini nggak akan terulang lagi. Mikha beneran fokus belajar," dengan suara yang sangat pelan supaya tidak terdengar oleh siapapun.

Jujur saja, walaupun mamanya selalu menuntut Mikha untuk giat belajar dan menjadi yang terbaik, mamanya masih tetap memikirkan kondisi anaknya tersebut. Dan saat Mikha meminta maaf kepadanya karena dia sudah pingsan di jam pelajaran, membuat mama Mikha merasa sangat sedih. Tepat setelah mengucapkan kalimatnya tersebut, Mikha buru-buru kembali ke kelasnya. Mamanya hanya menatap anaknya yang pergi meninggalkannya di UKS tersebut seorang diri.

"Maaf sebelumnya, mama Mikha. Apa besok mama Mikha ada waktu luang? Saya mau membicarakan beberapa hal tentang Mikha." Wali kelas Mikha menghampiri mama Mikha. Wali kelasnya tersebut sudah tidak dapat menahan lagi semua kekhawatirannya. Jadi beliau harus berbicara kepada mama Mikha tentang kondisi Mikha.

"Iya, saya bisanya jam 4 karena saya sibuk." Jawab mama Mikha dengan singkat.

"Kalau begitu, besok kita ketemu di cafe dekat sekolah sini ya, mama Mikha."

Mama Mikha menganggukkan kepalanya. Dan setelah itu beliau berpamitan kepada wali kelas Mikha karena harus kembali bekerja.