Brian berjalan menaiki anak tangga menuju rooftop sekolah. Langkah kakinya sangat tenang tanpa adanya suara. Tangannya dimasukkan ke dalam saku celana dan mengeluarkan sebuah benda kecil. Benda itu tidak lain adalah gantungan kunci berbentuk rubah.
Rubah itu menggambarkan sosok Yura, karena matanya yang tajam dan mirip seperti rubah. Tidak jarang juga Brian membeli barang-barang yang berkaitan dengan rubah, entah itu gambar atau bentuknya. Dan Yura sangat menyukai semua itu.
Gantungan kunci yang dipegang Brian saat ini dimasukkannya lagi ke dalam sakunya dan tidak akan ia berikan kepada Yura. Karena memang ia sudah menyimpannya sangat lama. Dan memang gantungan kunci itu untuk dirinya sendiri.
Saat ini Brian sudah berada di rooftop. Angin sepoi-sepoi menggoyangkan ujung rambutnya. Ia menoleh ke arah barat dan mendapati orang yang ia cari sedang duduk di sebuah kursi panjang.
Brian melambaikan tangannya kepada Yura. Ia menghampiri Yura dan duduk di sebelahnya. Menatap wajah cantik Yura dari samping, Brian sedikit menyunggingkan senyumnya. Cewek ini benar-benar sudah memorak-porandakan hatinya.
Sebelum sampai kesini, Brian mencari Yura ke seluruh tempat di sekolah mereka seperti orang gila. Yura tiba-tiba menghilang tanpa memberi tahu dirinya. Tetapi setelah beberapa saat, pikiran Brian tertuju pada suatu tempat. Yaitu rooftop.
Brian sangat merutuki otaknya yang bekerja dengan sangat lamban. Bisa-bisanya dia lupa dengan tempat yang memang selalu menjadi tempat Yura untuk menghabiskan jam istirahatnya. Brian seolah-olah sangat takut kehilangan Yura, padahal cewek itu tidak pernah pergi kemanapun. Entah apa yang terjadi dengan otak Brian itu.
"Yura nanti jadi ikut aku 'kan?" Brian membuka obrolan dengan sebuah pertanyaan yang berhubungan dengan diskusi mereka kemarin.
Hari ini, Brian diundang ke acara ulang tahun anak dari orang terpandang di sebuah kota yang hanya memakan waktu satu jam untuk tiba di sana dari kota tempat tinggal mereka. Tidak hanya Brian, tetapi teman se-band-nya juga diundang. Mereka akan mempersembahkan beberapa lagu di acara tersebut. Dan pastinya dibayar.
Saat ini, kepopuleran mereka semakin meningkat di beberapa kota di provinsinya. Hal ini sebanding dengan kerja keras yang mereka lakukan selama ini.
Brian mengajak Yura karena dia ingin membuatnya melihat dunia luar. Mengingat selama ini tempat yang sudah dijangkau Yura hanya sebatas di dalam kota mereka saja. Benar-benar membosankan. Dan juga akan sangat lumayan mendapat makanan gratis.
Yura menganggukkan kepalanya tanda ia benar-benar setuju. Brian tersenyum, "Ok nanti aku jemput jam 6."
Setelah itu tidak ada obrolan lagi. Semakin hari Brian merasa obrolan mereka semakin singkat. Tetapi ya tidak masalah, toh Yura memang orang yang irit kata.
Dulu, saat Brian masih kehilangan arah, ia selalu berharap agar dipertemukan dengan orang yang akan mewarnai hari-harinya. Entah itu dalam wujud sahabat, pacar, ataupun hewan peliharaan. Apapun itu yang terpenting akan mendatangkan kebahagiaan di dalam hidupnya.
Bukan berarti ia tidak bahagia dengan kak Felix, hanya saja dia benar-benar mengharapkan sesuatu yang lain hadir di dalam hidupnya. Dan saat Yura hadir untuk mengisi kekosongan di dalam hari-harinya, Brian sangat bahagia.
"Aku masih nggak percaya Tuhan kabulin doaku. Orang yang selalu aku harapkan dan aku khayalkan, sekarang ada di depanku. Yura, makasih udah hadir di hidupku. Tuhan, makasih udah kabulin doa-doaku." Kata-kata itu selalu Brian ucapkan kepada Yura dan Tuhan sebagai rasa syukurnya.
Dan saat itu Yura akan tersenyum dan berkata, "Iya. Asal kamu jadi anak yang baik, doa-doa kamu akan selalu dikabulin kok."
Kalimat itu terdengar seperti seorang guru yang berkata kepada siswanya. Dan jika orang yang baru kenal dengan Yura yang mendengarnya, mereka akan merasa itu sangat lucu karena Yura yang mengatakannya. Tetapi untuk orang yang sudah mengenal Yura, akan terbiasa dengan kata-kata bijak yang selalu diucapkannya itu. Dan salah satunya adalah Brian.
Terdengar suara langkah kaki yang menuju ke arah rooftop. Tak lama setelahnya, muncullah seseorang yang tidak asing lagi bagi Brian. Orang itu adalah Reza, drummer di The Clouds.
Sebagai leader, sudah bisa Brian tebak kedatangannya kesini adalah untuk mendiskusikan sesuatu terkait penampilan mereka nanti malam. Brian berdiri kemudian menghampiri Reza yang berjarak 3 meter dari tempatnya duduk saat ini. Kedua cowok itupun berbincang ini dan itu.
"Oh ya, aku nanti ngajak Yura." Ucap Brian.
Reza terdiam sejenak, seperti memikirkan sesuatu. Kemudian dia berkata, "Oh kalo gitu aku sama yang lain, naik mobil aku aja. Kalo ngikut ke kalian, malah jadi nyamuk."
Nada bicara Reza memang terdengar sedang meledek Brian. Tetapi Brian merasa sangat ingin memukul kepala Reza. Nyamuk apanya? Selama ini malah Yura yang jadi nyamuk karena mulut besar mereka. Pikir Brian seperti itu.
Brian menoleh ke arah Yura lalu tersenyum kepadanya. Di sana, Yura yang sedang menunduk, mengangkat kepalanya dan membalas senyuman Brian. Sangat sederhana, tetapi bisa membuat Brian sangat bahagia. Seperti kata orang, bahagia itu sederhana. Tetapi tetap saja terlihat aneh. Dasar Brian.
Saat itu pula suara bel tanda jam istirahat selesai terdengar. Brian menghampiri Yura dan menggandeng tangannya lalu pergi dari tempat itu. Sedangkan Reza, ia hanya membuntuti Brian sambil sesekali menyentuh dahinya dengan jari telunjuknya. Entah apa yang sedang dipikirkannya.
**
Sementara itu, di kelas 12 IPA 1—kelas tempat Mikha berada—yang tadinya sangat ribut berubah menjadi hening saat bel berbunyi. Mereka kembali ke tempat duduk masing-masing dengan tertib. Dan saat bel berhenti pula, guru fisika mereka sudah berada di ambang pintu kelas. Semua warga sekolah memang sangat disiplin, baik itu guru, siswa, ataupun staf sekolah. Walaupun tetap ada juga beberapa murid yang tidak disiplin.
Guru tersebut hanya membawa satu buku paket fisika dan satu pulpen. Terlihat simpel memang, tetapi beliau adalah seorang guru yang berkompeten.
"Selamat siang semuanya. Maaf saya baru memberitahu kalian secara mendadak bahwa hari ini kita akan ulangan. Saya benar-benar lupa untuk memberitahu kalian sebelumnya. Sekali lagi saya mohon maaf. Dan kita akan mulai ulangannya sekarang ya." Beliau menaruh buku dan pulpennya dan mengambil spidol kemudian menuliskan soal di papan tulis.
"Baik, Bu." Jawab mereka serempak.
Terkadang, mereka benar-benar terharu terhadap guru fisika mereka ini. Guru yang terlihat santai tetapi sebenarnya sangat tegas, dengan tulus meminta maaf kepada muridnya hanya karena hal sepele seperti itu, ah benar-benar menyentuh hati. Dengan guru yang bersikap seperti itu, muridnya pun menjadi patuh kepada beliau bukan karena takut, melainkan karena merasa segan.
Hanya ada 5 soal di papan tulis. Tetapi 5 soal itu sama seperti 10 soal. Hanya dengan melihat soalnya saja, sudah membuat mereka merinding. Benar-benar sesulit itu. Dan mereka harus melakukan yang terbaik karena waktu mereka untuk di sekolah ini hanya tersisa 2 bulan lagi.
Setelah selesai ujian nasional, mereka akan benar-benar meninggalkan sekolah ini. Membayangkannya saja sudah membuat mereka sangat sedih. Kenangan mereka di sini sangat banyak. Sehingga jika dituliskan di dalam sebuah buku, akan membutuhkan ratusan bahkan ribuan halaman untuk menuliskan keseluruhan kenangan mereka.
Waktu untuk ulangan adalah 20 menit. Mereka harus menyelesaikannya tepat waktu. Guru memperhatikan setiap muridnya yang sedang mengerjakan soal-soal ulangan. Ada yang mengerjakan seperti tanpa ada hambatan apapun, ada yang rambutnya sudah acak-acakan, ada yang hanya menatap soal seperti matanya akan keluar, dan ada pula yang terus menghela napas karena kesulitan mengerjakan soal. Benar-benar beragam.
Mikha sendiri, awalnya dia mengerjakan soal dengan lancar. Tetapi, saat berada di soal nomor 5, dia benar-benar kesulitan. Sepertinya Mikha salah menghitung. Kertas coretannya pun sangat penuh. Hingga di menit-menit terakhir, Mikha sedikit pasrah dan menuliskan apa saja yang hasilnya masih sedikit masuk akal.
"Waktunya habis, ya. Silakan dikumpulkan lembar jawaban kalian." Ucap sang guru. Mereka pun mengumpulkannya di meja guru. Ada yang merasa puas, ada pula yang merasa tidak rela. Guru tersebut berusaha untuk menahan tawa melihat raut wajah anak didiknya itu. Mereka sangat lucu seperti ini.
"Nilai dari hasil ujian ini akan saya bagikan kepada kalian minggu depan. Jika nilai kalian masih rendah, kita tidak akan melanjutkan ke materi selanjutnya. Melainkan mengulang materi ini lagi hingga kalian benar-benar mengerti. Lagi pula, di pelajaran kita hanya tersisa 1 bab lagi. Jadi saya masih mempunyai waktu untuk membuat kalian lebih memahami materi ini. Berdoa saja nilai kalian bagus-bagus ya. Jadi kita bisa ke materi selanjutnya." Guru tersebut tersenyum dan merapikan kertas-kertas yang ada di mejanya. "Kita masih mempunyai sisa waktu 20 menit lagi sebelum pulang. Kalian boleh membaca buku atau memeriksa apakah jawaban kalian tadi benar. Ya, sebagai permintaan maaf saya atas ulangan yang mendadak, sisa waktu kita ini bisa kalian gunakan sesuka hati kalian. Asalkan tertib."
Mereka yang awalnya terlihat lesu, langsung bersemangat setelah mendengar ucapan gurunya barusan. Mereka mengatakan terima kasih kepada guru tersebut. Dan ya, hanya ada 1 orang yang benar-benar membaca buku sambil memeriksa benar atau salahnya jawaban di ulangan barusan. Orang itu adalah Mikha. Dia merasa sangat disayangkan untuk soal nomor 5. Sedangkan murid yang lainnya, ada yang membaca novel, ada yang melamun, ada yang mengobrol tetapi dengan suara yang pelan, bahkan ada yang ... tidur.
Untuk siswa yang tidur itu, guru tidak marah sama sekali. Seperti yang beliau katakan sebelumnya, mereka bisa menggunakan waktu sesuka hati asalkan tertib. Dan siswa yang tidur itu benar-benar tertib dan tidak membuat keributan. Hanya saja, sedikit tidak sopan. Tetapi, ya sudahlah.
Dan waktu 20 menit itu berlalu begitu saja. Bel pulang sekolah pun berbunyi. Kali ini, mereka lebih bersemangat lagi. Menyusun alat tulis ke dalam tas, kemudian duduk dengan tertib. Ketua kelas pun mulai melakukan kewajibannya.
"Berdiri! Beri salam kepada guru!" suaranya terdengar sangat tegas dan lantang.
"Selamat siang, Bu." Ucap mereka dengan serempak dan bersemangat. Dan setelah guru keluar dari kelas, mereka pun keluar dan pulang ke rumah masing-masing.