Chereads / Sunset: Every ending is a new beginning / Chapter 5 - Kasus Papa Brian (2)

Chapter 5 - Kasus Papa Brian (2)

Pagi-pagi sekali kak Felix sudah bangun dan menyiapkan makanan yang akan dibawanya untuk papa mereka. Saat bangun, Brian pun ikut membantu kak Felix. Pukul 08.30 mereka sudah bersiap untuk berangkat. Mengingat waktu perjalanan adalah 30 menit.

Saat sudah sampai, mereka harus menyelesaikan beberapa prosedur sebelum berkunjung. Seperti pendaftaran untuk mendapatkan surat izin berkunjung. Dan setelah mendapatkan surat tersebut lalu memberikan kepada petugas, mereka melakukan pemeriksaan.

Sudah pernah disebutkan kenapa papa Brian harus dipenjara. Yaitu karena melakukan pembunuhan secara tidak sengaja kepada salah satu siswa di sekolahnya.

Saat itu, seorang siswa tiba-tiba mengamuk dan berusaha melukai dirinya sendiri menggunakan sebuah pisau dari ruang kesenian. Entah atas dasar apa dia seperti itu.

Papa Brian, yang merupakan seorang kepala sekolah, berusaha untuk menghentikan sang siswa. Beliau berusaha merebut pisau tersebut. Tetapi malah kejadian yang tak diinginkan terjadi. Pisau itu menusuk siswa tersebut.

Semua orang berteriak histeris. Karena panik, papa Brian malah mencabut pisau itu dari tubuh sang siswa. Padahal, pencabutan pisau itu hanya boleh dilakukan oleh ahli atau tenaga medis. Karena dapat membahayakan siswa tersebut.

Begitu pisau tercabut, terjadi pendarahan yang sangat hebat. Keadaan di sana benar-benar menakutkan. Tak berselang lama, ambulans datang dan membawa siswa tersebut ke rumah sakit.

Setelah diperiksa, ternyata pisau itu menancap di pembuluh darah besar. Pembuluh darah besar yang terluka di bagian tubuh tersebut tidak menimbulkan pendarahan yang hebat karena tersumbat pisau itu. Begitu dicabut tanpa persiapan malah menimbulkan perdarahan hebat.

Siswa tersebut sempat koma selama 2 hari dan kemudian meninggal dunia. Keluarganya yang tidak terima atas apa yang terjadi kepada anaknya, menuntut agar papa Brian dipenjara.

Semua orang berduka atas kematian siswa tersebut. Banyak pihak yang menyetujui keputusan keluarga siswa tersebut. Dan berdasarkan KUHP pasal 359, papa Brian terancam pidana penjara 5 tahun.

Papa Brian menerima semuanya karena dia menyadari kesalahannya dan harus bertanggung jawab atas perbuatannya tersebut. Sejak saat itulah keluarga mereka dikucilkan. Mendapat caci maki dari banyak orang dan dijauhi semua orang. Benar-benar masa yang sangat sulit.

Kembali lagi ke Brian dan kak Felix yang saat ini akan menjenguk papa mereka. Setelah melakukan berbagai prosedur, petugas mengantarkan mereka ke ruang kunjungan. Di sanalah mereka bertemu dengan papa mereka. Mengucapkan salam kepada papa mereka, dan memulai obrolan singkat.

"Sebentar lagi ujian akhir 'kan? Kamu harus belajar bener-bener biar dapat hasil yang bagus," ucap papa mereka dengan nada bicara yang lembut.

Kemudian melanjutkan, "Apa-apa itu jangan sampai kebawa emosi. Ingat, kamu udah 18 tahun. Harus lebih dewasa lagi dan lebih bijak dalam mengambil keputusan. Jangan suka berantem."

"Iya, Pa. Brian emang udah gak separah dulu kok. Udah mulai teratur lagi emosinya," ucap kak Felix.

"Iya, soalnya sering diingatin Yura juga kok. Papa tenang aja ya," balas Brian sambil tersenyum kepada papanya. Terdapat sebuah ekspresi yang tidak dapat dimengerti apa maksudnya di wajah papa Brian.

"Felix, gimana pekerjaanmu?" tanya papa Brian ke kak Felix.

"Aman terkendali kok, Pa. Cuma ya sekarang makin sibuk di rumah sakit," jawab kak Felix.

Kak Felix memang seorang dokter di sebuah rumah sakit. Dan bahkan, dialah yang melakukan penanganan terhadap siswa yang terluka tersebut.

Kak Felix memang bercita-cita menjadi seorang dokter sejak kecil. Dia sangat tertarik terhadap dunia medis. Sangat berbeda dengan Brian yang lebih tertarik di dunia musik. Brian saat ini adalah anggota dari sebuah band di sekolahnya yang cukup terkenal di berbagai sekolah.

Band itu bernama The Clouds. Dia bergabung di The Clouds tersebut juga saat orang-orang mulai menerima dirinya. Karena jika saat dia masih dijauhi, akan seperti cari mati dan melukai hatinya sendiri.

The Clouds yang awalnya hanya diketahui oleh warga sekolah SMA Lavender, kini dikenal di berbagai sekolah berkat Brian. Band ini benar-benar unik. Karena Brian menciptakan lagu mereka sendiri. Lagu yang diciptakan pun sangat easy listening sehingga banyak yang langsung menyukainya hanya dengan sekali mendengarkan.

Obrolan mereka hanya seputar sekolah, pekerjaan, dan kehidupan sehari-hari. Waktu 30 menit tidak terasa cepat berlalu. Dan mereka memberikan makanan yang dibawa kepada papa mereka, kemudian saling berpelukan sebelum pulang.

Setiap kali habis mengunjungi papanya, hati dan pikiran Brian akan terasa sangat tenang. Dia yang merasa akan segera mati karena memikirkan ujian akhir semakin dekat pun, melupakan pikiran bodohnya tersebut. Perjalanan pulang berlangsung hening dan hanya diiringi alunan musik yang indah.

-Di malam harinya-

Brian memainkan handphonenya sambil berbaring. Ia membuka sosial media yang seperti akan dipenuhi sarang laba-laba karena sangat jarang digunakan. Tidak berselang lama, terdapat nada notifikasi yang berbunyi. Brian mengeceknya dan seketika terkejut.

Astaga kok bisa lupa sih kalo besok ulang tahunnya Yura yang ke-17.

Dia selalu mengingat setiap hari ulang tahun orang-orang terdekatnya. Jadi tidak heran jika Brian merasa seperti seorang yang payah karena melupakan hal yang cukup penting ini.

Ia mulai memikirkan harus melakukan apa besok. Kejutan seperti apa yang harus dibuatnya. Walaupun begitu, Brian bukan orang yang akan memberikan seperti prank di hari ulang tahun. Karena menurutnya terlalu berlebihan dan sangat tidak berguna.

Dia mulai memesan hadiah yang akan diberikannya kepada Yura melalui aplikasi belanja online. Dan besok dia akan membeli kue ulang tahun. Ah sepertinya tidak. Mengingat bahwa Yura tidak menyukai sesuatu yang terlalu manis seperti itu. Yura memang aneh, tidak menyukai makanan pedas ataupun yang terlalu manis. Tetapi dia malah mengatakan makanan hambar lebih enak. Apakah kepalanya pernah terbentur sesuatu? Entahlah.

Apalagi Yura pernah mengatakan, "Aku lebih suka dikasih ucapan dan doa. Ini bukan kebohongan. Tapi aku memang lebih suka begitu."

Walaupun tidak banyak yang harus disiapkan, Brian memutuskan untuk tidur lebih awal sehingga bisa bangun lebih awal juga. Ia benar-benar bersemangat untuk besok. Dasar orang yang sedang dimabuk cinta.

Pagi hari, Brian menelepon Yura tapi tidak diangkat. Sepertinya sudah menjadi kebiasaannya saat ini. Padahal dulu tidak seperti itu. Jadi Brian memutuskan untuk langsung ke rumah Yura. Setelah barang yang dia pesan tiba pastinya.

Hadiah yang akan diberikan kepada Yura, ia bungkus dengan sangat rapi dan cantik. Menurutnya, sesuatu yang diberikan dengan ketulusan adalah hadiah yang paling mahal. Bukan sebaliknya.

Brian pergi ke rumah Yura menggunakan mobilnya. Ia mendapatkan SIM-nya enam bulan yang lalu. Saat itu, dia langsung memberi tahu Yura tentang kabar yang sangat baik itu. Karena ia sudah bisa mengendarai mobil secara legal.

Brian mengajak Yura keliling kota menggunakan mobil yang baru dibelikan kak Felix. Selama di perjalanan, Yura selalu mengatakan bahwa ia ikutan bahagia karena bisa mencoba mobil baru juga. Sikap yang tidak ditutup-tutupi itu sangat lucu bagi Brian. Benar-benar tidak bisa berpura-pura si Yura ini.

Mengingat saat pertama kali ia mengendarai mobil secara legal tersebut, Brian tersenyum kecil. Kenangan yang sangat indah.

Brian berhenti di depan rumah Yura. Ia turun dari mobil dan berjalan menuju pagar rumah Yura. Brian menyalakan bel rumah dan menunggu beberapa saat. Yura yang selalu berpenampilan rapi itu keluar dari dalam rumahnya.

"Happy birthday, Yura." Ucap Brian kepada Yura.

Yura tersenyum lebar dengan menampilkan giginya, "Makasih, Bri."

Tiba-tiba Brian memukul kepalanya sendiri. Sangat bodoh karena hadiahnya ketinggalan di rumahnya. Brian memang terkadang suka ceroboh. "Hadiahnya ketinggalan," ucapnya dengan senyum canggung.

"Gapapa kok. Kamu ingat dan ucapin aku aja aku udah senang banget," jawab Yura.

"Maaf ya. Gimana kalo kita makan di tempat favorit kamu. Mau?" tanya Brian kepada Yura. Yura menganggukkan kepalanya dengan antusias tanda ia setuju.

Di cafe yang mereka kunjungi saat ini, suasananya sangat tenang dan damai. Mereka memesan makanan dan minuman yang selalu mereka pesan saat berada di tempat ini. Pelayanan di cafe ini sangat bagus. Para pelayan sangat ramah. Walaupun pasti di setiap tempat memang seperti itu. Tetapi tempat ini memang yang terbaik. Bahkan untuk harga sendiri masih bersahabat dengan kantong anak sekolah.

Mereka berbincang-bincang sambil memakan makanan yang dipesan. Mulai dari Brian yang kemarin sempat lupa dengan ulang tahun Yura dan meminta maaf kepada Yura, untungnya dimaafkan. Tetapi sepertinya Yura bukanlah orang yang akan marah hanya karena hal sepele seperti itu.

Lalu beralih ke obrolan-obrolan yang lainnya. Saking serunya obrolan mereka, sampai tidak menyadari bahwa orang-orang melemparkan pandangan aneh kepada mereka. Atau lebih tepatnya Brian? Entahlah.

Selain ke cafe, mereka juga menghabiskan waktu seharian ini untuk berkeliling kota, pergi ke taman, dan juga toko buku. Kalau untuk ke toko buku adalah permintaan Brian sendiri. Karena ia harus membeli beberapa buku untuk pelajaran tambahan.

Selagi Brian mencari buku yang dibutuhkannya, Yura juga berkeliling melihat-lihat buku yang ada disini. Tetapi walaupun begitu, Yura tidak mengambil satu buku pun untuk dibelinya. Brian terus memperhatikan Yura. Padahal jika Yura memang ingin membeli satu atau beberapa buku, Brian akan tetap membayarkan untuknya. Mengingat hari ini adalah hari ulang tahunnya.

"Kalo kamu mau beli, ambil aja gapapa. Aku yang bayarin," kata Brian kepada Yura.

"Engga kok, aku Cuma mau lihat-lihat aja." Jika sudah seperti ini tidak bisa dipaksa lagi. Yura adalah orang yang sangat tidak suka dipaksa. Daripada harus bertengkar nantinya, lebih baik mengalah saja menurut Brian.

Perempuan memang seperti itu. Laki-laki lah yang harus mengalah. Tetapi tidak jarang juga perempuan yang suka mengalah. Bisa dibilang imbanglah antara laki-laki dan perempuan.

Setelah selesai dari toko buku, mereka memutuskan untuk pulang. Sangat tidak terasa jika mereka sudah berjam-jam berada di luar. Padahal seperti baru satu jam yang lalu jika tidak melihat langit yang sudah gelap.