Chereads / Heart of Pezzonovante / Chapter 16 - Panggilan Madam Golda

Chapter 16 - Panggilan Madam Golda

Rachel mendongak, matanya menatap kosong pada wajah tanpa ekspresi yang berdiri di dekatnya.

"Bisa dijelaskan lebih lanjut?" ucap Rachel menahan kesal.

"Itu perintah El."

Hanya itu penjelasan yang teramat singkat dan terdengar teramat otoriter di telinga gadis itu.

"Apa nggak ada penjelasan lain? Misalnya mallnya tutup, tokonya terbakar atau apa sajalah," sindir Rachel geram.

Kegeraman gadis itu nggak mengubah ekspresi datar Amana.

Wanita yang terlihat sangat profesional itu menggeleng pelan.

"Tidak, Nyonya Rachel. Tapi, jangan khawatir, walaupun tidak berbelanja secara langsung, saya pastikan Anda akan mendapakan barang-barang kelas satu," jawab kepala pengurus rumah tangga itu datar.

Rachel mengembuskan napas panjang, gadis itu berusaha tak terpancing kemarahannya yang menuntut untuk segera dilampiaskan.

"Aku nggak butuh barang-barang kelas satu," ucap gadis itu ketus.

Tangannya melemparkan tab dengan kasar di permukaan ranjang.

Benda pipih sebesar halaman buku itu memantul pelan untuk kemudian diam tak bergerak.

"Di mana tas-tasku? Biarkan aku pakai barang-barangku, aku nggak perlu belanja barang kelas satu," lanjut Rachel dengan ketus.

Amana terdiam sejenak.

"Barang-barang yang Anda miliki sebelumnya tidak diizinkan untuk digunakan di sini, Nyonya," jawab Amana tanpa emosi.

"Hah?! Maksudnya apa? Barang-barangku nggak mengandung virus dan bakteri, ayolah yang masuk akal sedikit!" balas Rachel dengan nada cepat. Volume suaranya meninggi.

"Saya tahu dengan pasti itu, Nyonya. Tapi, ini perintah," jawab Amana tegas.

Nada suaranya tak terpengaruh dengan kemarahan yang jelas tergambar di wajah gadis itu.

"Ah ...!! menyebalkan sekali! Ini seperti ... semua masalah akan kembali ke pasal satu, pasal ini perintah. Ada nggak yang lebih brengsek dari peraturan itu?" umpat Rachel keras.

Amana tak merespon umpatan gadis itu, wanita itu tetap bergeming, berdiri dengan ekspresi yang sama.

"Oh! Menyebalkan sekali, orang ini bukan hanya ketua pengurus rumah tangga di sini, tapi sepertinya juga ketua robot-robot yang ada di sini. Dia pasti lebih robot dari robot-robot lain yang ada di seluruh permukaan bumi," gerutu Rachel dalam hati.

"Oke, kalau begitu, tolong berikan telepon genggamku, tolong ... itu saja lebih dari cukup," pinta Rachel, suaranya kembali ke mode normal saat meminta alat komunikasi yang dalam ingatannya, baterainya sudah menduduki prosentase lima puluh persen.

Amana kembali terjebak dalam sejenak diam.

Wanita itu sekilas menatap Rachel yang memandang dengan ekspresi wajah penuh harap. Kemudian, ia mengangguk pelan dengan sikap hormat.

"Benda itu ada di tangan El, saya tidak ditugaskan untuk memegang itu. Dan benda seperti itu juga bisa dibeli sekaligus bersama barang-barang yang lain dari tab itu, Nyonya," jelas Amana seperti sedang menjelaskan sebuah keterangan resmi.

"Ahh!" seru Rachel kesal.

Kali ini gadis itu tak bisa lagi menahan tuntutan amarahnya.

"Aku merasa seperti seekor orang hutan sial yang tertangkap manusia dan dipindahkan ke habitat mereka," keluh Rachel dalam benak.

Gadis itu membayangkan nomor-nomor kontak dalam telepon genggamnya yang seharusnya hendak ia hubungi.

Amana kembali menatap gadis itu.

"Anda bisa mendapatkan telepon terbaik dan termutakhir sebagai gantinya, Nyonya," ucap ketua pengurus rumah tangga itu tanpa dosa.

Seketika Rachel mengangkat pandang dengan sorot mata membunuh. Tapi, gadis itu menahan sumpah serapah yang hendak terlontar dari mulutnya.

"Anda bisa mulai memilih barang-barang yang Anda butuhkan, Nyonya. Atau Anda memilih untuk ke mana-mana mengenakan baju yang seperti Anda kenakan sekarang," ucap Amana pelan.

Di telinga Rachel imbauan itu terdengar seperti ancaman yang mengerikan.

"Jadi, ke mana-mana pakai lingerie gitu?" teriak Rachel dalam hati.

Tapi, tak urung, tekadnya untuk keluar dari tempat itu membuatnya mengambil kembali tab yang berada dalam jangkaunnya itu.

"Aku nggak mungkin berlari memakai baju-baju absurd ini!" teriaknya dalam hati sambil menyalakan layar gadget itu.

"Pergilah! Aku akan memberitahukanmu jika sudah memilih semua," ucap Rachel dengan pelan. Wajahnya bersungut-sungut.

Amana mengangguk dan segera berundur dari ruangan itu.

Sementara itu, Mobil hitam El Thariq memasuki gerbang rumah dengan gaya Eropa klasik.

Mobil itu berhenti di pintu utama rumah megah dengan pilar-pilar besar dengan ornamen anak kecil bersayap pada sudut atas pilar.

Seorang laki-laki tergopoh-gopoh menyambut mobil itu. Membukakan pintu, kemudian mengambil alih kunci mobil dari tangan El.

Laki-laki yang mengenakan seragam dengan atasan hampir semodel seragam marching band itu kemudian memarkirkan kendaraan hitam itu.

El Thariq memasuki pintu utama.

Seorang laki-laki dengan seragam yang sama menghampiri.

"El diminta menunggu di ruang kerja Madam, beliau sebentar lagi selesai," ucap pegawai laki-laki yang masih muda itu.

El mengangguk pelan dan berjalan menuju ruang yang disebutkan.

Ruangan itu berada beberapa meter ke sebelah kanan dari pintu utama rumah megah itu.

Laki-laki itu duduk dengan kursi dengan sandaran tinggi yang ada di depan sebuah meja kerja dengan kaki-kaki yang meruncing di bagian bawah.

Beberapa saat kemudian suara langkah kaki terdengar mendekat.

Suara ketukan sepatu yan beradu dengan lantai marmer terdengar bergaung disuarakan oleh ruangan dengan langit-langit yang tinggi.

"Dan lihat siapa yang datang!"

Sebuah suara nyaring terdengar dari ambang pintu, suara khas sindiran perempuan.

"Aku, Madam," sahut El singkat tanpa menoleh.

Suara cetak-cetok langkah kaki itu kian mendekat.

"Ya, setelah berkali-kali dipanggil, akhirnya baru datang. Sebuah kesopanan yang luar biasa patut dicontoh, El," sindir wanita yang dipanggil dengan sebutan Madam itu.

"Aku sibuk, Madam," balas El menghindar.

"Jadi, panggilanku layak dinomorsekiankan setelah semua kesibukanmu itu, El? Memang benar-benar luar biasa kelakuanmu, El."

Sindiran itu berulang tak terpatahkan.

El hanya mengembuskan napas panjang sebagai tanggapan atas sindiran-sindiran itu.

Wanita yang rambut putihnya disanggul dengan rapi itu menatap tajam dari balik meja kerjanya.

Wanita dengan hidung mancung itu duduk dengan kepala tegak dan dada sedikit membusung.

Wanita itu memang terlihat tidak muda lagi, tapi kulitnya nampak terawat dengan baik, serta kedua matanya yang jika diperhatikan bentuknya mirip mata kucing itu menyorotkan kewibawaan.

Wanita itu bergeming, menatap dengan tekun laki-laki yang duduk di depannya dengan tenang.

"Kamu sedang tidak merencanakan pembangkangan 'kan, El?" ucap wanita itu setelah beberapa saat diam.

El Thariq kembali mengembuskan napas panjang.

"Kalau aku merencanakan itu, tentu sekarang aku nggak duduk di depan meja kerjamu ini, Madam," balas El dengan tenang.

Mata wanita itu sedikit menyipit, sorot tajam matanya berganti dengan bias kecurigaan.

"Dari semua anak yang kumiliki, Kamulah yang paling cerdas, El. Kamu bisa melakukan banyak hal tepat di bawah hidungku tanpa kuketahui," ucap wanita itu dengan datar.

Wanita yang mengenakan stelan berwarna abu-abu itu dengan model seperti busana ratu Eropa ketika melakukan kunjungan resmi itu sekilas menundukkan padangan, mengamati tampilan busananya dan mengakhirkan pandangan mata pada sebuah bros dengan warna emas dengan bentuk setangkai bunga mawar yang tersemat di dada kirinya.

"Aku anggap itu pujian, Madam. Tapi, siapa di dunia ini yang bisa menipu ketajaman penciuman hidung Madam Golda?" ucap El sambil mengarahkan telapak tangan yang terbuka ke arah wanita itu.

Wanita itu kembali memicingkan mata curiganya.