Sementara Panji yang masih di musolla, setelah agak lama... Walau berusaha memejamkan matanya... Panji tetap saja tidak bisa tidur dan akhirnya mau kembali ke kamar pondok.
Sambil berjalan... Panji berkata lirih,
"Lebih baik aku pergi ke makam Kyai Jabat saja, enak di sana sepi dan tenang."
Setelah berada di depan gapura makam... Panji berhenti sejenak, karna melihat ada seseorang yang berziarah.
Lalu perlahan - lahan Panji berjalan lagi mendekati makam.
"Assalamualaikum," ucap Panji kemudian duduk bersandar kayu penyangga di pojok dekat makam,
"Ooh... Ternyata Ustadz Bakri, tak kira siapa."
Sementara Ustadz Bakri tidak melihat kedatangan Panji, karena Ustadz Bakri tidak bisa melihat Panji.
Seperti biasa, Panji tidak tawasulan juga tidak membaca apa - apa. Panji hanya main saja di makam. Sambil menikmati rokok jarum super... Panji berkata lirih,
"Ustadz Bakri ini lagi membaca dzikir Laailahaillah, di ulang - ulang terus? Laailahaillah itukan artinya tidak ada Tuhan selain Allah. Kalau sudah tau tidak ada Tuhan selain Allah... Mengapa di ulang - ulang terus? Aneh Ustadz Bakri ini, bodoh sekali! Gini katanya kok Ustadz?
Kan cukup berkata satu kali, Tidak ada Tuhan selain Allah.
Kayak gini logikanya...
Ibu Kota Indonesia itu Jakarta... Ibu kota indonesia itu jakarta... Ibu kota indonesia itu jakarta!
Kan sudah tau, kalau ibu kota indonesia itu jakarta!
Tapi ngapain juga di ulang - ulang...? Kan bodoh namanya... Sungguh membingungkan!
Kayak setiap habis solat 5 waktu, para santri membaca Subhanallah 33x. Subhanallah itukan artinya Allah Maha Suci, kan sudah tau kalau Allah itu Maha Suci, Ngapain juga bacanya di ulang - ulang?"
Ketika lagi memikirkan cara berdzikir... Panji terkejut melihat orang tiba - tiba duduk di samping Ustadz Bakrie.
"Siapa itu? Kok tau - tau sudah duduk di sebelah Ustadz Bakrie?!!! Tidak tau datangnya... Tau - tau sudah duduk saja! Kalau di lihat wajahnya... Dia bukan santri pondok Meteor Garden?"
"Assalamualaikum Gus," ujar Nyai Nur Sa'adah yang tiba - tiba ada di samping Panji.
Dengan sangat terkejut, Panjii menjawab,
"Waalaikumsalam Nek! Nenek ini bikin kaget saja... Sampai terperanjat aku Nek!"
"Aku tadi lihat kamu masuk makam, lalu aku buatkan teh hangat untuk mu," kata Nenek Nur Sa'adah kemudian menaruh teko di depan Panji,
"Ini ada kue Gus, tadi di beri sama tetangga... Silahkan di nikmati. Nenek pergi dulu ya... Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam... Terimakasih yaa Nek, sering - sering kasih Panji kue yaa," kata Panji.
"Iya Gus, insallah," jawab Nyai Nur Sa'adah kemudian berjalan menuju gerbang makam.
Tak lama kemudian... Ustadz Bakri berdoa. Setelah berdoa... Ustadz Bakri uluk salam,
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam," jawab Panji sambil tersenyum.
Dengan rasa terkejut... Ustadz Bakri bergegas keluar makam, sambil melihat - lihat sekitar makam.
Setelah Ustadz Bakri pergi menghilang tak terlihat... Orang berbaju putih itupun berdoa. Ketika berdoa... Panji iseng mengucapkan "Amin... Amin... Amin.." Hingga selesai.
Setelah selesai berdoa... Orang itu berjalan mendekati Panji, lalu uluk salam,
"Assalamualaikum Kang... Terimakasih telah di Amini."
"Waalaikumsalam... Iya Kang, sama - sama kembali kasih," jawab Panji,
"Akang santri dari pondok mana? Kok tidak pernah aku melihat? Apa santri baru ya...?"
"Saya santrinya kyai Najib Kang, saya khodamnya keluarga kyai Najib pengasuh pondok pesantren Arrohman," jawab khodam Kyai Najib.
"Siapa Kang, nama kamu?" tanya Panji.
"Namaku Akra Mujib, kalau kamu siapa namanya?"
"Namaku Panji kang. Oh iya! Silahkan di minum teh nya, tapi gelasnya joinan, gantian! Ini ada roti, kelihatannya sangat lezat."
"Terimakasih Kang, saya tidak biasa makan seperti manusia," jawab Jin Akra Mujib.
"Lah! Terus kamu makan apa kalau tidak makan seperti manusia," ucap Panji heran,
"Emang kamu setan...? Atau malaikat?"
"Aku bangsa Jin kang... Jin Aljan! Jin yang berbaur dengan manusia," jawab Jin Akra.
"Apa bangsa jin itu? Aku tidak mengerti," ujar Panji.
"Melihat ucapan Panji... Jin Akra tertawa terbahak - bahak, lalu berkata,
"Emang kamu beneran gak tau, apa itu bangsa jin?"
"Beneran aku gak tau, apa jin itu," kata Panji kemudian menyulut rokok.
"Jin saja tidak tau... Pantesan kamu sangat pemberani sendirian di makam yang remang - remang, jauh dari perkampungan," ujar jin Akra,
"Kang Panji...! Supaya kamu gampang memahami, saya istilah kan begini... Jin itu adalah sama kayak setan, yang tidak terlihat oleh manusia umumnya. Hanya manusia tertentu yang bisa melihat jin. Jin juga tidak bisa di sentuh... Jin juga punya kesaktian yang sangat luar biasa yang jarang di miliki oleh manusia pada umumnya."
Ketika jin Akra belum selesai bicara... Tiba - tiba Panji mengampar pipi Jin Akra dengan telapak tangan kanannya.
"Plaaaak!!!" suara keras terdengar.
"Aduuuuh... Sakit!!! Mengapa kamu menampar ku?" kata Jin Akra.
"Katamu bangsa jin tidak bisa di sentuh...? Dan memiliki kesaktian yang luar biasa, kok saya tampar, sakit kamu?!!
Kamu itu mau bohonggi saya yaa?" ujar Panji sambi tersenyum,
"Kamu manusia ngaku - ngaku setan! Tak kasih tau yaa... Saya ini lahir di kota besar! Di kota Surabaya. Saya ini juga sekolah dan tau mana yang benar mana yang bohong! Aku waktu camping di gunung sama teman - teman... Walau gelap dan sepi, aku tidak pernah melihat setan! Jadi aku tidak percaya kalau kamu itu setan!"
Karna merasa sakit dan marah... Jin Akra ganti menampar Panji.
Dengan tangan replex, Panji menangkis tangan Jin Akra.
"Kamu ngajak berkelahi yaa?? Ayoo!!!" kata Panji kemudian berdiri,
"Di Surabaya aku sudah biasa berkelahi... Sudah biasa tawuran! Jadi gak kaget kalau kamu ajak berkelahi!"
Tanpa banyak bicara... Jin Akra langsung memukul Panji, begitu pun Panji membalas pukulan Jin Akra. Malam itu... Panji dan Jin Akra berkelahi saling pukul saling serang.
Di saat seru - serunya berkelahi... Tiba - tiba ada cahaya biru masuk ke dalam tubuh Panji.
Ketika Panji memukul pipi Jin Akra... Jin Akra sempoyongan kesakitan, kemudian minta ampun... ampun...!
"Aku kalah! Aku menyerah," ujar Jin Akra,
"Gawat! Pukulan mu membuat ku kesakitan."
"Kan sudah aku bilang... Aku waktu sekolah sering tawuran! Jadi aku bisa memukul KO dirimu," ucap Panji sambil meringis kesakitan.
Setelah capaik berkelahi... Panji minum segelas teh hangat, kemudian menuangkan teh lagi, lalu di berikan kepada Jin Akra.
"Ini minum Kang, biar enakan badannya," kata Panji,
"Aku minta maf telah menampar mu tadi... Karna kamu ngaku - ngaku setan."
Karna takut di tampar lagi... Jin Akra menerima teh pemberian Panji.
Setelah menyulut rokok... Panji berkata,
"Kang Akra... Aku benar - benar minta maaf pada mu.
Jangan sampai ada dendam di antara kita."
"Iya Kang Panji, aku juga maaf," ucap Jin Akra,
"Sini aku obati luka lebam di wajahmu, agar tidak jadi pertanyaan para teman mu dan kyai mu."
Setelah Jin Akra mengelus - elus wajah Panji... Wajah Panji kembali normal seperti sedia kala.
"Kang Akra! Ayo rokok_an, jangan malu - malu," kata Panji sambil menyodorkan rokok jarum super.
"Terimakasih Panji," ucap Jin Akra kemudian mengambil rokok.
Setelah menyulut rokok... Jin Akra batuk - batuk.
"Maaf kang Panji, aku belum pernah merokok, ini baru pertama kalinya," kata Jin Akra.
"Lama - lama kalau sudah biasa enak kok Kang, merokok itu, buat teman kala sendiri," ucap Panji,
"Kang... Sudah berapa lama mondok di pesantren Arrohman? Dan kamu asli dari daerah mana?"
"Aku di pesantren sejak kecil kang, aku asli kampung sini saja," jawab jin Akra,
"Aku sama kyai Najib di suruh membantu menjaga pondok Arrohman."
"Rumah mu sebelah mana Kang," tanya Panji.
"Rumahku pas di belakang pondok," jawab Jin Akra,
"Kang Panji... Aku mau ngomong sejujurnya ya...? Tetapi kamu jangan marah lagi."
"Iya ngomong saja," kata Panji.
"Sebenarnya aku ini bangsa jin, bukan manusia kaya kamu," ujar Jin Akra.
Kamu hafal gak surat Annas? Di situ ada kalimat jinnati wan nas... Itu artinya jin dan manusia."
Mendengar kejujuran Jin Akra... Panji diam sejenak, kemudian berkata,
"Apa benar jin itu sakti seperti yang kamu bilang tadi?
Kalau benar - benar kamu jin... Coba buktikan pada ku.
Kalau ada buktinya... Aku baru percaya pada ucapan mu."
"Baiklah," kata Jin Akra kemudian melompat ke atas pohon seperti terbang, kemudian turun lagi.
"Sudah percaya...?" tanya Jin Akra.
"Coba aku minta rokok marlboro dan rokok surya.
Lalu aku minta uang 1 juta!" ujar Panji.
"Baiklah," kata Jin Akra kemudian jari telunjuknya menunjuk ke lantai makam. Tiba - tiba ada dua gros rokok marlboro dan rokok surya juga uang tunai 1 juta.
Melihat kejadian aneh... Panji terbelalak kaget bukan kepalang, lalu berkata,
"Ini uang dan rokok beneran yaa...?"
"Iyalah, beneran," ucap Jin Akra.
"Baiklah aku percaya kalau kamu itu jin mahluk halus," kata Panji,
"Oh iya kang! Mengapa setiap aku duduk di makam ini... Orang yang ziarah tidak bisa melihat ku, tapi kamu bisa melihat ku? Ini terjadi sudah 3x loh, kan aneh!"
"Itu karna kamu berada di antara dua alam... Alam jin dan alam manusia," jawab Jin Akra,
Dan ada kekuatan goib yang selalu melindungi mu.
Jadi... Manusia tidak bisa melihat mu, kalau ada manusia melihat mu... Berarti orang itu punya ilmu kebatinan atau ilmu penerawangan. Seperti guru mu kyai Nuruddin itu bisa melihat mu, Kyai Najib pemimpin pondok Arrohman itu juga bisa melihat mu dan Spiderman Al Jawawi orang sakti se tanah jawa! Itu masih mungkin loh Kang... Semua itu kan atas ijin dan kehendak Allah.
Kalau bangsa jin yaa pasti bisa melihat mu, kan kamu berada di antara dua alam jin dan manusia."
"Ooh... Gitu ya," ujar Panji.
"Kang... Selama aku hidup dan tinggal di sini... Hanya kamu santri yang pemberani, dan hanya kamu yang bisa berada di dua alam jin dan manusia," ujar Jin Akra,
"Masih kecil lagi kamu!"
"Kang Jin! Aku sekolah diniyah di pondok Arrohman mulai tadi siang," kata Panji,
"Ada satu cewek yang membuat ku tertarik, namanya Bela, anak kampung! Apa kamu tau tentang dia? Kan kamu jin mahluk halus, sakti lagi!"
"Bela itu rumah nya di belakang pondok agak jauh dikit. Dia dari keluarga miskin, bahkan bisa di bilang fakir.
Untuk kebutuhan sehari hari... Ibunya jualan jajan di pelataran pondok. Coba besok kalau kamu sekolah diniyah, di bawah pohon jambu ada perempuan setengah tua jualan, itu ibunya Bela.
Ayahnya sering sakit - sakitan, kerjanya yaa kalau ada yang nyuruh ya kerja, kalau tidak ada yang nyuruh... Ya nganggur. Bela itu tiga bersaudara, dia anak ke dua.
Mengapa kamu tertarik sama Bela...? Ingat, kalau di pondok pesantren tidak boleh pacaran, nanti kalau ketahuan kyai mu... Kamu bisa di hukum, bahkan di usir dari pondok!"
"Bela mirip pacarku yang di Surabaya, jadi aku kaget dan tertarik sama dia, kata Panji,
"Pacaran ya... Gak apa - apa kang Jin! Asal harus pakai taktik dan harus hati - hati juga waspada! Hahaha...
Biar selamat!"
"Kang Panji! Ini sudah larut malam, sebentar lagi tarhim menjelang subuh. Kamu kembali ke pondok istirahat," ujar Jin Akra,
"Besok kita sambung lagi. Ini rokok dan uang kamu bawa, ambil untuk kamu."
"Baik Kang Jin! Aku kembali dulu... Terimakasih banyak yaa, mau berbagi cerita dan trimakasih di kasih rokok sama uang," ucap Panji kemudian salaman.
"Aku juga terimakasih, sebab kamu, aku punya teman manusia. Assalamualaikum Kang Panji."
"Waalaikumsalam Kang Jin," kata Panji.