Chereads / Santri Mbeling / Chapter 15 - PANJI JATUH CINTA

Chapter 15 - PANJI JATUH CINTA

Setelah Panji menikmati semangkok bakso dan segelas es kelapa muda... Panji menyulut rokok lalu bersandar kursi kayu yang sudah agak rapuh.

"Bela, aku ingin ke kamar mandi," ujar Panji kemudian berdiri.

"Kamar mandinya di luar Kang, di belakang rumah," ucap Bela,

"Jangan kaget...! Kamar mandinya tidak ada atapnya, pintunya hanya selembar kain kusam yang mengantung."

Sambil berjalan ke belakang... Panji berkata lirih,

"Rumah ini sudah sangat rapuh dan kotor sekali... Kasihan Bela juga kedua orang tuanya. Semua perabotan dapur juga tidak layak pakai. Hemmm... Kehidupan kaum fakir miskin... Beruntung sekali aku mempunyai Ayah dan Ibu yang berkecukupan."

Setelah dari kamar mandi dan santai sejenak... Panji kemudian pamit,

"Bela, aku mau pamit dulu ya... Mau kembali ke pondok."

"Baiklah Kang Panji, terimakasih telah menjenguk Ayah ku," ucap Bela yang terlihat senang,

"Kamu orang pertama yang menengok Ayah ku... Terimakasih atas baksonya juga."

'Sebenarnya... Aku kesini ingin bertemu dengan mu, kedua aku ingin menjenguk Ayah mu, dan yang ketiga... Aku ingin memberikan uang kepada mu. Terimalah uang ini, untuk berobat Ayah mu. Ibu mu bilang... Ayah mu bisa sembuh kalau di operasi pengangkatan urat."

Melihat amplop tebal yang di sodorkan Panji... Bela berkata,

"Terimakasih Kang... Pakai saja uang itu untuk kebutuhan mu sehari hari di pondok."

Sambil memegang telapak tangan Bela... Panji memaksa,

"Terimalah uang ini, aku pastikan tidak ada yang tau kalau aku memberi mu uang! Aku iklas... Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam salam," jawab Bela yang masih tertegun berdiri menatap kepergian Panji hingga tak terlihat.

Sambil duduk bersandar di kursi... Bela meneteskan air mata sambil mengummam,

"Ternyata masih ada orang yang baik dan mengerti keadaan juga kesedihan ku. Walau dia remaja yang Nakal... Dia berhati baik. Terimakasih Panji... Semoga Allah membalas kebaikan mu, semoga kamu menjadi santri yang alim."

"Ayah... Ini ada uang untuk berobat, tadi di kasih teman sekolah Diniyah ku," ujar Bela.

"Alhamdulillah... Bela... Anak itu mencintai mu, aku tau dari sorot matanya," kata Ayah Bela.

"Ah Ayah ini bisa saja," ujar Bela sambil menyodorkan amplop pemberian Panji,

"Bela kan masih remaja... Panji juga masih remaja, masih kecil."

"Ayah tau... Karna Ayah seorang laki - laki. Dulu... Ayah juga begitu sama Ibu mu. Anak jaman sekarang... Itu beda dengan anak jaman dulu. Bela... Pemuda tadi, waktu ke belakang... Dia memperhatikan semua isi rumah ini."

*

Setelah menyeberang jalan raya... Panji berkata lirih sambil berjalan,

"Mengapa para Kyai di sini kaya kaya? Tetapi tidak memperhatikan kehidupan santrinya yang fakir miskin ya...? Keluarga Kyai Nuruddin, Kyai Asbak, Kyai Najib semua hidup bergelimang harta, makan enak - enak!

Tetapi... Banyak santrinya orang kampung fakir dan miskin... Untuk makan saja kurang kurang! Aneh...?

Apakah para Kyai tidak tau ya? Apa pura - pura tidak tau? Apa tidak mau tau...?

Kyai nya makan enak - enak dan kenyang... Tetangganya kekurangan makan, jika makan... Sering tidak enak rasanya. Seperti keluarga Bela, tadi aku lihat di dapur, hanya ada nasi sama kecap sama kerupuk saja.

Tadi jam 11 aku makan di rumah kyai Asbak? Menunya rendang daging sapi, ayam goreng dll.

Seandainya aku jadi Kyai nya... Gak bakal bisa nelan tu daging rendang! Hemmm... Sudahlah! Lebih baik aku main ke makam, mumpung Kyai bepergian ke Jakarta, besok saja myapu halamannya."

Setelah berada di depan makam... Seperti biasanya Panji bersandar pada tiang kayu penyangga. Tak lama kemudian... Panji pun merebahkan badannya dan tertidur.

Sementara... Ustadz Bakri dan beberapa pengurus pondok, sedang melaksanakan rapat kecil di kamar.

Beberapa pengurus mencurigai Panji yang iseng mengubah jarum jam dinding. Terutama Wawan santri senior juga pengurus pondok sangat mencurigai Panji. Karena Kang Wawan melihat Panji masuk kamar santri lainnya. Karena tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri... Kang Wawan tidak berani menuduh, hanya mencurigai saja.

Sebelum solat Magrib... Sebuah mobil mewah parkir di halaman pondok. Tak lama kemudian, seorang pengusaha turun dari dalam mobil dan mendekati musholla,

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam," jawab Kng Ujang.

"Kang... Panjinya ada?" tanya Pak Samat.

"Kang Panji belum datang Pak, tadi siang dia sekolah Diniyah," jawab Kang Ujang.

"Oh baiklah! Kalau begitu saya tunggu di musollah ini saja sambil menunggu aolat Magrib," ujar Pak Samat pengusaha Real Estate asal Cirebon.

"Adzan Magrib terdengar dari masjid kampung, Panji pun terbangun kemudian pergi keluar makam. Tak lama kemudian,

"Assalamualaikum Nek..."

"Waalaikumsalam Gus," jawab Nyai Nur Sa'adah,

"Silahkan masuk Gus..."

"Saya numpang mandi Nek, dan numpang solat Magrib," kata Panji.

"Iya Gus, silahkan mandi dulu terus solat habis itu kamu makan," ucap Nyai Sa'adah.

Tak lam kemudian... Panji menikmati makan malam bersama Nenek Sa'adah di meja makan,

"Nek... Masakan Nenek enak banget, kayak masakan Ibu saya... Nenek banyak juga yaa uangnya. Ini ada menu peyek udang, sop iga daging sapi, rendang daging sapi dll."

"Itu tadi, Kakek jJbat di beri orang Gus," jawab Nyai Sa'adah.

"Nek... Sekali - kali, ajak Kakek main ke makam yaa," kata Panji,

"Biar Panji tau wajahnya Kakek Jabat."

"Iya Gus, kapan - kapan akan saya ajak," ucap Nyai Sa'adah,

"Oh iya! Habis ini... Kamu main di makam saja... Siapa tau Kakek Jabat pulang lebih awal, nanti aku ajak ke main ke makam."

"Iya Nek, Panji pergi dulu ya Nek... Assalamualaikum," ujar Panji.

Ketika sampai di pintu gerbang makam... Panji melihat sebuah mobil mewah terpakir di bawah pohon. Setelah berada di depan makam... Panji melihat ada orang yang duduk di keramik tak jauh dari makam. Ketika dekat, orang itu berdiri lalu uluk salam,

"Assalamualaikum Kang Panji..."

"Waalaikumsalam Pak Samat," jawab Panji kemudian duduk di pinggir keramik,

"Loh! Sejak kapan Bapak berada di makam ini?"

Tadi habis solat Magrib," jawab Pak Samat, kemudian mengambil rokok marlboro 2 bungkus dari dalam tas,

"Ini Kang, rokok untuk Kang Panji."

"Terimakasih Pak," kata Panji.

"Kang Panji... Alhamdulillah, setelah minum air gula dan sedikit garam pemberian mu... Istri saya langsung muntah muntah. Setelah kurang lebih satu jam, istri saya sembuh seperti sediakala," ucap Pak Samat bahagia,

"Kini Istri saya sudah bisa berjalan dan melakukan kegiatan sehari - hari."

"Pak, Bungkusan itu dari Nenek Sa'adah, bukan dari saya... Saya hanya di titipi untuk di berikan pada Bapak," kata Panji.

"Kang Panji, sebagai rasa terimakasih... Bapak titip amplop ini untuk Nenek Sa'adah ya," kata Pak Samat kemudian menyodorkan amplop cokelat yang tebal.

"Iya Pak, nanti akan saya sampaikan rasa terimakasih Bapak kepada Nenek Sa'adah," ujar Panji.

"Kang Panji ingin apa...? Kalau Bapak mampu, akan saya kabulkan," ucap Pak Samat.

"Bapak Samat kerja apa?" tanya Panji kemudian menyulut rokok.

"Bapak kerja sebagai pengusaha Real Estate atau pengembang rumah," jawab Pak Samat,

"Memang kenapa kang?"

"Tidak apa - apa Pak, hanya tanya saja. Soalnya mobil bapak bagus sekali," kata Panji,

"Kalau pengusaha... Nerarti banyak ya uang Bapak."

"Yaa... Adalah Lang Panji, Insallah cukup," ucap Pak Samad merendah,

"Katakan saja... Kang Panji ingin apa? Jangan malu - malu, bilang saja."

"Baiklah Pak, saya ingin sepeda motor baru dan uang untuk memperbaiki rumah," ucap Panji.

"Baiklah Kang Panji, akan saya penuhi permintaan Kang Panji," kata Pak Samat kemudian mengambil amplop coklat, lalu menaruh di depan Panji,

"Ini ada uang 10 juta, insallah... Kalau buat beli motor baru dan memperbaiki rumah, sangat cukup."

"Terimakasih ya Pak... Semoga kebaikan dan amal Pak Samat di ridhoi dan di balas oleh Gusti Allah," kata Panji.

"Aamiin... Saya permisi dulu ya Kang Panji, saya mau ke Jakarta dulu, ada urusan bisnis," ucap Pak Samat,

"Doakan usaha Bapak lancar dan sukses."

"Iya Pak, Aamiin," ucap Panji

"Assalamualaikum," ucap Pak Samat kemudian berdiri.

"Waalaikumsalam," jawab Panji.