Di Kota Lu Ya, ada sebuah peternakan kuda yang sangat terkenal. Peternakan kuda itu milik Tuan Besar Jit Seng.
Tuan Besar Jit Seng adalah seorang yang kaya raya. Meskipun tidak sekaya dan sehebat Hartawan To yang mempunyai bisnis dan kekayaan melimpah, namun Tuan Besar Jit Seng juga sudah terbilang luar biasa.
Peternakan kuda miliknya benar-benar sukses. Hampir semua orang yang ingin membeli kuda, pasti datang ke tempatnya. Bahkan tak jarang, peternakan itu didatangi oleh orang-orang persilatan yang ingin membeli kuda jempolan.
Sekarang masih siang hari, Tuan Besar Jit Seng sedang duduk di atas loteng. Dia duduk sendirian. Di depannya ada arak berkualitas mahal. Di pinggirnya ada hidangan pelengkap.
Tuan Besar Jit Seng menyeruput secawan arak. Cara minumnya perlahan. Sepertinya dia sangat menikmati arak tersebut.
Pada saat demikian, tiba-tiba matanya yang tajam itu melihat ada seorang pemuda yang sedang berjalan seorang diri. Pemuda itu berjalan ke arah peternakannya.
Tuan Besar itu baru melihat pemuda tersebut. Dia tidak tahu siapa namanya. Tetapi, dia tahu bahwa pemuda itu pasti seorang yang banyak uang.
Mengetahui hal tersebut, dirinya langsung turun dari loteng dengan terburu-buru lalu segera pergi ke peternakannya. Dia tahu, pemuda tadi pasti akan membeli kuda jempolan miliknya.
Dan dugaannya memang tidak salah. Kalau masalah seperti ini, Tuan Besar Jit Seng memang jarang melakukan kesalahan.
Pemuda yang sebelumnya dia lihat, sekarang sudah berada di peternakan kuda miliknya. Seorang pegawainya sedang melayani pemuda itu sebaik mungkin.
"Selamat siang, Tuan Muda," kata Tuan Besar Jit Seng ketika sudah sampai di dekat pemuda yang bukan lain adalah Li Yong tersebut.
"Selamat siang," jawabnya singkat dan datar.
"Apakah ada yang bisa saya bantu?"
"Aku ingin membeli kuda jempolan,"
Wajah Tuan Besar Jit Seng langsung berseri ketika mendengar ucapan tersebut. Bagi orang sepertinya, ucapan yang paling menggembirakan adalah ucapan seperti yang baru saja dikatakan oleh Li Yong.
"Ah, Tuan Muda memang sudah datang ke tempat yang sangat tepat. Kebetulan, peternakan kami selalu menyediakan kuda jempolan terbaik yang sering dipakai orang-orang persilatan. Mari, mari ikut saya, Tuan," katanya kemudian berjalan ke tempat lain.
Li Yong lalu mengangguk. Dia berjalan di belakang Tuan Besar Jit Seng.
Sambil berjalan-jalan, sepasang matanya memandang ke sana kemari. Ternyata peternakan itu memang sangat besar. Kalau dihitung secara menyeluruh, mungkin jumlah kuda yang ada di peternakan tersebut sampai ribuan banyaknya.
Li Yong terus memperhatikan keadaan di sekitarnya. Dia tidak pernah melepaskan pandangan matanya sedikit pun. Meskipun tidak ada sesuatu yang penting, tapi, bukankah hal-hal tak diinginkan bisa terjadi di mana dan kapan saja?
Entah sudah berapa kandang yang mereka lewatkan, entah sudah berapa jauh juga jarak yang ditempuh oleh keduanya.
Tiba-tiba Tuan Besar Jit Seng menghentikan langkahnya, dia berhenti melangkah ketika dirinya tiba di sebuah kandang yang hanya berisi sepuluh ekor kuda saja.
Kuda yang ada di kandang tersebut memang terlihat berbeda daripada kuda yang ada di kandang lainnya. Kuda di sini semuanya mempunyai ukuran lebih besar dan lebih kekar. Warnanya juga beragam, mulai dari yang hitam, sampai yang putih. Semuanya tersedia di kandang itu.
"Ini adalah kandang kuda terbaik yang ada di peternakan kami. Stok yang tersedia hanya tersisa sepuluh ekor saja. Tapi saya berani jamin, semua kuda yang ada di sini adalah yang terbaik," kata Tuan Besar Jit Seng berusaha meyakinkan Li Yong.
Sebagai seorang penjual, tentu dia harus pintar-pintar mengambil hati calon pembelinya. Dan terkait hal tersebut, Tuan Besar Jit Seng boleh dikata sudah sangat ahli.
Oleh karena itulah, dari sekian banyak calon pembeli yang datang ke peternakannya, jarang ada yang pulang dengan tangan kosong. Semuanya membawa kuda yang telah dibeli di tempatnya.
"Silahkan Tuan Muda, barangkali ada kuda yang cocok sesuai dengan selera," lanjutnya sambil mempersilahkan.
Li Yong mengangguk. Pemuda itu kemudian mulai berjalan ke dalam kandang. Li Yong memperhatikan setiap kuda yang ada di sana.
Setelah beberapa lama memilih kuda yang menurutnya cocok, akhirnya pemuda itu memilih untuk membeli kuda yang berwarna sedikit kemerahan. Dalam pandangannya, kuda itu terasa lain daripada yang lain.
Selain karena warnanya yang hampir sama dengan pakaiannya sendiri, kuda tersebut juga mempunyai keringat yang berbeda.
Keringat kuda itu sedikit berwarna merah darah.
Li Yong tahu, itu bukanlah kuda biasa. Menurut apa yang diketahuinya, kuda dengan jenis seperti itu bernama Kuda Merah Darah. Kuda Merah Darah berasal dari tempat jauh yang berada di wilayah luar bagian Timur tionggoan.
Di negerinya, kuda seperti itu tidak terlalu banyak dimiliki. Selain karena harganya yang fantastis, kebanyakan orang juga tidak ada yang mampu menundukkannya.
Sebab pada dasarnya, Kuda Merah Darah sangat liar. Hanya sebagian orang saja yang mampu menundukkan kuda jenis itu.
Li Yong merasa tertarik untuk memiliki Kuda Merah Darah tersebut. Setelah merasa yakin, pemuda itu kemudian segera memanggil Tuan Besar Jit Seng.
"Tuan, berapa harga untuk kuda ini?" tanyanya.
"Ah, ternyata Tuan Muda memang sangat ahli dalam memilih kuda jempolan. Kuda ini seharga seratus keping emas," jawabnya sambil tersenyum.
"Hemm, baik. Aku akan membelinya," Jawab Li Yong dengan yakin.
Wajah Tuan Besar Jit Seng kembali berseri, dia segera menyuruh seorang pegawainya untuk membawa Kuda Merah Darah itu keluar kandang.
Sedangkan dirinya dan Li Yong langsung pergi ke dalam untuk menyelesaikan transaksi.
"Apakah harganya tidak bisa kurang?" tanya Li Yong mencoba menawar harga.
"Karena Tuan Muda pembeli istimewa, baiklah, aku akan memberikan potongan harga sebesar lima persen," katanya.
"Baik. Jadi,"
Li Yong segera mengeluarkan kepingan emas yang berada dalam kantung bajunya. Setelah itu, dia langsung memberikan bayaran kepada Tuan Besar Jit Seng.
"Terimakasih, Tuan Muda," ujar pemilik peternakan kuda itu ketika dia menerima bayaran.
"Apakah kau tidak menghitungnya lagi?" tanya Li Yong.
"Ah, tidak perlu. Aku percaya hitungan Tuan Muda sudah pas,"
"Baiklah,"
Li Yong bangkit berdiri. Dia segera berjalan keluar ruangan itu.
"Sekali lagi terimakasih, Tuan Muda. Semoga kelak kita bisa berjumpa lagi," kata Tuan Besar Jit Seng ketika mereka sudah berada di luar.
Li Yong tidak menjawab. Lagi pula, dia pun tidak mendengar ucapan orang itu. Karena pada saat dia bicara, dirinya sudah berada diluar peternakan kuda itu.
Kuda Merah Darah berlari sangat kencang. Seolah-olah itu bukanlah seekor kuda, melainkan sebuah kilat yang menyambar bumi.
Makin lama dia menunggangi Kuda Merah Darah itu, maka semakin cepat juga larinya. Tubuh Li Yong terombang-ambing seperti dihempaskan oleh gelombang yang sangat dahsyat.