Berlanjut.
Gadis itu memasuki ruangan Sains yang ternyata tidak terkunci. Dia masuk ke dalam sana tanpa ragu.
Setelah memasukinya, gadis yang masih berseragam sekolah itu hendak menutup pintunya.
Namun, disaat bersamaan tiba-tiba…
Hub! Tangannya ditarik oleh sosok hitam tersebut.
"Aaa!" Sontak itu membuat gadis tersebut menjerit ketakutan. Kedua matanya terbelanga ketika melihat sosok hitam dan bertopeng itu secara dekat dan sangat jelas.
Karena tidak mau mati sia-sia gadis itu melepaskan gagang pintunya dan segera pergi masuk ke dalam ruangan.
Tentu itu jalan satu-satunya bagi gadis ini. Setidaknya dia akan lebih beresiko jika lari keluar karena pastinya dia akan mudah tertangkap.
"Jangan tuan! Saya mohon tolong lepaskan saya tuan. Saya tidak ingin tiada di tempat ini, tuan. Saya mohon!"
Rasa permohonannya begitu dalam. Bahkan karena terlalu takut dia sampai menangis. Air matanya tercucur membasahi pipinya.
"Hahaha!" Sedangkan pria itu tertawa begitu mudah. Seolah-olah dia tidak peduli dengan nyawa gadis tersebut.
Dia mendekat pada gadis yang sangat ketakutan tersebut, sembari dirinya menunjukan pisau daging yang sangat menakutkan itu.
"Jangan tuan!"
Gadis itu melangkah mundur untuk menjauh. Untuk sekarang dia masih bisa bertahan agar tidak jatuh. Akan tetapi tidak tahu setelah ini.
"Hahaha… Kemarilah gadis manis!" Pria di balik topeng itu kian mendekat. Gunting yang sangat besar diangkatnya ke atas dan memantik rasa takut kian besar terhadap gadis itu.
Buang!
Gadis itu memberanikan diri untuk memberikan perlawanan. Dia melempar beberapa botol cairan kimia ke hadapan sosok hitam itu.
Namun, lemparannya itu tidak sama sekali mengenai sosok hitam yang ada di depannya itu. Dan bahkan hanya membuat seisi ruangan menjadi berantakan saja.
Semakin mundur dan mundur. Hingga gadis itu terdesak di sana. Dia terisak-isak meminta ampunan dari sosok yang wajahnya tertutup topeng itu.
Hahaha… Tak ada ampun bagi gadis malang tersebut. Dia bahkan sudah sangat terdesak di sana.
Tak mungkin baginya untuk berlari keluar sedangkan sosoknya berdiri sangat jelas di depan matanya.
Dia menangis di sana. Gadis itu masih ingin hidup, namun….
Jleb….
Tanpa ampun sosok tersebut menusukkan gunting yang dibawanya untuk menghabisi nyawa gadis malang itu.
Hahaha… Tertawa dirinya setelah puas merenggut satu nyawa dari gadis yang tidak berdosa itu.
****
"Tidak!"
Saat itu juga Raeni terbangun dari tidurnya.
Dirinya bangun dengan keadaan yang begitu berkeringat. Wajahnya juga terlihat sangat pucat, serta rambutnya yang terurai itu acak-acakan.
"Ada apa Raeni? Apakah kamu bermimpi buruk lagi?"
Rihanna yang masih tertidur itu pun akhirnya ikut terbangun karena Raeni yang secara mengejutkan itu berteriak.
"Iya, Kakak. Aku bermimpi yang sama lagi. Aku sangat takut kakak."
Dia langsung memeluk kakaknya yang duduk tepat di samping kanannya. Hal tersebut membuat Rihanna menjadi cemas pula.
"Tenanglah. Kakak ada di sini untukmu. Kamu bisa tenang."
Rihanna menepuk-nepuk bahu Raeni, untuk memberikan ketenangan bagi adik perempuannya itu.
Raeni masih tampak gelisah. Bahkan dia tidak henti-hentinya mengeluarkan keringat yang disertai dengan jantung yang berdegup sangat cepat.
"Aku sangat takut kakak. Yang aku lihat itu seperti nyata. Bagaimana sosok yang memakai topeng itu menghabisi nyawa gadis itu tanpa berperikkemanusiaan, kak. Aku jadi merasakan takutnya sampai ke dunia nyata, kak."
Raeni tak mau melepaskan pelukannya dari Rihanna sedikit pun. Yang dia mimpikan itu sangatlah buruk, hingga Raeni sendiri tidak mau ditinggal seorang diri di sana.
"Sudahlah. Sebaiknya kamu minum air ini dahulu. Setidaknya akan membuatmu lebih tenang."
Rihanna melepaskan pelukannya, dan dia mengambilkan segelas air mineral yang sengaja diletakkan di atas meja yang ada di tepi ranjang tempat tidur.
Raeni meminum airnya secara perlahan. Setelah meminumnya Raeni memberikan gelas tersebut kepada Rihanna kembali.
"Sudah. Sebaiknya kamu tidur kembali. Lupakan yang tadi kamu mimpi kan. Itu hanyalah bunga tidur saja."
Setelah meletakkan gelasnya ke atas meja kembali, Rihanna membantu Raeni untuk berbaring kembali.
Dengan wajah yang masih sangat takut, Raeni mencoba untuk menutup matanya dan tidur lagi.
"Tidurlah. Kamu besok harus sekolah bukan?"
"Tapi, Kakak. Aku sangat takut," merintih Raeni sembari menggenggam tangan Kakaknya.
Dia tak mau melepaskan tangannya terhadap kakaknya. Karena jika itu terjadi dia merasa sangat ketakutan.
"Sudahlah. Kakak sudah katakan, tidak ada yang perlu kamu cemaskan. Itu hanyalah bunga tidur saja. Semuanya tidak ada yang nyata, Sayangku."
Mencoba menguatkan hati adiknya. Rihanna berusaha meyakinkan Raeni jika yang dia lihat itu hanyalah bunga tidur semata. Semuanya tidaklah nyata. Begitu yang Rihanna katakan.
"Sudahlah. Sebaiknya kamu tidur. Tutup matamu, kakak akan ada di sini untukmu selalu."
Dia tak lupa mengelus dahi Raeni, dan memberi kecupan manis di atas kening adiknya tersebut.
Perlahan Raeni mulai menutup matanya. Dia tampak perlahan akan tertidur kembali. Sebelum adiknya itu pulas, Rihanna tidak akan tertidur. Dia akan berjaga di sana setidaknya sampai Raeni tertidur.
Malam ini berlalu dengan mimpi buruk itu kembali. Raeni tidak dapat membayangkan jika mimpi itu benar-benar terjadi. Dan semoga itu memanglah bunga tidur saja. Tak ada yang perlu dicemaskan. Seperti yang dikatakan kakaknya.
****
Keesokan harinya.
Di sekolah. Raeni sudah berada di sekolahnya dengan tepat waktu. Namun, di pagi ini cukup berbeda tidak seperti hari-hari biasanya.
Sekolah tampak sepi. Tidak banyak murid-murid yang terlihat di area sekolah ini. Dan cenderung malah tidak ada murid yang biasanya berkumpul di lorong-lorong sekolah.
"Kemana semua murid? Mengapa sekolah ini tampak sepi sekali?"
Pikir Raeni yang penuh tanda tanya ketika tiba di sana. Sungguh ironi memang, biasanya sekolah ini tidak pernah sepi, namun untuk hari ini tampak aneh terlihatnya.
"Raeni!" Kwang Soo datang dari arah yang berbeda. Dia berlari ketika tahu Raeni sudah tiba di sana.
"Kwang Soo." Raeni membalasnya dengan raut wajah heran.
"Di mana murid-murid yang lain? Mengapa sekolah ini begitu sepi, tidak seperti biasanya?" tanya dia pada Kwang Soo, yang mungkin mengetahui sebab mengapa sekolah menjadi sepi.
"Oh, pasti kamu belum mengetahuinya," balas Kwang Soo kian membuat Raeni menjadi heran.
"Mengetahui apa? Aku tidak mengerti dengan maksudmu, Kwang Soo?"
"Itu. Terjadi lagi," katanya demikian.
"Apa? Terjadi apa? Kamu jangan membuatku semakin penasaran saja. Cepat katakan apa yang sedang terjadi di sini?"
Raeni belum menyadarinya. Sampai akhirnya….
"Jangan-jangan?"
Sebelum Kwang Soo mengatakannya, Raeni sudah paham dengan maksud Kwang Soo tadi.
"Iya," singkat Kwang Soo, yang menguatkan praduga dari Raeni.
Tanpa berpikir panjang gadis ini segera berlari menuju tempat yang mungkin harus dia datangi sekarang juga.
"Raeni, tunggu aku!"
Kwang Soo menyusulnya di belakang. Keduanya berlari menuju tempat yang sama.
Tempat yang terlintas begitu saja dalam benak Raeni.
Tempat apakah itu? Hendak pergi kemana keduanya? Dan sesungguhnya apa yang terjadi kepada sekolah ini?
Penasaran?